"Harap bagi seluruh penumpang untuk berhati-hati ketika melangkah-"
Pintu kereta berdesing membuka diiringi suara pengumuman dari speaker di seluruh penjuru gerbong kereta maupun stasiun. Orang-orang melangkah turun berdesakan, bertujuan berbeda. Termasuk kau dan Todoroki.
"Toko sobanya dekat dari sini, lho!" ujarmu membetulkan beberapa helai rambut ke belakang telinga.
Todoroki menyamai langkah di sampingmu. "Pasti ramai, ya. Secara dekat dari stasiun."
Kau membelalak tidak kepikiran hal itu.
Todoroki memberengut diliputi rasa tidak heran menanggapimu. Karena baginya, kau memang diingat bodoh.
"Ya, semoga saja tidak ramai." Todoroki membuang napas pendek.
Kau mengerucutkan bibir, menanggapi doanya yang tidak terdengar tulus itu.
Setelah berjalan keluar dari stasiun dan bergabung di tepi jalanan kota, akhirnya kalian sampai di depan toko soba dengan tempat yang bergaya Jepang klasik. Memang ramai, tapi syukurlah masih banyak kursi kosong untuk ditempati. Hal itu membuatmu lega sekali.
"Kau mau pesan apa?" tanyamu menatap Todoroki yang duduk di hadapanmu.
Yang ditatap fokus pada buku menu. Terlihat sudah memutuskan, ia menarik napas. "Zaru soba. Minumnya air saja."
Kau mengerutkan dahi. "Eh, air doang?"
"Ada masalah dengan itu?" Todoroki bertanya balik.
"Tentu saja! Ini kutraktir, lho. Jangan sungkan-sungkan!" jawabmu cepat. Wajahmu tersenyum memamerkan deretan gigi bersemangat.
Todoroki menutup buku menu. "Kalau begitu, samakan denganmu saja."
Kau mengeluh kecewa. Baru kali ini ada orang yang tidak terlalu bersemangat dibayari makan. Tatapanmu beralih pada pelayan berdiri menunggu. "Kalau begitu zaru soba dua dan es jeruknya juga dua."
Pelayan mengangguk ramah dan menarik buku menu kalian. Kau membuang napas pendek dan saling tatap dengan Todoroki. "Apa? Kenapa menatapku begitu?"
"Tidak apa." Todoroki menyahut diiringi dehaman pelan. Sekilas nampak grogi.
"Kalau dipikir-pikir, kau ini sangat peduli padaku, ya?" tanyamu seraya membenahkan posisi duduk. Juga sukses membuat dahi Todoroki berkerut bingung.
"Tidak, tuh." bantah Todoroki.
"Iya, tuh!" Kau membantah pula.
Todoroki malas menyerang balik dengan paragraf argumen. Lebih baik segera tahu alasan yang ada saja. "Kenapa kau berpikir begitu?"
"Habis, tiap ada sesuatu yang terjadi padaku, kau selalu ingin tahu." Kedua sikumu yang bertengger di meja menopang dagu. "Kalau gak diberitahu, kaunya malah marah."
"Apa itu salah?" Kerutan pada dahi Todoroki semakin berlipat. Penasaran berpadu kesal menjadi dasar ekspresinya sekarang.
"T-tidak, sih." jawabmu pelan. Rasanya agak malu mendengar jawaban Todoroki yang begitu tegas tanpa ada ragu. "Tapi, kan, kita hanya teman."
"Aku yakin kau pernah bilang kalau kita ini teman dekat. Kau dulu sampai mengambek di atap karena aku tidak mengakui kedekatan kita di dalam status berteman, kan."
Bagai panah melesat masuk menancapi sanubari, emosimu dijebak skakmat.
"Yaah, tetap saja-" Kau tidak punya alasan bagus lagi untuk memproteksi diri. "-status teman dekat sepertinya masih kurang untuk saling mengetahui tentang masing-masing diri, em, menurutku."
Todoroki terpancing dan menarik napas kencang. "Kalau begitu kita pacar-"
"Hatsyi!"
Suara bersin berkicau dari mulutmu tanpa kuda-kuda awal sama sekali. Tiba-tiba saja menggelitik hidungmu dan membuatmu spontan melakukannya.
Todoroki bergeming. Tubuhnya mematung utuh nihil gerakan.
Kau memijat hidung, memiringkan kepalamu dengan alis tertaut. "Eh? Apa tadi? Gak sempat dengar!"
Todoroki masih bergeming. Yang berbeda hanyalah keringat yang sepertinya menetes lebih banyak dari pelipisnya dan ketegangan berlipat di wajah pendiamnya.
Kau menjetikkan jari di depan wajah Todoroki. "Hei, Todoroki!"
Todoroki berkedip. Raut wajahnya mengendur. "Ah-"
"Kau oke?" tanyamu panik. Pemuda di hadapanmu ini seperti baru melihat hantu. "Kau tadi bilang apa, sih?"
Bola mata Todoroki berputar ke arah lain. Ia diam saja sampai akhirnya mulutnya terbuka sedikit hendak berkata dan kau sudah sempat bersemangat.
"Ah, sobanya udah datang."
Ternyata hanya kalimat itu yang dilempar keluar oleh Todoroki. Entah kenapa ia terlihat begitu lega begitu pelayan datang menaruh nampan berisi pesanan kalian.
Kau sadar kalau ini adalah pengalihan pembicaraan. Tapi setelahnya Todoroki terlihat santai saja, menyantap sobanya dengan tenang.
Kau menepis pikiran rumit itu jauh-jauh.
Ah, paling juga bukan sesuatu yang penting.
Di sisi lain, pemuda dengan rambut dwi warna ini berusaha menelan kegugupannya jauh-jauh bersamaan dengan tiap helai soba.
Todoroki diam-diam merasa bersyukur atas bersin dadakanmu dan berulang kali mengutuk gerak lidah serta mulut miliknya itu.
Tadi hampir saja.
Todoroki mengusap peluh, terus menenangkan diri.
Kendalikan diri dan hasratmu, Shouto.
----------------HMM BANG SHOUTO SABAR DONG BELUM DI CHAPTER INI LAH BANG
Duu hampir aja ya hehee eh hampir ngapain nih memangnya hampir penembakan gitu yak hehehehehehehehehehehe
Sip bikin baper kan /g.
Terima kasih sudah menunggu dan membaca!
Tunggu kelanjutannya, ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
When Frozen Melts [todoroki shouto X reader]
FanfictionKau hanya siswi yang menyimpan dosa besar mengenai kecurangan yang menjadi rahasia bakat yang selalu menghantui kehidupan normal mu. Dan dia hanya siswa bersurai merah putih pendiam penyimpan dendam karena kejadian masa lalu yang sudah membuat hati...