#79

2.3K 271 121
                                    

Cahaya suar itu lenyap. Menghilang tanpa sisa, mengakhiri bunyi dengung besar yang menggemuruh dan mengenyahkan angin kencang.

Semua orang membeku di pijakannya masing-masing. Terperangah.

Salah satu pro hero membuka mulut, hendak memerintah sebuah pergerakan untuk mendekati target. Midoriya mengangkat tangannya, melarang. Wajah Midoriya tampak sungguh serius dengan ekspresinya yang datar, maka semuanya memutuskan untuk tetap berada di tempatnya dan dengan cemas mengamati.

Kau melenguh pelan, membuka mata pelan-pelan. Mendapati bentang langit malam yang bersih dan udara yang terasa segar,

juga seseorang yang tengah memelukmu.

"Eh.." Kau berpikir sebentar karena bingung, kemudian melirik kepala orang yang tersandar di sebelah bahumu. Lingkaran lengannya di lehermu terasa erat, menghangatkan.

Sampai akhirnya kau melihat rambut dua warnanya yang berantakan.

"T-" Lidahmu kelu. Bahkan seluruh ragamu gemetaran. "T-Todoroki?"

"Hhm." Si pemeluk bergumam, menjawab.

"Tidak mungkin," Tenggorokanmu tercekik, seperti ada yang menyayatnya dan meremas pita suaramu dengan kasar. Berbagai perasaan bermain di pikiranmu, menakutkan dan membuat sesak. "A-aku sudah mengambil batu nyawamu-"

"Kau," Todoroki memotong ucapanmu. Ia mengeratkan pelukannya, membuatmu semakin kaku. "Baik-baik saja?"

Kau terkejut.

Air mata melesak dari sepasang manikmu, mengalir jatuh.

Kau menggeleng, terisak.

"Tidak. Mana mungkin aku baik-baik saja—" Untuk berbicara rasanya benar-benar susah sekarang. "Orang tuaku dibunuh, aku dibohongi, aku dimanfaatkan—"

"Y/n."

"Aku juga mengkhianatimu, aku menipumu, aku membohongimu dan akulah orang yang pada akhirnya menjadi penderitaan bagimu!"

Pipimu semakin basah. Kau merasa hancur. Apalagi yang kurang buruk dari setiap bagian dari dirimu? Benar, kau adalah bencana.

Perusak.

"Tapi, aku mencintaimu."

Todoroki menarik tubuhnya menjauh. Kemudian kau bisa melihat sepasang mata belangnya yang indah, rahangnya yang tegas, dan seluruh wajahnya.

Maupun senyum dan sorot tatapnya yang hangat.

Satu kata tidak kunjung keluar dari mulutmu, satu ruas jaripun enggan menggerakkan sendinya. Kau mematung, memikirkan banyak hal.

"Aku mencintaimu."

Todoroki mulai mengulangi kalimatnya yang kau anggap ilusi sinting, tetapi sekarang buktinya kau ada disini. Menatap matanya. Merasakan dan dapat melihat sendiri seberapa tulus kehangatan yang ia sampaikan tanpa satupun dusta yang tersirat.

"Kenapa?" Suaramu pecah.

Todoroki menaikkan alisnya sedikit, tetapi senyumnya segera terukir. "Tidak tahu," jawabnya, terkekeh pelan. "Tiba-tiba, aku mendapati bahwa aku merasa nyaman dan mulai menyayangimu."

"Tapi aku—!"

"Kau sama sekali tidak ada niat untuk menghancurkanku." Todoroki melanjutkan ucapannya. Ia menatapmu lurus-lurus, lalu menarik napas lagi. "Soalnya, kau juga mencintaiku."

Matamu membola.

"Merasa nyaman denganku," ujar Todoroki lagi. "Dan mulai menyayangiku."

Oh, Tuhan.

Apa ini benar-benar bukan mimpi?

Kau bergeming, pelan-pelan menundukkan kepalamu. Menyadari bahwa sekarang hanya ada satu perasaan yang mengambil alih dirimu. Tanganmu terangkat, mewadahi hujan yang semakin jatuh dari ujung kelopak matamu.

Kau meraung lirih.

Lega.

Bersyukur.

Bahagia.

Perasaan yang selama ini bagaikan mimpi, mulai menjemputmu dan terasa menyenangkan.

Terasa bebas.

"Terima kasih.." bisikmu pelan. Kau mengangkat wajahmu lagi, tidak peduli bahwa wajahmu penuh air mata. Kau balas tersenyum tulus seraya menatap Todoroki. "Terima kasih banyak..!"

"Ya." Todoroki menaikkan sebelah bibirnya, tersenyum miring. Tangannya kembali terulur dan menarik dirimu lagi dalam rengkuhannya. "Jadi, kau sudah mau memanggilku Shouto?"

Kau tergelak. Tawa kebebasan pertamamu, dalam pelukannya. "Tentu saja!" jawabmu, bergerak melingkarkan tanganmu di balik punggung Todoroki yang lebar dan hendak balas memeluknya.

Kemudian kau menyadari sesuatu.

"Bagus." ujar Todoroki. Suaranya memelan.

Sesuatu yang menyeramkan mulai merangkak lagi di benakmu. Pasalnya sekarang, di dalam pelukannya, kau bisa melihat—tidak, merasakan tubuh Todoroki mengeras dan kristalan ungu mulai menyelimutinya.

"Mari lakukan itu di kehidupan selanjutnya."

Kau terlonjak, hendak menjauhkan diri.

Tubuh Todoroki seutuhnya menjadi patung kristal ungu, kemudian hancur berkeping-keping.

Tepat di depan matamu.

"A-" Gemetar hebat kembali menyergapmu. Kau lemas, tapi yang kau lakukan malah memungut beberapa pecahan kristal yang berserakan di dekatmu. Meraupnya dengan tanganmu dan kau kembali ditampar oleh fakta dari resiko menyelamatkanmu dari aktifnya kekuatan legendamu, yang bisa-bisanya kau lupakan.

Kegelapan menelanmu lagi.

Dan kali ini, Todoroki sudah tidak disini untuk menyelamatkanmu.

Todoroki sudah tidak ada disini lagi.

"AAAAAAAHH!!"

Selamanya,

Todoroki sudah pergi.

---------------------------------------------------

*sips tea* Selamat pagi! Pagi yang cerah, ya :D !
///MANA ADA

AKHIRNYA WFM UDAH NYAMPE TITIK INI HHAHAHAHAHAHA UDAH LAMA SE PENGEN PUBLISH BAGIAN INI KE KALIAN SEMUA HAHAAHHAHAHAHAHAHAHA

//iya bunuh aja penulis satu ini

:))))))))))))))))))))))

serius Se nangis loh nulis ini

bayangin aja gitu lah suasananya, perasaan mereka dari awal sampe akhir--//UDAH

YA POKOKNYA GITULAH HIKWS NAHH GIMANA INI YA KELANJUTANNYA YAA HAHAHAH KAN TODOROKI UDAH MATI BENER BENER DAH SERIUSAN DEAD NIH //digampar// WKWKWKW //se, sehat ga si// YAAA IKUTIN TERUS LAH YAA:")))

Terima kasih sudah menunggu dan membaca!
Tunggu terus kelanjutannya, ya!


When Frozen Melts [todoroki shouto X reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang