#52

1.8K 294 57
                                    

Kau menepuk pipi sendiri. "Coba ulangi."

"Tolong panggil aku Shouto." Yang di depanmu ini mengulang perkataannya dan kau tidak bisa mengelak lagi.

Todoroki memintamu untuk memanggilnya dengan nama depannya.

"Ada apa memangnya?" tanyamu dengan dahi terlipat.

Todoroki memalingkan wajahnya darimu. Tidak memberi jawaban apapun.

Kau terbatuk pelan. "Todoroki itu nama yang sudah cukup keren untuk dijadikan panggilan!"

Todoroki gesit menatapmu. "Berarti nama depanku tidak keren?"

Kau melotot. Bukan begitu maksudmu.

Dahi Todoroki mengerut. Kau tidak mengerti kenapa wajahnya jadi sepias itu. Hei, ini cuma masalah nama dan dia sendiri yang memulai.

"Begini saja, deh, kau tadi belum kasih tau alasannya, kan?" lanjutmu. Kau berusaha menegakkan punggung dan bergerak duduk.

Todoroki menahan bahumu, memaksamu berbaring kembali. Itu membuat jantungmu kau rasa meloncat dari tempatnya.

Wajahnya meneduhimu. Beberapa helai surai warna rambut gandanya yang lebat jatuh  menambahi gelap. Tangannya mendorongmu, membuatmu terhempas kembali pada bantal.

Dan ia tidak melepaskan tangannya.

"Y/n." Suara seraknya melantun namamu. Tegas, bagai menegur. Tapi di sisi lain juga begitu mempesona.

Kau tidak menjawab. Lebih memilih fokus pada sepasang manik heterokom yang begitu dekat di hadapanmu.

Setelahnya pemuda itu mengerjap, mendengus pendek dan segera mengambil jarak lagi dengan duduk kembali di kursinya. "Lupakan saja."

Jantungmu berdegup hebat. Sesaat pikiranmu kosong sehingga lumpuh semua raga untuk sekadar bereaksi. Satu-satunya yang bertindak cepat hanya jantungmu, yang memacu,  membalap makin cepat dan cepat.

Kesadaranmu pulih, lalu rasanya semuanya makin terasa gerah. Dasar, bikin demamku makin parah saja!

"Todoroki," ucapmu dengan suara dengung, gara-gara sulit bernapas. "Biasanya, yang pakai nama depan itu orang yang benar benar dekat, kan."

Todoroki bergumam pelan, menatapmu tanpa arti.

Kau mendengus, tapi tersamar jadi sebuah batuk. "Maksudku, yang benar-benaar dekat. Seperti, pacaran? Suami-istri, begitulah."

"Oke," Todoroki menggedikkan bahu. "Kalau begitu, mulai sekarang kita pacar-"

Belum selesai kalimat yang hendak dilontar Todoroki, tiba-tiba pintu geser UKS dibuka dan terdengar suara nyaring seorang nenek tua yang khas. "Permisi! Katanya ada yang sakit, yaa?"

Kau berjengit, kaget. Tidak menyangka suara selantang itu akan masuk ke dalam percakapan. Kau membuang napas, entah kenapa sedikit lega.

Todoroki--entah kenapa--terlihat syok sekali.

Sejenak kemudian, Recovery Girl itu sudah menyibak tirai gorden pembatas kasur dan mata kalian bersibobok.

"Ah," celetuk Recovery Girl. "Demam ya? Wajahmu merah sekali."

Kau mengangguk kikuk. Tak lupa tersenyum.

"Oke! Serahkan padaku. Nah, nak, kau yang menungguinya, kan? Kau bisa kembali ke kelas." lanjut Recovery Girl sembari beralih pada Todoroki. Kemudian beliau berbalik, mengambil sesuatu di rak obat.

Todoroki berdiri. "Baik." Wajahnya kembali normal seperti biasa.

Kau berdeham. "Sebentar, tadi kau mau bilang apa?"

When Frozen Melts [todoroki shouto X reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang