Dua Puluh Sembilan

7.6K 518 4
                                    

Landon bilang dia ada urusan sebentar dan mereka akan bertemu nanti di tempat acara langsung. Sedangkan, Vivianne sudah mewanti-wanti agar mereka datang setengah jam sebelum acara dimulai, yaitu jam setengah tujuh.

Jadilah di sini Clarence sekarang. Menatap dirinya lama di cermin. Dia mulai menyesali keputusannya mengikuti saran Aidan. Gaun itu benar-benar membuatnya terlihat sangat sialan seksi. Gaun itu memeluk tubuhnya dengan erat, membuat lekukan tubuhnya terlihat, dan dengan segala detail keterbukaan gaun itu, Clarence memerah sedikit membayangkan orang-orang akan melihat tubuhnya yang tereksploitasi.

Clarence memutuskan untuk menggerai rambutnya dengan niat untuk menutupi setidaknya beberapa bagian. Tapi, entah bagaimana itu justru membuat leher jenjangnya terlihat lebih seksi.

Dia hendak memikirkan cara lain untuk menata rambutnya tapi Arko sudah membunyikan klakson berkali-kali dengan maksud memberi tahu Clarence bahwa mereka harus segera berangkat.

Clarence menghembuskan nafasnya kasar dan menarik clutch bagnya dan segera turun ke bawah. Arko menatapnya lama ketika dia sudah masuk ke mobil.

"Nyonya cantik sekali," kata Arko sambil tersenyum. Clarence hanya meringis sebagai jawaban. Dia berharap kata-kata Arko tadi bukan olokan karena penampilannya terlihat aneh.

Tidak membutuhkan waktu lama sampai akhirnya Clarence sudah berada di depan Ibu mertuanya dan Ibunya yang kini menatapnya dengan tatapan berbinar yang tidak bisa dijelaskan.

"Clarence!" Giana hampir memekik terkejut dengan kehadiran Clarence di sana.

Kamu pasti terlihat aneh, Claire!

"Kamu terlihat menawan, Sayang," kata Vivianne sambil mengelus pundak Clarence, lengkap dengan senyum ramahnya yang selalu membuat Clarence nyaman.

"Aku merasa kurang pede, Ma," kata Clarence kepada kedua Ibunya. Dia tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya.

"Enggak sayang, kamu cantik banget," Giana tersenyum lebar.

"Nope, kamu benar-benar cantik, dan seksi," kata Vivianne lagi kali ini sambil terkekeh, bukan karena meledek. "Ngomong-ngomong Landon mana?" tanya Vivianne kemudian.

Clarence tersenyum kecut kemudian menjawab, "Dia masih ada kerjaan. Sebentar lagi pasti sampai ke sini Ma."

"Kalau sampai anak itu gak dateng, lihat aja."

Clarence hendak menjawab perkataan Vivianne tapi dia mengurungkan niatnya ketika Vivianne menyodorkan sebuah topeng hitam dengan glitter mengkilap dan ujung melancip. Clarence menerima topeng itu kemudian memakainya dengan tergupuh-gupuh, karena beberapa orang mulai berdatangan.

"Pa, ayo," kata Vivianne ke arah Rahardian. Papa mertuanya yang sedari tadi berbicara dengan Papanya kemudian berjalan ke arah para perempuan.

"Claire. Baju kamu terbuka sekali!" kata Papanya blak-blakan membuat Giana segera menyikut suaminya itu. "Anaknya cantik gitu kok." 

"Iya cantik sekali. Tapi sepertinya Papa perlu mencolok mata semua orang yang menatap kamu terlalu lama, Claire," Papanya kini menatapnya gusar.

Clarence jadi bisa tenang sedikit. Terlepas dari segala sifat buruk Papanya yang suka memaksakan kehendak. Pria itu tetap adalah Papa terbaik di seluruh dunia bagi Clarence.

"Clarence kamu juga ayo ikut. Mama mau kenalin menantu Mama ke semua orang," kata Vivianne menginterupsi.

Dan Clarence merasa nyalinya semakin menciut setiap kali Vivianne mengenalkannya ke orang-orang. Untung saja Clarence segera mengenali sosok Aidan yang memasuki ballroom itu.

"Ma, aku samperin temen aku dulu ya?" Clarence meminta izin. Tepat ketika Vivianne mengangguk, Clarence segera berjalan cepat, sambil tetap berusaha terlihat anggun ke arah Aidan yang sedang berbicara dengan seseorang entah siapa.

"Aidan!" Clarence memekik pelan.

Aidan segera membalikkan badannya dan Clarence bisa melihat mata pria itu melebar di balik topeng abu-abunya. "Whoa, Claire, you look hot!"

"Shut up! Kamu membuat aku benar-benar insecure karena kamu memaksa aku buat ikutin saran gila kamu ini!"

Aidan terkekeh sambil tetap menancapkan pandangannya ke Clarence. "Bagaimana bisa kamu insecure ketika semua orang menatap kamu dengan tatapan terpesona? You are the light of the party tonight!"

Clarence memukul lengan Aidan cukup keras sebagai balasan. Aidan terkekeh lagi kemudian menyadari satu hal. "Mana suami kamu? Apa rencananya berhasil?"

Clarence menghembuskan nafasnya pelan. "Dia masih ada kerjaan, katanya nanti dia nyusul kesini."

"Fucking workaholic," cecar Aidan membuatnya mendapatkan pukulan keras lagi dari Clarence di bahunya.

Suara seseorang menggema dari mic membuat perhatian semua orang kini mengarah ke panggung. "Ladies and Gentleman. Selamat datang di acara ulang tahun pernikahan Mr. and Mrs. Najandra yang ke-tiga puluh lima!"

Semua orang memberi applause termasuk Clarence dan Aidan. Pembawa acara itu kemudian menyampaikan beberapa hal berkaitan ucapan selamat dan sebagainya sampai pada akhirnya dia mempersilahkan Vivianne dan Rahardian melakukan dansa pertama.

Semua orang ikut bergabung ketika Aidan menyodorkan tangannya ke arah Clarence dan membungkukkan badannya sedikit. "Karena saat ini suami kamu belum menampakkan batang hidungnya. Jadi, may I have the dance, please?"

Clarence tertawa geli kemudian menaruh tangannya di atas tangan Aidan. "Sure!"

Mereka sudah memasuki area dansa dan Clarence berkata, "For your safety, Aidan. Aku mau kasi tau kalau aku gak bisa dansa."

Aidan menatap Clarence geli dari balik topengnya, "Tolong setidaknya jangan sampai membuat aku pincang ya, Mrs. Najandra."

Clarence memutar matanya. Dan meskipun tersembunyi di balik topeng, Aidan bisa melihat itu. "Kamu memutar mata karena lelucon buruk aku, atau karena title Mrs. Najandra?"

"Keduanya," kata Clarence dan Aidan mulai membimbingnya untuk berdansa. Clarence dengan hati-hati mengikuti gerakan Aidan. Setidaknya sekarang dia lebih terlatih berkat Landon.

Sekelebat bayangan dia dan Landon di ruang perpustakaan pribadi itu kemudian terulang kembali dan fokus Clarence hilang. Dia tidak sengaja menginjak ujung sepatu Aidan.

"Ow, Claire!"

Clarence tersenyum meminta maaf. Dia kemudian menghilangkan pemikirannya tadi dan kembali fokus pada dansanya.

Mereka berdua mulai menikmati irama dansa mereka ketika seseorang menghampiri keduanya.

"May I have my wife?"

Deep AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang