#14

3.1K 503 48
                                    

Begitu kau masuk rumah, kau disambut oleh Bibi yang tengah menatapmu bingung. "Y/n, kenapa terduduk di depan pintu begitu?"

Kau mengangkat dagu, tersenyum kikuk. "Tadi ada anjing buesaaarr yang mengejarku!" Kedua lenganmu diputar, melukis lingkaran besar pada angin. Menggambarkan makna kata 'besar'.

Bibi tersenyum tipis. "Tapi kau tidak berkeringat?"

"Masa?"

Bibi mengangguk. Tersenyum lebih lebar.

Senyum Bibi membuatmu kalah. Kau berdiri, melepas sepatu dan menatanya di rak. "Aku cuma.. sedikit gugup diantar pulang oleh teman sekelasku." ucapmu seraya melangkah menuju pintu kamar.

"Sungguh? Teman sekelas?" Mata Bibi membulat. "Kenapa tidak kau ajak masuk?" Bibi mendekat kearah jendela yang dipasang disamping pintu, hendak mengintip luar. Membuat mu yang sudah menyentuh gagang pintu kamar langsung putar balik berlari menghampiri bibi.

"Bibi-"

"Astaga, y/n! Itu bukannya anak Endeavor itu, ya?" pekik Bibi semangat. Kilauan tersirat di matanya.

Kau mengerucutkan bibir, ikut melirik bayangan punggung Todoroki yang semakin menjauh dari balik kaca. "Ah, tauk ah!"

"Kasihan sekali ya, orang tuanya dibunuh saat ia  masih kecil.." desah Bibi, kembali menutup tirai jendela. "Sama sepertimu, ya."

Tidak hirau, kau diam menatap arah lain. Tertegun.

Sama.

"..ya." Kau menggaruk pipi dengan jari telunjukmu pelan seraya berbalik, kembali meniatkan diri untuk masuk ke kamar.

Ya, benar sekali. Kami sama.

Terdengar teriakan Bibi dari luar kamar. "Jangan lama-lama lho, cepat mandi lalu kita makan malam!"

"Baikk!"
-----

Blam

"Huft." Helaan napas terhembus dari mulutmu. Daging steik buatan Bibi sekarang terasa begitu mendobrak kadar rasa kenyang pada ruang perutmu. Kau menguap. "Aku ngantuk-"

"-tiDAK! JANGAN HARAP BISA TIDUR, DIRIKU!" Intonasi suaramu naik. Kau menghempaskan punggung pada sandaran kursi, duduk rapi di depan meja belajarmu.

Tanganmu meraih tas sekolah yang tergeletak di lantai. Perlahan melepas pengait yang ada dan mulai mencermati tiap-tiap isi di dalamnya.

Rasanya ingin menangis saja. Tiga belas lembar harus kelar dalam semalam.

"..Hm?"

Gerak tanganmu terhenti, terangkat ke atas dan memijit pelipismu yang berkerut. Matamu terpejam. Oke, kayaknya aku terlalu ngantuk. Sekali lagi.

Berulang kali tanganmu sudah mengabsen tiap buku yang berderet di dalam tasmu, namun tetap berstatus nihil,

kau tidak menemukan buku cetak fisika mu.

"SERIUS?!" Bahkan kau sudah menumpahkan seluruh isi tasmu ke lantai, tapi buku fisika dimana soal-soal tugasmu tertera benar-benar lenyap. Pikiranmu kosong, rasionalitas hilang.

Kalau tertinggal di sekolah, maka hidupmu sampai sini saja. Mustahil menerobos Yuuei dengan sistem keamanan yang seperti itu.

Ah, tidak. Tidak mustahil, sih, dengan quirk yang kau punya.

Tapi tetap saja tidak bisa!

"AH, MAMPUS!" Kau mengamuk. Mencabik-cabik bantal kasar dan menggigitnya ganas. Pasrah pada keadaan, namun juga tidak terima.

Ah ya, bisa jadi terbawa oleh Todoroki.

Benar juga. Kau mulai merasa pintar bisa berpikir tajam. Lantas kau meraih ponsel, hendak menghubungi.

Namun jarimu tak bergerak sama sekali. Karena atas dasar kenyataan, kau tidak mempunyai kontak Todoroki.

Tidak- kau belum mempunyai kontak teman sekelasmu sama sekali. Kau tidak pernah meminta balik ketika semua orang meminta nomormu. Gila.

"Sudahlah, terima sajalah jika aku harus digantung oleh Aizawa-sensei." keluhmu serak. Tengkurap seraya membenamkan kepala pada bantal.

Drrt

Matamu membulat, merasakan getaran pada genggaman.

Kau menegakkan punggung, duduk bersandar pada dinding. Menatap layar smarthphone mu yang bergetar. Matamu menyipit. Unknown number?

"Halo?" jawabmu ragu. Siapa, sih, yang tidak waswas mengangkat telepon masuk dari nomor asing?

"Y/n?"

Seketika jantungmu berhenti memompa.

"I-ini-"

"Ini aku, Shoto."

Genggamanmu terlepas. Buru-buru mengambil lagi ponsel yang terjatuh (pada kasur, untungnya).

"Ah, Todoroki? Ada apa? Kenapa bisa tau nomorku?"

Karena seingatmu, Todoroki memang tidak pernah meminta kontak mu.

"Aku meminta kontakmu dari Yaoyorozu."

"O-oh? Kenapa?"

"Buku fisika mu terbawa olehku."

Kau mengulum senyum miring. Kan.

"Syukurlah, aku pikir tertinggal di kelas! Ah, tapi aku juga sempat berpikir terbawa olehmu, sih."

"Kau gak bakal bisa mengerjakannya kalau tertinggal di Yuuei. Kau beruntung."

"Ya, deh, ya. Lalu sekarang?"

"Aku akan kesana. Tunggu."

"Hah? Sebentar-- kerumahku? Sekarang juga?"

"Kau tidak mau buku fisikamu balik?"

"Tidak tidak, tentu saja mau! Tapi-"

"Yasudah, dah. Aku izin pada kakak perempuanku dulu."

Terdengar nada beruntun. Panggilan diputus sepihak.

Kau perlahan-lahan menurunkan tangan, jatuh pada kasur dan melepaskan ponselmu.

Rasanya sulit sekali untuk bernapas selama panggilan berlangsung.
------

Mau dong ya ditelpon Todoroki HAHA APASI:((

Aku lagi niat nih jadi nulisnya panjang wkwk liburan gaada kerjaan soalnya

Terima kasih sudah membaca yaa, tunggu kelanjutannya!

:)

When Frozen Melts [todoroki shouto X reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang