Empat Puluh Sembilan

7.2K 387 4
                                    

Issues - Julia Michaels

"Kamu dan Arina sangat dekat ya?" tanya Clarence sambil memperhatikan Landon yang memakan oatmealnya. Pria itu menggeleng pelan, meminum air dari gelasnya kemudian menjawab, "Kenapa? Kamu tidak cemburu kan?"

"Jangan pernah mimpi aku akan cemburu," kata Clarence dan dia merasakan dirinya sendiri tahu kalau itu tidak sepenuhnya benar.

"Aku tidak sedekat itu dengan Arina, atau perempuan manapun. Aku tidak tertarik berteman dekat dengan perempuan."

Clarence mendengus. "Deskriminasi gender kamu itu," katanya. Sebuah pemikiran kemudian terlintas di kepalanya. "Kalau begitu, hubungan kita gimana? Kita gak bisa jadi teman dekat?"

Pria itu menggelengkan kepalanya. Clarence merasa sedikit kecewa tapi dia juga tidak ingin berharap menjadi teman dekat Landon. Claire kemudian menganggukkan kepalanya. "Oh," gumamnya singkat.

Landon menyelesaikan sarapannya kemudian mengelap mulutnya. "Kamu," kata Landon menggantung. "Tidak bisa jadi teman dekat aku Claire. Kamu jadi teman hidup aku aja gimana?" tanya pria itu sambil tersenyum menatap Clarence.

Clarence mengepalkan tangannya. "Ew Landon, perkataan kamu buat aku geli!"

Landon terkekeh kemudian menaruh mangkuknya di bak cuci piring untuk nanti dibersihkan Ari. Landon kemudian berbalik dan berjalan mendekat ke arah Clarence. Clarence yang sedang duduk menongak, menatap bingung Landon yang berdiri diam di sebelahnya. Sedetik kemudian ia mengerti. Dasi pria itu belum terikat.

Clarence langsung berdiri dan mulai mengikatkan dasi pria itu. "By the way, kenapa seingat aku Arina tidak diundang ke pernikahan kita?"

Landon memegang pinggang Clarence. "Aku lupa, sepertinya dia juga sedang di luar negeri saat itu," jawabnya enteng. Clarence bertanya lagi, "Maksud dia bahwa nanti aku mungkin sering ketemu dia, apa?"

Landon mengendikkan bahunya sebagai jawaban. Clarence menganggap gesture itu sebagai tidak tahu. Clarence kemudian mundur satu langkah saat selesai mengikat dasi Landon. Tapi, gerakannya tertahan tangan Landon yang memegang erat pinggangnya.

"Stop main-mainnya Landon, kamu akan telat," ujar Clarence sambil memutar matanya kesal.

"Aku akan lembur nanti," kata Landon.

Clarence mengangguk. "Okay."

"Kamu tidak usah menunggu aku seperti kemarin," kata Landon lagi.

Seketika Clarence mengingat kejadian kemarin malam. Mulut sialannya tiba-tiba saja menyebut nama Landon alih-alih London. Atau sejak awal dia memang akan mengatakan Landon?

Pemikiran itu membuat Clarence tersentak dan segera mendorong Landon tepat di dadanya. "Aku, juga akan tidur cepat nanti malam," kata Clarence berusaha menyingkirkan pemikirannya barusan.

Landon mengangguk kemudian menarik pergelangan tangan Clarence untuk mendekat lagi. Clarence merasakan dirinya sedang tidak menyukai sentuhan Landon sama sekali hari ini, setelah dia mengingat pengakuan bodohnya kemarin malam. "Ini bukan saat dibutuhkan Landon, lepaskan tangan aku," kata Clarence tegas.

Landon menghembuskan nafasnya kemudian melepaskan pergelangan tangan Clarence. "Don't push me away, Claire," katanya lelah.

Clarence menggelengkan kepalanya. "No, I'm not, Landon."

Landon menghembuskan nafasnya lagi. "Okay, then," katanya menggantung. Clarence hendak bertanya then what? Tapi belum sampai pertanyaannya itu terucap, Landon lebih dulu mengunci mulutnya dengan ciuman kecil yang membuat Clarence terkejut.

Landon tahu wanita itu akan protes jadi dengan cepat dia berkata, "Itu saat dibutuhkan. Aku perlu tahu kamu tidak mendorong aku menjauh lagi kali ini. Kamu tahu Claire, aku bisa membahagiakan kamu kalau kamu mau bekerja sama untuk tidak mendorong aku menjauh lagi. Bisa?"

Clarence benar-benar tidak bisa berkata apa-apa lagi. "Okay."

"Dan lagi Claire, itu balasan karena tadi kamu mencium aku tiba-tiba dan meninggalkan aku begitu saja demi pria lain. Tepat setelah kamu mencium aku! Astaga Claire aku merasa sedang dimainkan oleh kamu," Landon menggelengkan kepalanya sembari tersenyum miring.

Clarence memutar matanya. "Sekarang Landon Najandra, jarum pendek di jam itu sudah di angka tujuh, dan itu artinya kamu terlambat. Jadi, daripada kamu terus-terusan ngomong ngelantur, sebaiknya kamu pergi kerja sekarang juga."

Landon tersenyum sekali lagi. "Okay, Mrs. Najandra. Aku pergi dulu."

***

"Sar, lo dimana? Gue butuh jalan-jalan dan curhat secepatnya," kata Clarence to-the-point tepat setelah Sarah memgangkat teleponnya di nada tunggu ketiga.

"Yes, I miss you too babe. Kemana aja lo, nggak pernah ngabarin dan sekarang tiba-tiba minta ditemani jalan?" kata Sarah dengan kesal.

Clarence mendengus. "Okay, I'm sorry, my bad. Jadi, temani gue jalan ya?"

"Boleh sih, gue juga penasaran sama progress lo dan Landon."

Clarence menghela nafasnya. "Gue dan Landon, perkembangan hubungan kita cepat sekali. Gue rasanya sedang diajak berlari tepat setelah bisa merangkak."

Sarah mengerang protes dibalik sambungan telpon mereka. "Jangan pakai kata kiasan Claire. Nanti aja cerita yang lengkap. Gue jemput ya?" tanya Sarah.

Clarence menjawab, "Ya, cepat. Gue benar-benar butuh pencerahan tentang perasaan gue sendiri."

Deep AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang