"Akhir-akhir susah untuk membangunkanmu, y/n."
Niat untuk menyendoki omelet ke mulutmu terurungi. Kau berkedip. "Masa?"
"Iya." Bibi melahap omelet miliknya. "Biasanya bunyi alarm sanggup membuatmu bangun, kan? Kini Bibi harus mengetuk pintu kamarmu agar kau terbangun."
Kau mengulum bibir, mengunyah. "Kalau dipikir-pikir, benar juga."
"Ada masalah apa? Biasanya orang-orang yang begitu lagi ada banyak pikiran, lho." Bibi menatapmu hangat.
"Tidak apa. U.A kebanyakan kasih peer, nih!" gerutumu sebal, menggigiti sendokmu kasar. Bibi hanya mengangguk-angguk paham, tertawa pelan.
Walaupun sebenarnya, otakmu memang rasanya penat sekali memikirkan masalah Todoroki maupun orang tuamu.
Mata Bibi mengerling ke arah jam. "Wah, kau sudah harus berangkat, tuh!"
Kau ikut menatap jam, terkesiap. Yang diucap Bibi benar. Waktunya sudah agak mepet. "Ah, kalau begitu aku berangkat, ya, Bibi!" ucapmu sembari bangkit dari kursi, meletakkan piring dan gelas kotormu di wastafel.
"Y/n, tunggu dulu! Ini!" ucapan Bibi menghentikan langkah berderapmu. Belum menyelesaikan sarapannya, Bibi berdiri dan mengambil sebuah kotak bekal berukuran sedang dari meja dapur.
Alismu tertaut, mengerut bingung. "Apaan tuh?"
Bibi melotot, menyodorkan kotak itu padamu. "Hei, kau sendiri yang bilang mau bawa kue ke sekolahmu hari ini. Dasar pelupa, minggu lalu kau juga lupa bawa kue untuk teman olahraga malammu itu."
"Oh. Benar." Seringai malas tertarik di bibirmu. Kau mengambil kotak itu dari tangan Bibi dan menjejalkannya ke tas. "Bibi aneh, deh. Suka membuat kue, tapi tidak suka memakannya."
"Tidak aneh! Banyak kok yang seperti itu!" Bibi melipat tangan. Sementara kau masih berpikir apa ada orang seperti itu selain Bibi di dunia ini, Bibi mendorong punggungmu pelan dan memerintahi untuk segera pergi dari rumah.
"Jahaat, aku diusir!"
Adalah kalimat terakhirmu sebelum menutup pintu rumah dengan wajah sok merengut menghadapi Bibi yang juga pura-pura kesal.
Bibi tersenyum miring, juga mulai bersiap untuk pergi bekerja.
-----------Cuaca hari ini cerah, sama seperti kemarin-kemarin. Tiap paginya jalan akan penuh oleh orang-orang berseragam yang juga akan bersekolah, atau orang-orang dengan pakaian formal membawa koper tangan yang hendak bekerja dan menggali uang.
Kau membuang napas. Gedung U.A sudah nampak dari segi pandangmu. Tinggal berjalan lurus saja.
"Oi, y/n!"
Postur badanmu mendadak rubuh sedikit begitu sebuah tangan menepuk bahumu keras. Kau menoleh ke belakang garang, mendesis terusik.
"Ups, wajahnya yang santai, dong?" Kaminari terkekeh, mengudarakan kedua tangannya ke atas. "Selamat pagi!"
"Kaget tahu! Bahuku sakit, nih!" jawabmu, memijat sebelah bahu dengan bibir mengerucut.
"Maaf, deh. Sini aku pijatin." Kaminari menepis tanganmu turun dan berganti menaikkan tangannya untuk memijat sendi pangkal lenganmu. "Oh ya, y/n. Tugas kelompok milikmu sudah kau kumpulkan?"
"Sudah, dong!" Sudut bibirmu tersungging tinggi. Bangga memang rasanya mengumpulkan tugas cepat. "Lho, Todoroki juga sudah cetak tugas, kan?"
"Ya sudah, dong. Kami juga sudah ngumpulin, kok." Kaminari tertawa, menjulurkan lidah usil. "Bagaimana, sudah mendingan belum?"
KAMU SEDANG MEMBACA
When Frozen Melts [todoroki shouto X reader]
FanfictionKau hanya siswi yang menyimpan dosa besar mengenai kecurangan yang menjadi rahasia bakat yang selalu menghantui kehidupan normal mu. Dan dia hanya siswa bersurai merah putih pendiam penyimpan dendam karena kejadian masa lalu yang sudah membuat hati...