#23

2.6K 427 92
                                    

Kau dan Midoriya mulai merasa tenang, meski Midoriya masih melirik takut tubuh Kamui yang tidak bergerak sedikitpun.

Kau juga merasa sedikit bingung. Biasanya kau akan langsung meninggalkan korban begitu saja dan membiarkan polisi atau siapalah menemukannya. Tapi ini berbeda, kau rasa Midoriya akan keberatan bila Kamui ditinggalkan begitu saja.

"Perlu kau tahu," Kau menarik napas. "Kamui benar-benar sudah meninggal. Tidak bisa diapa-apakan lagi."

Midoriya mengangguk pelan. Tangannya berubah mengepal.

Kau merasa bersalah. Ah, daridulu juga kau memang bersalah.

Kau mengeluarkan ponsel, mengetik nomor polisi. "Halo, polisi? Ah, aku butuh bantuan di gang dekat supermarket X cabang 5. Terima kasih." Kau mematikan panggilan, membuang napas.

Kau menggenggam ponselmu, membuatnya hancur jadi debu. Menghilangkan bukti jika seandainya pelacakan terjadi.

Midoriya terbelalak. "Quirk itu mirip seperti milik seseorang. Eh, tapi tidak mungkin, ya."

"Tidak, kau benar," Kau menyela ucapannya. "Shigaraki Tomura memang meminjamkan quirknya padaku."

Wajah Midoriya menegang, keterkejutan dua kali lipat. "Shigaraki Tomura?!"

"Midoriya, aku mohon, kita harus cepat pergi. Tolong pegang tanganku." Kau mengulurkan tangan. Midoriya hanya menatapnya, ragu. Membuatmu semakin khawatir. "Aku tidak akan mengambil quirkmu, tolong percaya padaku."

"..Baik." Midoriya mengangguk, meraih tanganmu. Dalam waktu satu kedipan mata, pemandangan gang sempit itu hilang. Tempat berpijak kalian berganti, menjadi atap sebuah gedung tinggi.

"E-eh? T-teleportasi?" Kepala Midoriya berputar, menatap sekeliling. Kota Tokyo yang terhampar terlihat indah dari atas atap ini, berkelip anggun.

"Keren, kan?" Kau berusaha tertawa setelah semua ketegangan. "Ini quirk Bibiku. Triple T. Telekinesis,Teleportasi, dan Telepati." Kau berjalan, duduk pada pinggiran dinding pendek yang memagari sekeliling atap tersebut. Tidak merasa takut sama sekali dengan kakimu yang terjuntai bebas ke arah bawah tanpa pijakan apapun.

Midoriya menyusul, ikut duduk disampingmu. Tidak seberani dirimu, ia agak was-was dengan ketinggian dan takut menjatuhkan dirinya sendiri.

"Tokyo pada malam hari itu memang selalu indah, yaa!" Kau menunduk, mengatup-ngatupkan jemari.

Midoriya bergumam kecil, mengukir senyum hangat. "Kau benar."

Kau ikut tersenyum tipis, masih menunduk. Menutup mata, siap mengisahkan segala. "Kau tahu, Midoriya? Sebenarnya, aku sedikit berbohong mengenai quirk yang aku punya."

"Eh? Begitu?" Midoriya menatapmu, agak terkejut.

Kau mengangguk. Tangan kirimu terangkat, memperlihatkan apa yang sedang kau genggam. "Batu ini terlihat lebih besar dan berkilau dari milik Uraraka, kan?"

Midoriya setuju. Sebagai tanda, ia mengangguk.

"Sebenarnya," Kau menarik napas, kembali menyimpan batu itu di saku kardigan. "aku tidak hanya menghisap quirk orang-orang. Aku juga menghisap jiwa mereka."

Mulut Midoriya terbuka sedikit, tercengang.

"Begitu aku menghisap jiwa dan quirk mereka secara seratus persen, maka seperti Kamui tadi, mereka akan jatuh. Terkulai, hilang kesadaran." Dagumu terangkat, mengalihkan tatapan pada hamparan angkasa. "Tetapi, mereka akan tetap bernapas. Singkatnya, persis seperti orang yang sedang koma."

"Dan hanya bisa sadar kembali jika kau mengembalikan batunya kedalam mereka?" Kali ini Midoriya ikut bicara, ikut berhipotesa.

"Benar." Sorot tatapmu kembali mengubah arah, jatuh berhadapan dengan Midoriya. "Tetapi Shigaraki Tomura menyuruhku membunuh Kamui. Hal itu bisa dilakukan dengan dua hal.

When Frozen Melts [todoroki shouto X reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang