Matahari semakin turun, jatuh dengan anggun di ufuk barat. Membuat lampu jalanan menyala, dan segala yang melintasinya berbayang.
"Nah, kita berpisah disini." Kau berhenti sebentar, menoleh pada Todoroki. Tersenyum tulus. "Terima kasih."
Todoroki mengangguk. Agak kecewa karena tidakjadi mengantarmu sampai ke rumah. "Hati-hati. Sekali lagi, maaf untuk hari ini, y/n."
"Aku juga." Kau meringis, menggaruk pipi canggung. Todoroki tersenyum tipis. Ia berbalik, kemudian berjalan menuju arah lain yang menjauhi posisimu.
Kau menarik napas, menghadap jalan yang akan membawamu pulang. Nampak begitu sepi.
Baguslah.
"AAAAAAAAAHHHHHHH!"
Tidak mampu menahan luapan euforia, maka kau berteriak lantang--kau yakin Todoroki bisa mendengarnya--dengan kakimu yang berlari cepat mengukur tiap jengkal jalanan aspal.
Rasanya senang sekali. Benar benar senang sekali!
Kau terpaksa mengerem langkah lebar cepat mu ketika ponsel pada saku-mu bergetar. Dengan cepat tanganmu meraihnya, dan menjawab panggilan masuk itu tanpa melihat nama yang tertera.
"Haloo?" Gawat, rasa bahagia sampai memengaruhi suaramu juga.
"Kelihatannya kau bersenang-senang."
Saat itulah, kau merasa segala perasaan euforia dan segala kejadian lampau yang membahagiakan yang baru saja terjadi padamu hari ini seakan patah. Luluh lantah tak bersisa, hancur bagai pecahan kaca.
Kau mendesis. "Apa masalahmu?"
"Yah, tidak masalah selama kau melakukan pekerjaan mu dengan baik."
Genggamanmu pada ponsel semakin kencang, gatal untuk membantingnya ke tanah sekarang juga.
"Bagaimana perkembangan misi-mu?"
"...Belum. Tidak ada timing yang tepat."
"Ah, begitu. Tapi sepertinya kau benar-benar menikmati bersekolah disana, ya."
"Ya, memang, dan jangan campuri kehidupan pelajar normalku!
"Wah, wah. Lupa pada apa yang aku punya?"
Jantungmu mencelus, seakan jatuh pada bumi. Gigimu bergemeletuk, marah.
"Maafkan aku."
"Tidak apa. Toh kau memang lagi masa-masanya memberontak."
"Ah, ya. Malam ini-"
Keringat mengalir di sekujur tubuhmu, bertanda kau panik. Kau memohon dalam nurani, tolong jangan ada perintah.
"-ada pekerjaan."
Tidak, jangan. Jangan lagi.
"S-siapa?"
"Hero kelas atas, rincinya akan kukirim lewat pesan saja.
Ah, ya, langsung bunuh saja dia.
Nah, selamat bekerja."
Telepon diputus dan kau sekarang benar-benar membanting ponsel ke jalan aspal.
Tanganmu mengepal hebat, hingga akhirnya memukul tembok pagar trotoar dan membuat kepalanmu lecet mengeluarkan darah. Tidak sakit, sama sekali.
Tidak sesakit hatimu yang sudah tercabik sejak dulu. Bahkan sebelum usiamu lima tahun.
"Shigaraki Tomura sialan!"
--------*GASSPPPP*
Y/N sama Shigaraki Tomura ada apa yaa uweeee masa lalu y/n sebentar lagi kebukak nih hahahahahahahahaha
Yak, terima kasih sudah membaca.
Tunggu kelanjutannya:)!
KAMU SEDANG MEMBACA
When Frozen Melts [todoroki shouto X reader]
FanfictionKau hanya siswi yang menyimpan dosa besar mengenai kecurangan yang menjadi rahasia bakat yang selalu menghantui kehidupan normal mu. Dan dia hanya siswa bersurai merah putih pendiam penyimpan dendam karena kejadian masa lalu yang sudah membuat hati...