Todoroki's POV
"Aku pulang."
Walau takkan ada yang menjawab, sih.
Aku melepas sepatuku, menaruhnya dirak dengan rapi. Dan mulai menghidupkan semua lampu yang ada di rumah. Kutaruh tas ku di meja dan mulai berjalan ke dapur.
Bahan-bahan di kulkas mulai menipis. Ck, berarti beberapa hari kedepan aku harus belanja lagi.
Saat Ibu masih hidup dulu, kulkas selalu padat oleh bahan-bahan.
Sudahlah, lebih baik aku cepat memasak kare.
Pik.
"Penjahat lagi-lagi berulah di sekitar daerah A, membuat beberapa polisi tewas dan pada akhirnya berhasil di kalahkan oleh beberapa pahlawa-"
Pik.
"Hh," Aku membuang nafas berat, dan menunduk menatap piring makan malamku. Kenapa harus berita ini yang tayang disaat aku sedang makan? Aku jadi tidak mood, bahkan untuk memindahkannya ke channel lain saja aku malas. Lebih baik kumatikan.
Membuat mood hancur saja. Selera makanku jadi hilang. Terpaksa kuhabiskan. Dan dengan cekatan mencuci semuanya.
Biasanya kalau Ayah masih hidup, aku akan berlatih sebentar bersama Ayah setelah membantu Ibu mencuci piring.
Aku membuka pintu kamar, lalu menutupnya kembali. Kurebahkan tubuhku di tempat tidur.
Kesepian dalam kesendirian selama lima tahun harusnya sudah bisa berubah menjadi kesendirian dalam kesepian. Kenapa diriku tidak bisa terbiasa?
Selalu.
Andai orangtuaku tidak mati hari itu,
Andai--monster itu tidak muncul di dunia ini!
"Aku belum siap mengungkapkan kecurangan yang kulakukan."
"Kenapa aku jadi memikirkan gadis itu?" Aku membanting bantal ku ke lantai. Lalu menutupi wajahku dengan kedua tangan. Rasanya kesal sekali. Bisa-bisanya perempuan itu memenuhi pikiranku sejak dia mengaku berbuat curang.
Rasanya ada sesuatu yang familiar tentang dirinya.
"Ibu! Ayah!"
Aku mengangkat tubuhku menjadi posisi duduk. Keringat mengucuri pelipis ku. Jantungku memompa dahsyat. Memori itu dengan seenaknya terbesit saat aku menutup mataku.
"Aku sudah bersumpah.."
Aku mengepalkan tangan, dan gigiku mengeluarkan suara bergemeletuk.
"..untuk membunuh dia, yang membunuh orang tua ku!"
-O-
3rd POV"Aku pulang."
Aneh, tidak ada yang menyahut salam mu.
"B-bibi?" Kau celingukan setelah melepas sepatumu. Sampai akhirnya kau menemukan sticky note di pintu kulkas. Singkat saja, isinya tentang bibi yang izin untuk keluar dan menyuruhmu untuk memakan mi saja.
Toh, itu menyenangkan. Kau hanya boleh makan mi seminggu sekali. Bibi yang mengatur semuanya.
"Selamat makan!"
Aneh, hambar.
Kau hanya tersenyum tipis.
BRAK!
"Ugh.." Kau baru saja membuat seisi rumah berdentum karena kepalan tanganmu yang memukul meja. Mangkuk mi hampir saja jatuh menghantam lantai kalau kau tidak gesit menangkapnya. "Apa yang barusan kulakukan.."
Ini gara-gara Todoroki tadi.
"Sejak awal kekuatanmu memang tidak jelas, y/n!"
"BERISIK! LAGIPULA APA HAKMU UNTUK TAHU?!" Kau memegangi kepalamu stress. Kucir rambutmu bahkan lepas dan menyisakan rambut pendek mu yang berantakan.
Kau seharusnya bersyukur bahwa Todoroki tidak tahu dan hanya melihat batu ungu itu jatuh.
Matamu semakin perih.
"Apa kata semua orang..
..kalau mereka tahu kekuatanku?"
-O-Halo~
Akhirnya update juga ya ehe
Maaf kalau pendek~~ Ini ngebuatnya pas lagi di bandara, soalnya author mau berangkat ke Jogja dari Palembang.Iya, sendiri.
Di jogja sekolah ngasrama sihDan kayaknya sehabis chapter ini, Se akan berfokus di konflik masa lalu nya mereka berdua ehe kalian juga pengen tau kan?.
Terima kasih!
KAMU SEDANG MEMBACA
When Frozen Melts [todoroki shouto X reader]
FanfictionKau hanya siswi yang menyimpan dosa besar mengenai kecurangan yang menjadi rahasia bakat yang selalu menghantui kehidupan normal mu. Dan dia hanya siswa bersurai merah putih pendiam penyimpan dendam karena kejadian masa lalu yang sudah membuat hati...