#63

1.4K 248 29
                                    

Garpu yang kau pegang jatuh begitu saja. Menghantam piring yang sudah kosong, membuat nyaring yang membuat pengang kuping.

"Aku tahu! Aku labil!" seru Midoriya cepat-cepat. Langsung panik begitu melihat wajahmu yang syok.

"Benar! Kau labil banget!" balasmu keras. Ikut bingung. "Kemarin kau menyuruhnya menjauhiku, tapi sekarang kau malah menyuruhnya mendekatiku semau dirinya?!"

Midoriya menggaruk tengkuk. Meringis.

Kau membuang napas gusar dan menjatuhkan punggungmu di sandaran kursi. Kau dan Midoriya sudah repot-repot datang ke toko kue selepas sekolah untuk membicarakan baik-baik mengenai percakapan mereka semalam, tapi sekarang! Midoriya malah memberitahukan hal membingungkan lainnya.

"Kau tahu, kalau aku jadi Todoroki, aku bakal bingung banget dan mengumpatimu." ujarmu. Menunjuk Midoriya dengan garpu.

"Soalnya, setelah kupikir-pikir lagi," sahut Midoriya berdeham. "Kalau kau benar-benar akan menghabisinya--ah, bukannya aku berasumsi kalau itu akan terjadi lho!"

"Iya, aku pahaam. Lanjut!"

"Maka setidaknya kau sempat punya waktu-waktu yang indah bersamanya." tegas Midoriya. Tersenyum puas. "Menjauhinya agar tidak merasa sakit mungkin juga benar."

"Tapi yang kupertanyakan sekarang, memangnya perasaanmu padanya akan berkurang meski sudah menjauhinya berhari-hari?"

Dahimu berlipat. Kau membuang pandang dari Midoriya, menyeruput jus stroberi dengan sedotan.

Midoriya menganggap itu jawaban iya, sehingga ia meneruskan. "Jadi kupikir, menjauhinya tidak akan gunanya. Lebih baik kau isi dengan kenangan indah. Begitu, deh!"

Kali ini kau kembali menatap Midoriya.

"Ucapan itu juga untuk berlaku untukmu, lho." kata Midoriya. Meminum teh lemonnya.

"Ucapan yang mana?" tanyamu.

"Lakukan semaumu bersama Todoroki-kun selaku teman dekatnya." jawab Midoriya. Masih tersenyum lebar.

Kau terdiam. Memaknai kalimat Midoriya itu dalam-dalam dengan hati dan pikiranmu.

Tidak lama setelah itu, kalian membereskan diri kalian dan berpisah di depan toko karena jalan pulang yang memang berlawanan jauh.

Sampai malam pun, kalimat Midoriya tetap terngiang menggema di pikiranmu.

Begitu juga dengan perintah Shigaraki. Juga mengingat batas hari yang tersisa untuk itu.

"Hah.." Kau menjatuhkan diri di kasur, memejamkan mata.

Wajah Todoroki terbayang di dalam gelap.

Tanganmu bergerak, mencari letak ponsel yang juga tergeletak di atas kasur. Setelah menemukannya, kau langsung mencari suatu deret nama di kontakmu.

Panggilan keluar dilakukan. Kau menempelkan ponsel di telinga kanan.

"Halo, Todoroki?" Kau menegakkan punggung menjadi posisi duduk. "Ah, maaf menganggumu malam-malam begini. Tapi, ada yang ingin kukatakan padamu."

Kau menarik napas.

"Mari mengakrabkan diri semau kita mulai dari sekarang." katamu tegas. Setelahnya, kau tertawa. "Karena kau teman dekat berhargaku!"

Tiba-tiba nada pendek terdengar.

Kau menarik ponsel dari telingamu dan menatap ponselmu terperangah. Panggilan diputus. Oleh Todoroki sendiri!

Apa jangan-jangan pria itu betulan kesal karena ucapan labil Midoriya? Apa dia tidak ingin mendengar kata itu?

Apa dia terlanjur menegasi diri untuk menjauhimu?

Kau menggigit bibir, mencengkram ponsel di tangan.

Kemudian, terdengar ketukan pelan di jendela.

Awalnya, kau bergidik karena kaget. Kau menatap jendela kamarmu yang ditutupi gorden. Kau meneguk liur, penasaran sekaligus takut. Tapi ujung-ujungnya, kau tetap menyibak gorden warna kuning itu.

Matamu membulat.

Todoroki berdiri di luar pagar. Mengenakan jaket di tubuhnya dan dengan sepeda yang terparkir di sampingnya.

"Kau..!" Reflek, kau memilih meloncat keluar dari jendelamu daripada berlari menuju pintu. Langkahmu terburu menuju luar pagar hingga akhirnya berhadapan dengan pria itu.

Todoroki terlihat luar biasa letih karena kau bisa mendengar napas beratnya yang berantakan. Kau juga bisa melihat keringat turun dari pelipisnya dan membuat basah baju maupun rambutnya.

"Kenapa kau malah-!" Kau kebingungan. Rasanya lidahmu terbelit karena terlalu banyak kata yang hendak diucapkan dalam satu waktu.

"Sebentar-" ujar Todoroki di sela napasnya. Kemudian ia menarik napas dalam, dan membuangnya kembali.

"Oke." Itu kata yang dilempar Todoroki. Laki-laki tegap itu tersenyum tulus padamu sekarang. "Mari kita mengakrabkan diri."

"Astaga, apa-apaan?! Memangnya tidak bisa, ya, diucapkan lewat telepon saja-"

Tiba-tiba Todoroki menarik kedua tanganmu, menggenggamnya erat dengan kedua tangan hangatnya.

"Karena kau juga merupakan yang berharga bagiku."

Kau terperangah. Terperangah oleh kedua tangan hangat yang berkeringat miliknya. Terperangah dengan sepasang mata heterokom indah dari laki-laki itu. Terperangah dengan senyum tulusnya.

"...Hahah!" Kau tertawa. Tawamu yang tulus, menyuratkan beribu euforia hangat di dalam perasaanmu sekarang.

Todoroki ikut terkekeh pelan melihat tawamu.

Kau terus tertawa membiarkan tangan besar hangat itu mengenggam tanganmu. Menahan mati-matian perasaan panas di mata yang hendak mengalir jatuh karena perbuatan konyol pria ini malam ini.

"Karena kau juga merupakan yang berharga  bagiku."

Kau tahu itu diartikan sebagai teman dekat, tapi tetap saja kau tidak bisa memungkiri hatimu.

Bahwa kau berharap itu bukan hanya sebatas teman dekat saja.

Meski sudah jelas tahu, bahwa itu tidak mungkin terjadi.

Tidak akan pernah.
--------------

SYUKURLAH BISA UPDATE DOBELL HEHEEHEHHEHEHEEHE

IH CHAPTER INI BAPER YA SE BERKACA KACA NYESEK LHO NULISNYA :(((

wkwk apa sih alay

Yaa seperti yang kalian tahu, nanti sore Se sudah balik ke asrama lagi :)

/sedih men

TAPI TENANG MY FELLOW READERS KAN NANTI ADA LIBUR PEMILU WKWKKWKWK

Iya jadi nanti selasa sore Se balik lagi dari asrama ohohoho

Btw doain ya tanggal 22-24 Se Ujian Nasional nih;") Belum lagi USBN nya yang abis UN. Doain ya heheheheheeh

Terima kasih sudah menunggu dan membaca,
Tunggu kelanjutannya, ya!

When Frozen Melts [todoroki shouto X reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang