Tujuh Puluh Tiga

8.9K 492 16
                                    

High Hopes — Kodaline

Landon tahu jika ia tidak segera makan makanan yang bisa benar-benar mengisi perutnya dan tidur dengan nyenyak selama delapan jam, ia akan kolaps dan masuk rumah sakit kapan saja.

Tapi pria itu tidak melakukan satupun dari dua hal itu. Saat ini ia sedang sibuk untuk menelpon Clarene berkali-kali. Tidak ada satupun dari panggilannya yang dijawab Clarence dan Landon merasa dia sudah hampir gila.

"Ini, Tuan," kata Arko sembari menyodorkan sebotol air mineral dan roti dengan bau khas kepadanya.

Landon menerima air dan roti itu setengah hati. Ia mengangguk ke arah Arko sebagai tanda terima kasih. Sebenarnya, dia ingin mengatakan terima kasih dengan keras saat ini tapi dirinya terlalu lelah.

Beberapa jam setelah ia turun dari pesawat sehabis menjalani enam belas jam melelahkan, Landon memaksakan dirinya untuk naik satu pesawat lagi menuju Lombok, dengan Arko yang dipaksa Vivianne untuk mendampinginya. Mamanya itu meminta Arko untuk menjaga dirinya yang saat ini terlihat seperti mayat hidup.

"Tuan, sepertinya kita lebih baik mencari hotel dulu. Sudah dua jam kita diam di bandara dan Tuan sepertinya perlu isti—"

Landon segera memotong dan berdiri dari posisi duduknya. "Saya perlu menemukan Clarence secepatnya."

Arko menatap Landon dengan khawatir. Ini pertama kalinya Landon seperti ini. Bahkan ketika Ava meninggal, Landon hanya mengunci diri di kamar dan menjadi introvert setelahnya, tanpa menghancurkan dirinya sendiri. Namun hari ini, pria itu tampak pucat dan lelah.

Ponselnya berdering ketika Landon meminum air mineral itu. Buru-buru dia menaruh air mineral itu dan melihat ponselnya berharap Clarence akhirnya balik menelponnya.

'Savanna'

Adalah apa yang tertera di ponselnya. Dengan segera Landon mereject panggilan itu dan memasukkan ponselnya ke kantungnya dengan cepat.

"Tuan bisa lanjut menelpon di hotel nanti," kata Arko lebih tegas kali ini.

Landon akhirnya menyerah dan memilih mengikuti kata Arko. Arko menuntun Landon ke mobil yang telah ia sewa. Sepanjang perjalanan Landon hanya diam. Roti yang Arko berikan hanya dimakan setengahnya.

Pikiran Landon kembali memutar apa yang barusan dia alami.

***

Tiga jam sebelumnya...

Landon masuk ke dalam rumah orang tuanya dan langsung berjalan ke ruang baca. Tempat mamanya menghabiskan waktu jika di rumah.

Landon mendapati mamanya sedang duduk di sofa besar di tengah ruangan, menatap kosong buku yang ia taruh di meja.

"Ma," kata Landon sambil menghampiri mamanya. Landon berdiri di depan Vivianne. "Aku sudah di sini, jadi apa yang mau Mama katakan?"

Vivianne menatap anaknya dengan terkejut. Landon terlihat kacau. Pria itu tidak bercukur dan wajahnya terlihat pucat. Rambut hitamnya juga terlihat acak-acakan. Sangat berbeda dengan penampilannya yang biasa.

"Kamu sakit? Kenapa pucat sekali?" tanya Vivianne khawatir.

Landon menghela nafasnya. "Stop Ma, aku ke sini bukan untuk membicarakan diri aku."

Vivianne menatap Landon dengan marah. "Jadi kenapa kamu ke sini Landon?"

Karena Mama menyebut nama Clarence.

"Karena Mama menyuruh aku."

Vivianne berdiri dan kini menatap anaknya dengan tajam.

"Apa yang sudah kamu lakukan terhadap Clarence? Kamu mengusir dia? Dan memilih Savanna? Arina sudah menceritakan semuanya. Tentang dia yang awalnya membantu kamu untuk membuat Clarence bahagia dan berubah merusak hubungan kamu dan Clarence dengan mendatangkan Ava."

Deep AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang