#73

1.6K 264 11
                                    

Poin catur jatuh berserakan di lantai kayu. Pemain satu maupun dua segera menoleh, memperhatikan sumber guncangan yang membuat permainan mereka terganggu.

"Padahal aku sudah berhasil mengurung Kurogiri dalam formasi skak mat yang sempurna." gerutu pemuda dengan surai abu-abu yang terlipat lepek. Tidak lain, Shigaraki.

Kurogiri membuang napas panjang. Berbeda dengan Shigaraki yang mengumpat, dia menggunakan warp-nya untuk membereskan pion-pion catur, kemudian meletakkannya kembali ke dalam kotak papan catur.

"Ada apa, y/n?" tanya Kurogiri. Ia menyodorkan sapu tangan padamu. "Mau kuambilkan es batu untuk matamu itu?"

Kau menggeram dengan mata disipitkan, menggambarkan benci. Napasmu masih berantakan, air matamu tidak berhenti keluar.

"Duh, apa-apaan ini? Ini markas penjahat, bukan konsultasi terapi untuk remaja puber yang galau." Shigaraki berdiri dari kursi bar. Langkahnya yang berjalan mendekatimu membuat lantai kayu bar yang rapuh berderit. "Jadi? Kenapa kau tiba-tiba kesini dengan mata bengkak begitu?"

Kau mendudukkan diri di lantai, menenggelamkan kepala pada kedua kaki yang kau lipat dan peluk lututnya. Mulutmu tidak menjawab, tapi punggungmu bergerak naik-turun. Jelas untuk menggambarkan bagaimana suasana tangismu saat ini.

"Apa-apaan, sih." Shigaraki menggaruk tengkuknya. Jengkel. Ia memutar badannya dan hendak meninggalkanmu menangis sendiri kalau saja kau tidak memanggilnya.

"Hei." panggilmu, dengan suara super serak.

"Apa?" Shigaraki menolehkan kepalanya, masih menemukanmu menyembunyikan wajah di atas lutut yang dipeluk dengan kedua tangan.

"Apa aku benar-benar harus membunuh Todoroki?"

Alis Shigaraki terangkat. Kemudian, Shigaraki merasa perutnya geli. Di matanya, kau terlihat saangat menyedihkan tanpa mengetahui kalau semua perintah bunuh-membunuh itu hanya sebagai keisengannya untuk penguluran waktu.

"Ah, tentu saja!" kata Shigaraki dengan nada riang. "Atau kau rela orang tuamu menjadi penggantinya?"

Kau memeluk lututmu semakin erat.

"Jangan buang-buang waktu, lho, y/n-chan~" lanjut Shigaraki. Kembali duduk di kursi bar dan meneguk minuman yang disodorkan Kurogiri. "Tinggal dua hari, kau tahu?"

Awalnya timbul jeda yang lengang seiring Shigaraki menghabiskan minumannya, tetapi kau akhirnya tetap menyahut.

"Todoroki adalah yang terakhir, kan?"

Shigaraki mengusap mulutnya dengan lengan baju, menyeringai. Terlihat dari mata yang bergerak menyipit. "Benar sekali!"

"Setelah aku membunuhnya dan menyerahkan batunya padamu, maka kau akan memperbolehkanku mengembalikan batu kedua orang tuaku ke dalam tubuh mereka, kan?" tanyamu lagi.

Oh Tuhan, pikie Shigaraki. Ia harus pandai-pandai menahan tawanya yang ingin sekali menyembur keluar. "Tentu saja!".

"Dengan begitu aku bisa hidup dengan bahagia lagi bersama orang tuaku yang sehat walafiat tanpa gangguanmu lagi, kan?"

Shigaraki tidak bisa menahan diri untuk terkekeh pelan. "Akurat. Pintar dan benar."

Setelah itu, kau mengangkat dagumu. Membuat Shigaraki dan Kurogiri terkejut. Kau memandang dua orang itu dengan tajam, merengut dengan dahi terlipat.

"Akan kulakukan itu." desismu tegas. "Jadi sebaiknya, jangan berbohong kecuali kau ingin mati juga."

Puh!

Mati, katanya!

Shigaraki akhirnya tertawa kencang. Suaranya menggaung, mengisi setiap sudut ruang. Kurogiri hanya menghela napas pendek sembari mengelap gelas dengan serbet, sementara kau meneguk liur dengan kewaspadaan tinggi ketika tawa pemuda kurus itu terdengar semakin lantang.

"Tentu saja, y/n!" ucap Shigaraki setelah tawanya terkendali. Ia melepaskan topeng tangan di wajahnya, membuatmu melihat senyum lebar yang sekarang diarahkan padamu.

Kau menggeram. Genggaman tanganmu mengepal kencang.

"Tentu saja, aku akan melakukannya sesuai keinginanmu." senyum Shigaraki, kemudian masih meneruskan ucapannya:

"Jadi, jangan berani-berani untuk tidak bertindak sesuai keinginanku pula."
--------
Awalnya situasi menjadi sulit. Iida memberanikan diri untuk menelpon Bibimu setelah melihatnya di kontak ponselmu. Tentu saja sukses untuk membuat Bibi batal lembur dan pulang dengan tergopoh ke rumah, mendapati semua murid 1-A di rumahnya kecuali dirimu.

Semuanya dijelaskan secara perlahan. Oleh Iida, dibantu pula oleh teman-teman semuanya. Midoriya lah yang paling banyak berbicara. Yah, mengingat kalau dia lah selama ini yang menjadi wadah keluh kesahmu.

Bibi menangis. Teringat kalau ada hari-hari dimana kepalanya mendadak berat saat malam baru menunjukkan jam delapan atau sembilan--dan ternyata itu perbuatanmu, dengan menggunakan quirk Midnight yang kau curi sebagian di dalam tubuhmu--dan menyadari kalau mayat kedua orang tuamu memang tidak pernah ditemukan.

Tapi, ketika Yaoyorozu menceritakan perihal quirk-mu yang sebenarnya, Bibi tidak kaget. Karena katanya, tentang itu, dia memang sudah tahu dari dulu karena orang tuamu memberitahukan itu padanya sejak dulu. Namun, ia tidak tahu kalau kejadian saat itu adalah penyerangan oleh liga penjahat, karena dulu kejadian itu hanya diberitakan sebagai perampokan.

Dimana orang tuamu dianggap dibawa pergi sebagai sandera, dan kau ditemukan dalam wajah pucat dengan tatapan kosong.

Saat itu semua orang--termasuk Bibi--mengira kalau kau mengalami trauma besar karena kehilangan orang tua.

"Ternyata itu alasannya dia sangat pendiam dan terlihat menyembunyikan sesuatu saat awal-awal masanya tinggal bersamaku.." lirih Bibi, mengusap mata entah dengan tisu keberapa.

Benar.

Itu karena kau membuat perjanjian yang membuatmu menjadi monster, menghabisi nyawa orang seenaknya. Demi hidupnya orang tuamu di tangan mereka.

Semua orang menatap iba. Apalagi ketika Bibi mulai bergerak meringsut ke lantai  dan berposisi sujud.

Menghadap Todoroki.

"Aku benar-benar minta maaf!" teriak Bibi, membuat yang lain terdiam. "Tolong, maafkan y/n, Todoroki.."

Todoroki menggigit bibirnya.

"Y/n itu benar-benar menyukaimu. Aku bisa melihat gelagatnya, apalagi ketika kau mengantarnya pulang kesini. Dia terlihat sangat, amat, senang.." lanjut Bibi. "Tolong, maafkan dosa-dosanya!"

Bibi semakin menangis. Uraraka ikut turun, menenangkan Bibi mu sembari mengusap punggungnya. Dihampiri oleh siswa-siswa lain.

Midoriya menahan napasnya, sesak. Kemudian matanya melirik Todoroki yang berdiri mematung.

Dan Midoriya bersumpah. Karena demi apapun-

Todoroki, sekarang,
sedang menangis.

Dengan dahi terlipat dan wajah tersiksanya.
----

HEHEHE BARU BISA UP SEKARANG SE BRENGSEK Y H A

keasyikan sama ensemble stars nih:(

Terima kasih sudah menunggu dan membaca,
Tunggu terus kelanjutannya, ya!

When Frozen Melts [todoroki shouto X reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang