Shigaraki mengarahkan telunjuk. Menunjuk pilihannya.
"Sudah kubilang, hitam maupun putih gak berpengaruh apa-apa. Itu semua tergantung strategi dan cara mainmu—"
"Diam kau." Desis Shigaraki, terus menyusun pion-pion catur berwarna putih di hadapan dadanya. "Daritadi kau selalu menang dan selalu pakai putih. Gantian. Aku juga mau mujur!"
Kurogiri melengos. "Terserahlah."
"Nah," ujar Shigaraki girang ketika medan caturnya sudah rapi. "Ayo main tiga ronde dulu sebelum nanti pergi ke bawah tanah untuk pemeriksaan."
Mau sepuluh ronde pun, pada dasarnya Kurogiri memang tidak bisa menolak. Jadi kumpulan asap hitam dengan jas bartender itu, ya, tetap (terpaksa) duduk di kursi yang berlawanan dengan sisi catur hitam di genggaman.
"Yak, mulai~" ujar Shigaraki, sementara jarinya sudah menjepit satu pion dan hendak memajukannya.
"Hei."
Suara berat muncul. Membuat Shigaraki berjengit dan membuat meja bar bergetar karena lonjakannya sendiri. Kurogiri sendiri menolehkan kepalanya cepat, ikut kaget.
"Begini, ya, y/n." Desis Shigaraki geram, memelototimu di balik seluruh wajahnya yang tertutup topeng tangan itu. "Jangan muncul tiba-tiba bisa, tidak? Sampai sekali lagi kau mengacaukan permainan caturku—"
Ucapan Shigaraki terpotong, menggantung begitu saja.
Pasalnya, tanganmu sekarang sedang menggenggam batu kristal ungu besar yang bersinar terang yang disodorkan pada Shigaraki.
Kau menggerakkan tanganmu pelan. "Selesai, kan?"
"Wah, wah. " Shigaraki meneguk liur, mengambil batu itu dari tanganmu. "Aku kira ... kau tidak akan secepat ini."
Kau tidak menyahut. Pandanganmu teralihkan, kemudian mulai melangkahkan kaki menuju bilik dimana orang tuamu terbaring koma. Shigaraki dan Kurogiri mengekor di belakang punggungmu.
"Ibu, Ayah," lirihmu. Tergesa menghampiri sisi ranjang mereka yang bersebelahan, lalu dengan cepat mengaktifkan fokus dan membuat dua batu ungu besar berkilauan keluar dari kedua tanganmu secara bersamaan.
Yang satu milik ayahmu, yang satu milik ibumu.
Shigaraki berdiri di belakangmu, memutar matanya malas.
"Sekarang," ucapmu gemetar, tanpa menolehkan badan dan menatap Shigaraki yang diajak bicara. "Aku boleh membangunkan mereka kembali, kan?"
Shigaraki mengulum bibirnya.
Berganti seringai lebar.
Kemudian terkekeh. "Tentu saja!"
Kau hendak membangunkan ibumu lebih dulu dengan mendekatkan batu jiwanya ke tangannya yang tergeletak di sisi ranjang.
"—Kalau kau bisa."
Sampai akhirnya kalimat samar itu terdengar dari pria di belakangmu.
Kau terkesiap, lalu memutar tubuhmu ke belakang. Merasa jelas-jelas ada yang ganjil, dan ternyata itu tidak salah.
Kedua tangan Shigaraki sudah menggenggam dua pistol dengan arah tembak yang berbeda. Senyumnya lebar, terlihat amat puas.
Matamu membola.
Cepat sekali jari Shigaraki menarik seluruh pelatuk, menimbulkan bunyi yang memekakkan telinga.
Mengoyak jiwa.
Kau menoleh patah-patah, menatap ibumu lebih dulu.
Darah mengalir dari dada sebelah kirinya, lalu mulai muncul pula dari bibir keringnya..
Bahkan sebelum kau menoleh untuk melihat ayahmu pula, suara dua mesin yang biasanya selalu berbunyi untuk menandakan jantung mereka masih berdetak sudah mengeluarkan bunyi dengung panjang dengan gambar garis lurus di monitor.
Shigaraki tertawa nyaring, menjatuhkan pistolnya ke lantai dan berganti memegang perut dan wajahnya dengan suara histeris.
Kedua batu besar yang ada di peganganmu pun terlepas, menghantam lantai dan hancur berserakan.
"AHAHAH!" pekik Shigaraki. Punggungnya naik turun, seakan baru saja melihat pertunjukkan lawak paling heboh di seluruh dunia. "LIHAT SIAPA YANG SEKARANG SUDAH TER-TI-PU!"
Kau membuka mulut, tapi tenggorokanmu bagai disumbat batu besar.
"Dari awal bodoh sekali, kalau dipikir-pikir. Halo? Kami ini penjahat, lho? Untuk apa kami melakukan hal-hal dengan tujuan sepele, hah?"
Sepele?
"Yah, maaf, ya, kalau saat itu aku bilang tidak akan berbohong." Tawa Shigaraki mereda, tapi seringainya permanen disana. "Masalahnya, aku sudah bohong dari awal, sih! Dan memangnya salah, ya, kalau penjahat berbohong?"
Dari awal?
"Kau bodoh sekali!" Shigaraki mulai berteriak lagi.
"Aku hanya mempermainkanmu, tahu!"
Kau tidak tahu lagi apa yang kau rasakan.
Tidak mengerti.
Yang kau sadari sebelum gelap menerkam dirimu adalah kau yang berteriak kencang dan membuat seluruhnya mulai bercahaya silau.
Lalu kau benar-benar tidak tahu apa-apa lagi tentang apa yang terjadi.
Kau tidak mau tahu lagi.
Apapun, tentang dunia dan segala kehidupan ini—
Cukup sampai disini saja.
---------------------WAAAAAAH Shigaraki asem memang >:(
/bukan, tapi kamu yang asem sampe buat plot seironi ini, begobtw iya ini dobel update eHE
/ya wajar, kmu dah ga up 2 bulan. ga heran lah kalo dobel up.:((((((((((((((((((((( yauda iya maap oKE LANJUT
Terima kasih sudah menunggu, mengikuti, dan membaca!
Tunggu terus kelanjutannya, ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
When Frozen Melts [todoroki shouto X reader]
FanfictionKau hanya siswi yang menyimpan dosa besar mengenai kecurangan yang menjadi rahasia bakat yang selalu menghantui kehidupan normal mu. Dan dia hanya siswa bersurai merah putih pendiam penyimpan dendam karena kejadian masa lalu yang sudah membuat hati...