#19

2.9K 477 140
                                    

Todoroki's POV

Benar sekali, aku kesal.

Tanpa tahu pasti penyebabnya.

Rasanya aku tidak suka melihatnya mengumbar quirk nya seperti itu. Maksudku-halo? Aku ini orang pertama yang memergokimu dan segala bebatuanmu itu,

dan kau sama sekali tidak pernah memberitahukannya sekali saja.

"Anu, boleh pinjam pensi-"

"Tidak." sahutku tegas. Andai saja dia bisa melihat jariku yang mengeras pada genggaman pensilku sendiri. Bahkan setelah menjawab begitu, aku tidak berani menatap dirinya.

Karena yang akan aku dapati, pasti hanya kebingungan dan keterkejutannya. Dan itu, hanya akan semakin memuakkan perasaanku saja.

Aku tahu dia tidak akan paham. Pasalnya, aku pun tidak terlalu.

Hanya teman. Atau, itu hanya menurutku?

Terserah anggapannya saja.
----
"Todoroki, aku makan siang disini y-"

Jujur saja, langkahku sedikit berat jika harus diseret menjauh darinya. Perutku bahkan jauh dari kata kenyang, tapi rasa-rasanya aku benar-benar kesal jika cewek itu bertingkah innocent begitu.

Aku akhirnya menyadari bahwa dka juga cukup kesal ketika suara meja berdentum mengagetkan jantungku. Aku meliriknya sepintas, yang menunduk frustasi mengacak rambut pada bangku kantin.

Aku merasa sedikit bersalah, tapi aku rasa ini yang disebut gengsi.
-----
Perasaan itu tidak luntur setitikpun. Malah y/n juga terlihat semakin kesal setelah semua perbuatannya tidak kuindahkan sama sekali.

"Hei, Todoroki."

Aku mengabaikannya, lebih memilih untuk segera pulang dan berharap bisa mendapati ketenangan.

Ada apa denganku? Aku tidak pernah merasa seperti ini dengan seorang perempuan sebelumnya.

Aneh. Membuat jengkel.

"Todoroki Shouto K-U-N!" Gadis itu muncul, menarik bahuku kasar. Aku terperanjat dan mau tak mau mengerem langkahku. "Kenapa sih, kau ini?!"

Aku membuang wajahku ke lantai. Mengesalkan, memang. "Aku? Baik baik saja." Kurasa aku hampir mendengus.

Gadis itu melangkah mundur, dan mulai bertanya lagi dan lagi. Aku sendiri, sama sekali tidak tertarik untuk menjawab.

Hingga akhirnya aku mendengar cegukan yang terlompat dari keluar mulutnya.

Pandanganku kembali pada y/n dan yang kulihat adalah kepalanya yang tertunduk dengan kedua tangan menutupi mulutnya. Badannya gemetaran, sesuai melodi isakannya.

Air mata memenuhi kelopak matanya, terjun melalui pipinya dan menetes meninggalkan bekas pada lantai koridor.

"Y/n?"
----
3rd's POV

Kau sendiri tidak tahu kenapa seluruh air mata ini bisa tumpah ruah begitu saja dan tidak mau berhenti. Semakin membuat sesak dada dan tubuhmu lemas.

Kau ingin menyembunyikannya, tapi nyatanya isakanmu semakin terlompat lantang seiring tanganmu mengepal hebat.

"Y/n?"

Suara Todoroki, memanggil namamu. Semakin membuat matamu panas.

"Aku tidak tahu," Kau berusaha bicara, perlahan mengangkat kepalamu. Sosok Todoroki terlihat buram karena air menutupi pandanganmu. "Kenapa aku harus menangis seperti ini?"

"Y/n-"

"Hanya saja, rasanya sangat tidak menyenangkan melihatmu abai. Sangat tidak menyenangkan melihatmu dingin seperti itu.

Sangat tidak menyenangkan, melihatmu menjauh dariku..!"

Benar, aku baru saja menyadari bahwa kenyataannya seperti itu.

Tanganmu terangkat, menghapus air mata yang turun. "Aku mohon, jangan membenci aku. Jangan pergi menjauhi aku."

Jangan seperti yang lainnya.

"Aku mohon..! Aku minta maaf..!"

Mendadak isakanmu terhenti. Pasalnya, tubuh tegap itu baru saja mendekat dan merangkulmu utuh. Memeluk memegangi kepala dan punggungmu, mengusap rambutmu pelan.

Hangat.

"Maafkan aku." Todoroki mulai bicara. "Aku hanya tidak mengerti kenapa kau tidak memberitahuku lebih dulu, padahal hanya semudah itu. Kau lebih memilih langsung berproklamasi, dibanding bicara pada aku yang tahu lebih dulu.

Dan aku mulai mengira-ngira, apa hanya aku yang menganggap kita berteman, dan kau tidak menaruh percaya padaku?

Maafkan aku, itu membuatku kesal. Maafkan aku. Tolong berhenti menangis." jelasnya tuntas.

Kau tidak menjawab, hanya terus terisak sembari menenggelamkan kepalamu di dekapan lelaki itu. Mencerna tiap untai kata yang ia sebutkan.

"Bego banget. Sensi banget, kayak cewek." Kau mencoba tertawa. Sementara Todoroki melepaskan pelukannya (dan kau agak kecewa, eh, lho?).

"Kamu, tuh, yang sensi. Memangnya harus pake acara nangis?"

Kau melotot, mengusap wajah dengan pergelangan tangan.

"Tapi, karena itu setidaknya aku jadi tahu kalau kau menganggapku teman juga." lanjut Todoroki sementara badannya berbalik ke arah depan.

"Tentu saja." Kau menghirup napas, dan berjalan ke samping lelaki itu. "Ayo, pulang bareng. Tapi, tidak usah antar aku sampai rumah seperti kemarin, lho."

"Kau tidak suka?"

"Eh, suka, sih, tapi kan-"

"Yasudah. Kalau masalah merepotkan, jawabannya adalah sama sekali tidak. Jadi, ayo." Todoroki mulai berjalan dan kau berusaha mengimbangi langkahnya.

Kau merasa lega, namun semakin merasa bersalah.

Alasan kenapa aku tidak mengatakannya padamu lebih dahulu, karena yang hendak aku katakan padamu adalah seutuhnya kebenaran dan aku belum siap.

Karena pernyataan di depan kelas tadi, hanyalah dusta yang aku karang demi menutupinya.

Kurasa kau benar, aku belum bisa terlalu percaya padamu.

Aku belum bisa yakin, kalau kau akan tetap berada disampingku,

bila aku mengatakannya.

"Maafkan aku."

"Iya, iya. Daritadi kau minta maaf terus."

"Tuh kan, sensi!"
------

Tuh kan double update h3h3h3

Ini aku yang ngetik aku yang cemburu sama y/n aduh :(((
yA MAU DONG YA DIPELUK KEK GITU

Yak, terima kasih sudah membaca. Tunggu kelanjutannya ya!

((Sumpah Se gatel pengen cepet cepet mbuka rahasia y/n HEHEHE tapi sabar aja de. Kalo dibongkar berarti ff-nya dah mau tamat dong::")))

When Frozen Melts [todoroki shouto X reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang