#74

1.4K 227 37
                                    

Satu hari lagi—besok.

Suaramu tidak terdengar menyahut ketika Pak Aizawa mengabsen di pertemuan pagi hari ini. Semua orang tentu saja sudah menduganya dan jelas tahu kenapa, tapi dahi Pak Aizawa hanya berlipat kesal ketika Midoriya malah memintanya untuk mengumpulkan guru-guru saat jam pulang sekolah nanti. Dipikirnya mungkin kau kabur lagi, tapi hari ini Todoroki jelas-jelas duduk di bangkunya.

Todoroki tidak banyak bicara, persis seperti dirinya yang biasa. Bersikap diam dengan mata yang bergerak mengamati sana-sini.

Tapi, kelas 1-A tentu saja paham persis kalau Todoroki tidak mungkin merasa seperti dirinya yang biasa meski ia begitu.

Jadi, itu cukup mengagetkan para guru ketika mereka selesai mendengar penjelasan Midoriya dalam meeting besar—dihadiri oleh seluruh guru U.A dan kelas 1-A—di aula besar sekolah.

"Endeavor mati karena gadis itu?" Present Mic terperangah seperti orang tolol, membuat Pak Aizawa menginjak kakinya di balik bawah meja. Jeritan spontannya cukup untuk membuat seisi ruangan reflek mengangkat tangan dan menutup telinga.

"Kapan dia—bisa-bisanya—mengambil sebagian quirk-ku?" tanya Midnight. Wajahnya tidak habis pikir dengan jemari memijat pelipis.

"Y/n-san sudah melakukannya sejak kecil, jadi mungkin bahkan sebelum Ibu jadi hero. Mungkin Shigaraki punya data mengenai itu." Jawab Midoriya. "Kita tidak tahu apa saja yang dimiliki oleh Liga Penjahat."

"Midoriya Izuku benar. Data kita mengenai Liga memang terlalu sedikit." Timpal Kepala Sekolah.

"Tapi, meski begitu." All Might sudah daritadi nampak berapi-api. Kepalan tangannya semakin mengencang di atas meja. "Kita tetap harus menyelamatkan anak itu!"

"Kalau begitu, kita menghubungi hero yang lain. Yang profesional, rekan kerja kita, semuanya." Ujar Aizawa. "Ini bukan hanya tentang murid kita. Ini juga tentang menyelamakan seluruh kota. Tentang sebuah quirk legenda."

"Sebaiknya sekarang kita memulai pencarian dulu. Kumpulkan informasi, sehingga secepatnya kita bisa menyerang markas mereka dengan rencana yang sudah disusun matang. Kau bilang waktunya sampai besok ketika mataharin terbenam, kan?" tanya Cementoss, menatap Midoriya. Yang ditatap menganggukkan kepalanya kencang.

Kemudian rapat sore itu bubar. Sebenarnya, para murid disuruh pulang duluan sementara para guru mengambil alih persiapan. Memang, kalau dipikir-pikir lagi, misi menyelamatkanmu ini tergolong bahaya dan tidak main-main.

"Untuk sementara kita serahkan semuanya kepada hero. Kalian semua, jangan terlalu memaksakan diri. Gunakan kesempatan ini untuk mendinginkan kepala masing-masing, oke?" perintah Iida, meneguk liur. "Berharaplah ... kalau semua akan baik-baik saja."

Berharap.

Berapa besar keyakinan yang bisa digantung kepada kata yang sudah jelas tidak seratus persen kepastiannya itu?

Dengan kondisi seperti ini.

Todoroki membetulkan letak tali tasnya di bahu, terus berjalan.

Todoroki berjalan seperti biasa. Dengan langit merah di ufuk barat, ia pulang menuju rumah. Langkah kakinya biasa, postur badan normalnya, dan ekspresi datar yang memang daridulu lengket seperti itu di wajahnya.

Ia rasa, hari ini hatinya mati.

Setelah kemarin ditikam oleh kejadian seperti itu.

Untuk sekian lama, kemarin, ia menangis. Saat bibimu menundukkan kepala dan memohon maaf untukmu, air mata itu mengaliri pipinya. Melihat bibimu seperti itu membuat dadanya perih, semakin membuatnya paham kalau semua dosa yang kau lakukan dari kecil itu bukan kemauanmu sama sekali. Kau tidak pernah mau membuat koma abadi kepada siapapun. Kau tidak pernah mau menghabisi nyawa siapapun. Tidak pernah.

Kau dibawah kendali iblis. Selama sepuluh tahun. Lebih.

Gerakan kaki Todoroki berhenti. Pemuda itu memejamkan mata erat sampai dahinya mengerut dalam. Ia mendongakkan kepala dan menarik napas panjang, karena sekarang semuanya mulai terasa berat lagi.

Sesuatu menyentuh bahunya dari belakang.

Todoroki terkesiap, menoleh.

Lalu, semuanya hitam.

Tubuh tegap itu terhuyung, jatuh menghantam jalan gang belokan.

Sepi. Apalagi hari mulai gelap dengan bola surya yang sudah lenyap dari langit. Tidak akan ada orang yang lewat sini tanpa peringatan, seperti suara tapak sepatu yang terdengar mendekat dari kejauhan saking heningnya.

Kau menatap Todoroki yang terkapar, lalu mengambil batu ungu yang berguling keluar dari bahunya dan menatap detailnya yang bersinar indah.

Kau tersenyum iba, mengeluarkan pisau dari saku jas.

"Pada akhirnya—"

Pisau tajam itu diangkat tinggi-tinggi, mengacungi Todoroki. Lalu tanpa basa-basi mulai melesat dan berayun dengan cepat.

"Semua tetap jadi begini."

--------------------------

uh
halo:D!

((HALO APANYA HAH BEGO UDAH GA UPDATE SEKITAR 2 BULAN LEBIH DASAR TIDAK BERTANGGUNG JAWAB-))

HUHUHUHUHU IYA MAAP

Maaf ya baru up sekarang:") serius deh.
Se sekarang lagi UAS dan dari kemarin sibuk banget gara-gara osis /sombong/ tapi sumpah rasanya capek banget semenjak masuk SMA hhhjHJHJjhjhjhjhSssj maaf banget ya pembaca sekalian, mengecewakan banget akutu hiks /memang

Selalu, terima kasih atas perhatian dan waktu kalian--juga kesabaran kalian--dalam membaca dan mengikuti fanfiction ini,
Tunggu terus kelanjutannya, ya!

I'm really sorry:').

 

When Frozen Melts [todoroki shouto X reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang