Tiga Puluh Satu

8.7K 581 10
                                    

Clarence duduk diam di salah kursi yang sudah disiapkan atas namanya. Karena dia memakai jas sialan Landon, tidak etis baginya untuk berdansa menggunakan jas kebesaran itu.

Clarence sekarang merasakan dilema yang berkepanjangan. Di satu sisi, dia berhasil membuktikan bahwa Landon tidak benar-benar serius ketika mengatakan dia tidak perduli. Tapi kelakuannya yang meninggalkan tanda di tubuh Clarence benar-benar membuat Clarence merasa dirinya murahan.

Clarence mendengus kemudian meminum anggurnya lagi. Landon saat ini sedang berbicara dengan beberapa orang entah siapa, lumayan jauh dari sana. Clarence tahu, walaupun dia sedang bicara, Landon tetap memperhatikannya. Menancapkan matanya di Clarence. Menyebalkan.

"I guess the plan is work. Iya kan Claire?"

Clarence menoleh dan mendapati Aidan sudah bergabung dengannya di meja. Clarence mendengus sebal. "Berhasil apanya!"

Aidan menaikkan alisnya, "Buktinya, dia tadi mati-matian nyuruh kamu pake jas ini kan?" Clarence menatap Aidan lama. "Tadi, aku liat kamu debat sama dia di pojokan."

Kali ini mata Clarence membulat dari balik topengnya. Kalau Aidan melihat mereka berdebat, apa dia lihat ketika Landon menandainya?

"Aku juga lihat, pas dia mencium punggung kamu. Aku tebak, dia menandai kamu, iya?"

"Such a freakin' mind reader?" Clarence menatap horor pria di depannya yang baru saja menjawab isi otaknya itu. Sementara yang di tatap hanya terkekeh.

Clarence meminum anggur putihnya lagi ketika dia merasakan sesuatu yang mencekam dan membuatnya tidak nyaman.

"Suami kamu gak bisa berhenti ngeliat ke arah sini," kata Aidan kemudian. Menjelaskan darimana datangnya perasaan mencekam itu.

Clarence mendesah. Entah karena pengaruh anggur yang dia minum atau apa, tiba-tiba Clarence berkata. "Dia gak suka liat kamu deket aku."

Aidan meninum anggur dari gelasnya sendiri. "Ya, aku kalau jadi suami kamu juga gak bakalan ngelepasin kamu sedetik pun dalam kondisi setengah telanjang kayak tadi."

Clarence memukul keras lengan Aidan. "Itu rencana kamu yang buat aku setengah telanjang!"

Aidan tertawa sembari mengelus lengannya. Dia kemudian menatap Clarence serius. "Jadi, kamu sudah puas membuktikan bahwa Landon benar-benar salah mengenai omongannya sendiri bahwa dia tidak perduli?"

Clarence menimbang sejenak. "Ya, dia bilang, dia perduli."

"Kamu masih mau membuktikan sekali lagi?"

"Hah?"

"Yes or no?"

"I think, enough. So, no."

"Tapi aku belum puas," dan dengan itu Aidan tiba-tiba mencium pipinya. Membuat Clarence tersentak dan langsung menoleh secara otomatis ke arah Landon yang kini mengatupkan mulutnya. Sialan! Dia benar-benar marah.

***

Landon.

Clarence benar-benar membuat perasaanku jungkir balik. Tidak cukup dia mengejutkan aku dengan menggunakan baju yang membuatnya setengah telanjang. Sekarang dia dengan santainya duduk manis bersama Aidan sialan itu.

Aku sudah bersumpah untuk tidak akan memiliki perasaan berlebih kepada perempuan manapun selain Ava. Tapi, Clarence. Dia entah bagaimana selalu membuat sisi posesifku keluar terus. Awalnya aku benar-benar tidak perduli dengan apapun yang dia lakukan. Dia juga tidak menunjukkan sikap perduli terhadap aku dan pernikahan ini.

Deep AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang