Only Hopes — Mandy Moore
Satu bulan. Dan Landon masih menunggu.
Kehidupannya berjalan seperti biasa dalam sebulan ini. Sebulan setelah dia dan Clarence terakhir bertemu di rumah sakit di Lombok. Semuanya seperti biasa, minus keberadaan Clarence.
Semenjak itu, Clarence belum pernah kembali ke Jakarta. Dia masih di Lombok meskipun Aidan dan Sarah sudah kembali ke Jakarta. Untungnya perempuan itu tidak menghilang. Dia masih tetap menjawab pesan Landon dan terkadang menjawab telpon pria itu.
"Landon, kamu tidak akan memakan makanan kamu?"
Landon menaikkan kepalanya setelah sedari tadi menunduk untuk melihat handphonenya. Alvareo menatapnya dengan datar sembari menunjuk piringnya yang masih sama seperti saat baru dibawa oleh pelayan.
Landon menghela nafasnya kemudian menaruh handphonenya di atas meja. Pria itu memulai makannya dengan berat hati.
"Clarence belum menghubungi kamu?"
Landon menggeleng.
"Dia belum membalas pesan saya."
"Kalian seperti orang yang pdkt tahu? Dan kamu seperti cowok abg yang digantungi oleh cewek yang tidak mau ke kamu."
"Saya adalah cowok dewasa yang digantungi oleh cewek yang mau ke saya. Dia hanya sedang ragu, dan saya sedang menunggu."
Alvareo menggelengkan kepalanya heran dan memilih untuk diam melanjutkan makannya. Rekannya itu benar-benar terlihat sedang digantungi. Dan dia benar-benar head—over—heels dengan Clarence.
Handphone Landon yang ditaruh di atas meja bergetar dan dengan cepat pria itu mengangkat telpon yang masuk.
"Claire?"
"...."
"Halo?" Landon menyapa sekali lagi.
"Ini Aidan."
Landon menaikkan alisnya kemudian melihat layar ponselnya. Caller id yang tertera di sana sama sekali bukan Clarence. Itu adalah Aidan.
"Oh, iya. Kenapa?"
"Saya cuma mau bertanya. Apa Clarence sudah menghubungi kamu? Karena seharian ini dia tidak menjawab pesan saya atau mengangkat telpon."
Landon kesal dengan fakta bahwa Aidan sama berkerja kerasnya dengan dia dalam menghubungi Clarence. Namun, fokus utama Landon bukan itu sekarang.
"Dia tidak menjawab pesan dan telpon kamu?"
"Ya, dia juga tidak menjawab telpon Sarah dan sekarang Sarah sangat panik. Masalahnya adalah, Clarence bilang dia akan kembali ke Jakarta pada penerbangan pagi. Dan Clarence tidak bisa dihubungi."
Landon merasakan seluruh dunianya berhenti pada satu titik. Semuanya mengabur dan telinganya terasa tidak berfungsi. Clarence balik dengan penerbangan pagi namun tidak bisa dihubungi?
"Kamu bercanda," katanya dengan datar.
Alvareo menyadari reaksi Landon dan langsung menatap pria itu bingung.
"Saya asumsikan dia juga tidak menjawab telpon kamu kan?"
"..."
"Landon, jangan panik dan coba hubungi mertua kamu. Saya akan coba menghubungi hotel tempat Clarence menginap. Dan hubungi saya kalau kamu menemukan Clarence."
Sambungan telpon mereka terputus.
Landon diam. Otaknya terlalu penuh dengan rasa panik saat ini. Dengan linglung dia berdiri kemudian melarikan tangannya ke wajahnya. Landon menopang tubuhnya dengan dua tangannya di meja.
Clarence menghilang. Dia seharusnya pulang. Tapi dia menghilang.
"Ada apa Najandra?"
Landon tetap diam dan berusaha bernapas dengan berat. Dia lupa cara bernapas, dia tidak bisa bernapas.
"Claire, hilang," kata Landon sembari mencengkram meja.
Perasaan yang ia rasakan ketika tahu Ava meninggal karena insiden pesawat jatuh saat itu kini ia rasakan kembali. Tapi kali ini dia lebih sakit. Karena ini Clarence, bukan Savanna.
"Hey, calm down. Pertama coba hubungi dia lagi," Alvareo ikut berdiri.
Landon menarik nafas dengan berat dan mengambil ponselnya. Dia mencoba menghubungi Clarence tapi nomor perempuan itu tidak aktif. Nafasnya semakin berat. Bayangan akan pertemuan terakhir mereka di Lombok membuat Landon takut kenangan itu akan menjadi saat terakhir dirinya melihat Clarence.
Landon menarik nafasnya dalam kemudian berdiri tegak.
"Saya akan pergi ke rumah orang tua Clarence."
Alvareo belum sempat menjawab ketika Landon lebih dulu berjalan pergi meninggalkan Alvareo sendiri di restaurant itu.
Landon menenangkan dirinya dengan mengatakan bahwa Clarence baik-baik saja dan mereka akan segera bertemu. Clarence sudah akan pulang dan itu artinya dia sudah selesai melarikan diri. Kemungkinan besar Clarence pulang karena dia sudah mempercayai Landon.
Tapi, Clarence menghilang.
Landon buru-buru menepikan mobilnya membuat satu mobil di belakangnya membunyikan klakson dengan keras dan panjang.
Landon melonggarkan dasinya kemudian membuka kancing kerahnya. Dia bernapas dengan pendek dan cepat. Tangannya mengepal dan memukul stir kemudi mobil itu.
Dengan rahang yang terkatup, Landon mengambil ponselnya dan segera menelpon Giana Millard.
"Halo, Landon?"
Suara Giana Millard membuat Landon sedikit tenang dan berharap.
"Ma, apa Clarence menelpon Mama hari ini?"
"Hari ini, belum. Kenapa Landon?"
Landon merasakan jantungnya berhenti berdetak.
"Tidak apa, Ma. Kalau begitu aku matikan ya," kata Landon berusaha menjaga intonasinya setenang mungkin.
Setelah sambungan telpon terputus, Landon buru-buru mencari 'kecelakaan pesawat' di mesin pencari. Tangannya terasa dingin ketika dengan cemas Landon menatap hasil pencariannya. Perasaannya sedikit membaik ketika tidak menemukan satupun berita tentang kecelakaan pesawat.
"Tenang Landon. Tenang, tidak akan ada yang terjadi dengan Clarence dia baik-baik saja," Landon menaruh kepalanya di setir kemudi sembari mengulang-ngulang rangkaian kata-kata itu.
Ketika perasaannya mulai tenang, Landon kembali menjalankan mobilnya, tanpa tahu harus kemana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deep Affection
Romance((FINISHED)) He loves her, but his past doesn't allow him to love her. She loves him, but she doesn't let her feeling shown. They're just too afraid. - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - Kalau seseorang bilang ke Clarence satu tahun lalu kala...