SAVANNA 2

4.1K 202 3
                                    

Savanna, usia 18 tahun...

"Happy birthday Ava!"

Landon malam itu sengaja mengajak Ava untuk makan malam di rumahnya setelah berhasil memastikan Papa dan Mamanya pergi bersama menuju pesta yang diadakan keluarga Miller atau Millard? Ia tidak perduli.

"Aku kira kamu sakit Landon?" kata Ava bingung setelah meniup lilin yang menancap di atas tumpukan donat berbagai toping kesukaannya.

Landon mengendikkan bahunya. "Aku malas ikut ke pesta itu. Hari ini hari ulang tahun kamu dan masa iya aku berpesta di tempat orang lain?"

Ava menggelengkan kepalanya heran. "Bagaimana bisa orang tua kamu percaya kamu sakit Landon? Kamu terlihat sangat sehat dan acting kamu sangat amat buruk."

Landon tersenyum lebar menatap Ava. Tapi yang Ava tidak sadari bahwa sedari tadi Landon menggosok-gosokkan telapak tangannya ke celananya dengan gugup.

"Hadiah aku mana?" tanya Ava yang membuat Landon diam sebentar.

"Ini," kata Landon sambil menunjuk ke arah setumpuk donat yang ada di hadapan mereka.

"Ini?" tanya Ava sambil mengerutkan kening.

"Kamu tidak suka?" tanya Landon cemas.

Ava menghembuskan nafasnya. "Aku suka, tapi kamu selalu membelikan aku donat setiap hari. Jadi apa istimewanya?"

Landon menelan ludah. Sebuah pemikiran terlintas di kepalanya. "Bentar Va," katanya sebelum meninggalkan Ava sendirian di ruang santai.

Beberapa saat kemudian Landon kembali dengan membawa sebotol minuman beralkohol milik Papanya dan dua gelas kecil.

"Well, itu hadiah aku?" tanya Ava. Senyuman miring bertengger di bibir wanita itu. "Kamu sudah pernah?" tanya Ava sambil menunjuk dua gelas kosong yang ditaruh Landon di atas meja di depan mereka.

Landon tersenyum. "Ya, Papa pernah memberikan aku dua gelas saat ulang tahun aku yang ke tujuh belas dua tahun lalu, dan membuat Mama marah sekali."

"Sering?" tanya Ava lagi penasaran.

Landon menggeleng. "Nope. Sembunyi-sembunyi dan jarang sekali. Dibawah pengawasan Papa, dengan dia."

Ava menjilat bibirnya. "Sekarang? Kamu tidak takut Papa kamu marah?"

Landon mengendikkan bahunya. "Tentu saja takut, tapi kita janji minum maksimal tiga gelas setelah itu aku akan kembalikan ini ke ruang kerja Papa," katanya sambil menuangkan sedikit wine merah ke dua gelas mereka.

Ava mengambil gelas itu kemudian menatap Landon yang kini juga menatapnya dengan satu tangannya melayang di udara memegang gelas seperti Ava. "Now or never Va," katanya kemudian langsung menenggak cairan berwarna keunguan itu.

Ava juga mengikuti gerakan Landon dan sedikit terbatuk setelahnya. "Wow," kata Ava sambil melihat gelasnya yang kosong. "Sisa dua lagi Landon," katanya sembari menyodorkan gelasnya ke Landon.

Tegukan kedua.

Landon menatap Ava kemudian menelan ludahnya. Sepertinya keputusannya untuk membawa minuman itu ke sini tidaklah salah. Kini keberaniannya untuk menyatakan perasaannya kepada Ava langsung muncul.

"One more," kata Ava.

Landon kembali menuangkan wine itu seperti tadi. Tegukan ketiga. Dan terakhir.

"Ava, semenjak kamu mencium aku di markas saat kamu menangis melihat Gerard mencium orang lain. Aku selalu memikirkan kamu," kata Landon membuat Ava terkejut.

Melihat Ava yang diam dan mendengarkan, Landon kembali melanjutkan. "Selama ini kita sudah bersahabat, dan aku tidak sadar. Aku tidak sadar kalau aku sudah jatuh cinta dengan kamu Va. Aku pikir itu sebatas perasaan antar sahabat tapi, malam itu saat kamu menciu-"

Landon tidak bisa menyelesaikan kalimatnya karena Ava langsung mencium bibirnya.

Sepertinya Mamanya benar, sepertinya Landon memang takdirnya. Ava hanya perlu belajar untuk mencintai pria itu. Dan selama ia belum mencintai Landon, ia hanya harus berpura-pura.

***

"Mama kenapa menangis?" tanya Ava ketika ia baru pulang dari rumah Landon dan mendapati rumahnya gelap gulita. Dan mamanya duduk di sofa sambil meringkuk dan terisak.

"Mama, ingin pergi ke pesta yang sama dengan Vivianne," kata mamanya dengan isakan.

Ava mengerutkan keningnya. "Kenapa Mama tidak pergi? Setau aku Papa diundang dengan Papanya Landon, kenapa Mama tidak ikut?"

Wyna segera menatap Ava dengan tatapan marah. "Mana bisa Mama pergi dengan status istri sekretaris?! Mama ingin menjadi istri CEO seperti Vivianne! Jika saja dulu Mama yang dilahirkan sebagai anak dari Om Pasha, bukan dari Kakek kamu! Mama pasti bisa menikah dengan Rahardian dan hidup mewah!"

Ava merasakan nafasnya memburu. Jelas ada yang sangat salah dengan mamanya. Ava pikir obsesi itu akan hilang perlahan, tapi mamanya sudah tidak tertolong. Ava tahu ia dan Papanya harusnya meminta bantuan medis untuk obsesi mamanya. Tapi memikirkan, mamanya dibawa ke psikolog dan makin tersiksa membuat Ava takut. Bagaimanapun ia menyayangi mamanya.

"Ma, aku yang akan mengangkat derajat kita. Baru saja, Landon mengajak aku berpacaran. Aku akan menjadi istri Landon, aku bisa pastikan."

Deep AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang