Lima Puluh Tujuh

6.9K 406 8
                                    

All Falls Down - Alan Walker; Noah Cyrus; Digital Farm Animals

"Jangan pergi, Claire."

Clarence diam, memilih untuk tetap menatap Aidan.

"Jangan pergi," kata Landon sembari berjalan mendekati Claire. Satu tangannya menggapai lengan Clarence. "Aku salah. Jangan pergi. Okay?"

Clarence berpikir untuk menepis Landon, tapi ia mengurungkan niatnya. Alih-alih, Clarence membalikkan badannya dan menghadap ke arah Landon.

"Minta maaf ke Aidan."

Landon mengangguk kemudian mengalihkan pandangannya kepada Aidan yang berdiri di belakang Clarence. "Aidan, maafkan saya," katanya.

Aidan mengangguk. "Ya, maafkan saya juga Landon," katanya. "Kalau begitu saya pergi dulu."

Clarence segera berbalik lagi menghadap Aidan. "Kamu yakin pulang? Sendiri? Kamu tidak apa-apa?"

Aidan tersenyum kemudian melambaikan tangannya. "Sampai ketemu ya Claire!"

"Kalau ada apa-apa langsung telpon aku! Jangan coba-coba ngelakuin hal bodoh, seperti saat Charly pergi waktu itu," kata Clarence sedikit berteriak karena Aidan mulai berjalan menjauh.

Setelah memastikan Aidan masuk ke dalam mobil yang benar. Clarence menarik nafasnya. Memutar badannya lagi, entah untuk keberapa kalinya, Clarence kini berhadapan dengan Landon.

"Aku mau kamu tahu kalau aku belum selesai marah dengan kamu Landon Lucais Najandra," katanya kepada pria itu.

Landon mengangguk patuh.

"Can I hug you?"

Clarence menggeleng. Landon mengangguk lagi.

"Ayo masuk," kata Landon. Giliran Clarence yang mengangguk. Landon memiringkan badannya memberikan gesture agar Clarence berjalan lebih dulu. Niat Landon untuk meletakkan tangannya di punggung perempuan itu diurungkannya. Clarence sedang marah. Landon mengulang kalimat itu di kepalanya.

"Aku pikir kamu menginap lagi di kantor," ujar Clarence, sesaat setelah mereka masuk ke dalam rumah.

Landon menelan ludahnya dan terlihat sedikit gelagapan. "Ada sesuatu yang perlu aku ambil. Aku pulang untuk itu dan, yah—"

"I'm sorry," kata Clarence. "Aku tahu kamu memiliki krisis kepercayaan ketika itu menyangkut aku dan Aidan. Aku minta maaf karena membuat kamu salah paham."

Rasa bersalah menghatam Landon dalam kecepatan tinggi. "Jangan bilang itu," katanya, sembari menelan ludah. "Aku percaya dengan kamu. I guess I'm jealous."

Clarence mengangkat bahunya. "Iya kamu memang cemburu."

Landon pikir Clarence akan terkejut, akan tetapi dirinya sendirilah yang terkejut.

"Walaupun aku tahu kamu tidak mungkin mencintai aku. Tapi tidak ada pria yang menonjok pria lain yang sedang memeluk perempuannya kalau bukan karena cemburu."

Landon sedikit tertohok dengan kalimat Clarence. "Hidup aku tidak pernah sama setelah kamu datang Clarence."

Clarence tersenyum ironis. "Kamu pikir hidup aku berjalan normal dengan adanya kamu di dalamnya Landon?"

"Aku bohong kalau aku bilang aku tidak suka dengan perubahan itu."

"Aku juga tidak ingin berbohong."

Landon mengangguk.

Hening.

"Jadi, apa yang perlu kamu ambil Landon?" tanya Clarence memecah keheningan.

Landon melebarkan matanya. "Ah iya. Aku akan ke atas untuk ambil sesuatu itu."

Clarence mengangguk. Dia membuntuti Landon untuk naik ke atas. Bedanya, Clarence langsung mask ke dalam kamarnya ketika Landon masih berjalan ke arah kamar miliknya.

Clarence menatap dirinya di cermin kamar mandinya. Tangannya terangkat ke dadanya. Dentuman jantungnya sangat amat keras saat ini. Landon cemburu padanya. Hidup pria itu berubah karenanya. Dan pria itu menyukainya.

Semua fakta itu membuat jantung Clarence hampir saja jatuh ke lantai tadi. Dia tahu inilah bahaya dan konsekuensi dari pernikahan palsu mereka. Sama seperti Landon yang sadar kalau ia sedang cemburu. Clarence sadar perasaannya untuk pria itu tidak sama lagi.

Clarence menghembuskan nafasnya. Untuk saat ini ia tidak ingin memikirkan perasaan ini. Ada hal yang jauh lebih mengganjal di pikirannya. Seseorang sedang membuntutinya. Entah sejak kapan.

Clarence menyadarinya ketika ia keluar bersama Aidan tadi. Mobil merah yang sama seperti yang mengikutinya sejak ia keluar dari kantor Landon, parkir di sekitar rumahnya. Kacanya terlalu hitam bagi Clarence untuk tahu apakah ada pengemudi di dalam mobil itu atau tidak. Bahkan saat ia keluar bersama Sarah, Clarence ingat mobil itu terparkir di dekat mobilnya.

Dan Clarence merasakan rambut di badannya berdiri saat ia menyadari itu adalah mobil milik—

"Claire?"

Clarence terlonjak seketika dan pikirannya buyar ketika suara Landon menggema di kamarnya. Suara ketukan kemudian terdengar.

"Ya?" kaa Clarence sembari berjalan mendekati pintu. Tidak butuh waktu lama sampai Claire berhasil menggapai gagang pintu dan membukanya untuk mendapati Landon berdiri di depan pintunya dengan membawa amplop coklat.

"Aku perlu paspor dan visa kamu," kata Landon tiba-tiba.

Clarence menaikkan alisnya. "Untuk apa?"

"Untuk memastikan kamu tidak akan kabur."

Clarence menganga, kehabisan kata-kata. "Landon, kamu tahu aku sedang marah dengan kamu. Apa ini salah satu rencana untuk membuat aku tambah marah? Jangan konyol! Aku tidak akan kabur."

Landon tidak mau kalah. "Please? Aku akan kembalikan setelah kamu memaafkan aku."

Clarence sudah malas untuk mendebat pria konyol di depannya. Ia memutar matanya kemudian berjalan ke arah lemari tempat ia menyimpan visa dan paspornya.

Ia berjalan kembali ke arah Landon dan langsung menyerahkannya. "For your information Mr. Najandra. Rencana kamu untuk membuat aku bahagia sepertinya tidak berjalan lancar sama sekali."

Landon menghembuskan nafasnya. "Trust me," adalah dua kata yang keluar dari mulut Landon. Pria itu kemudian mengecup cepat Clarence di kening.

Clarence memejamkan matanya rapat-rapat karena kesal.

Sabar, Claire.

Landon masih bediri di depannya. Rait cemas terlihat di wajahnya. Sepertinya menunggu reaksi Claire.

Claire menghembuskan nafasnya. "Sini handphone kamu," katanya.

Landon menatap bingung namun tidak bertanya. Dengan cepat ia merogoh kantong celananya kemudian menyerahkan apa yang diminta Clarence.

Claire mengetuk-ngetuk ponsel milik Landon beberapa saat sebelum mengembalikkannya kepada pria itu.

"You better go, Landon. Kerjaan kamu tidak akan mengerjakan dirinya sendiri ketika kamu berlama-lama di sini," kata Clarence.

Landon tersenyum kemudian mengangguk. "See you," katanya sebelum berjalan turun ke bawah.

Setelah suara Landon tidak terdengar, Clarence berjalan je bawah untuk mengambil ponselnya. Ia kemudian membuka pesan yang ia kirimkan dari ponsel Landon.

Sebuah kontak.

Clarence memekannya dan pada dering ke tiga, telponnya diangkat.

"Halo, Arina? Bisa kita bertemu besok?"

Deep AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang