#80

3.7K 358 187
                                    


Midoriya melompat. Berlari kencang mendekatimu dan jatuh terduduk di hadapanmu.

Matanya bergerak-bergerak kaku, kebingungan antara pecahan kristal bergelimpangan atau wajahmu yang dilapisi air mata.

Kau masih berteriak menangis, menggenggam erat banyak kristal dalam dua kepalan tangan. Kau memeluk dirimu sendiri, duduk membungkuk dan menekan kuat tanganmu ke dada.

"Y/n-san," Midoriya sendiri juga menangis. Bahunya naik turun, tetapi ia menahan isakannya. Ia tidak mau memperparah keadaanmu. Midoriya bergerak mendekat, menyandarkan kepalamu di dekapannya.

"Aku membunuhnya!" teriakmu, terkoyak. "Aku benar-benar membunuhnya, Midoriya!"

"Kau tidak membunuhnya—"

"Ini semua gara-gara aku!"

"Y/n-san!" seru Midoriya. Suaranya yang serak dipaksa untuk dinaikkan, menjadi lirih. Tangannya merengkuhmu kencang. "Ini bukan salahmu—"

Tangismu mereda sejenak, mencoba untuk mendengarkan Midoriya.

"Todoroki-kun melakukan ini karena kemauannya. Karena ia ingin menyelamatkanmu. Karena ia mencintaimu, y/n-san." ujar Midoriya. Ia tahu kau menderita, jadi ia ingin meringankannya.

Tapi, ketika Midoriya membayangkan bagaimana dirinya ada dalam posisimu, rasanya benar-benar mengerikan sehingga Midoriya sendiri jadi tidak ingin memahaminya.

"Tapi, percuma!" balasmu cepat. Kau marah, lalu menarik napas lagi. "Dia tidak ada disini!

Dia tidak ada lagi untukku disini!"

Kau kembali menangis kencang, Midoriya mengeratkan pelukannya. Kali ini, Midoriya benar-benar ikut menumpahkan air matanya di pundakmu, terisak. Melihatmu membuatnya sangat sakit, mendengar segala ucapanmu membuatnya semakin sesak.

Yaoyorozu di tempatnya tersandar lemah di reruntuhan, daritadi mengusap wajahnya dengan sapu tangan.

Uraraka mati-matian menahan tangisnya, Iida merengkuh sebelah bahunya dan menggigit bibir kuat-kuat.

Kaminari menundukkan kepala, menutupi wajahnya dengan satu tangan.

Kirishima mengumpat seiring matanya banjir. Tsuyu memeluk Ashido, sama-sama merengek.

Bencana malam ini memang berakhir,

tetapi penderitaan yang harus ditelan begitu besar dan kasar.

Siapa lagi yang paling menderita kalau bukan kau?

Diselamatkan seperti ini, jadi tidak ada artinya.

Jika kau tidak ada,

maka bagiku semua akan jadi tidak ada artinya lagi.

Kau merengek. Hah, merasa egois?

Kalau begitu, bukankah Todoroki sendiri juga egois? Seenaknya menyelamatkanmu dengan cara terburuk seperti ini. Pada akhirnya, meski jawaban yang ia lontarkan dari mulutnya memberi kebebasan, kau selamanya hanya akan kembali terperangkap dalam bayangannya dan penderitaan tanpa akhir.

Menangis seperti ini melelahkan, menyakitkan. Tidak akan ada yang berubah, tapi kau masih mengharapkannya: keajaiban untuk bisa bebas bahagia.

Begitu?

Suara asing terdengar menggema. Membuatmu tertegun.

Kau kesakitan, ya, Nak?

Kau berhenti merengek, menegakkan punggung. "..Hah?"

"Y/n-san?" Alis Midoriya terangkat, ia mengendurkan pelukannya. Mata basahnya berkedip bingung. Ia menatapmu, yang celingukan sana-sini bagai mencari sesuatu. "Ada apa?"

Apa kau ingin menghilangkan rasa sakit itu?

"Midoriya, kau dengar itu, kan?" Nada bicaramu naik. Serak, tetapi mendesak. Entah kenapa kau merasa tidak tenang. Ada yang mengganjal. Ada sesuatu yang membuatmu gelisah mengenai suara itu, siapapun itu.

Midoriya memiringkan kepalanya. "Aku tidak mendengar apa-apa."

"Tapi suara itu terdengar jelas-!"

Apa kau ingin menghilangkan rasa sakit itu?

"Tuh! Terdengar lagi! Suara seorang perempuan!" Kau merengek. Dadamu sesak, sesuatu rasanya akan melesak naik lagi dan kembali mengalirkan tetes duka. Soalnya, perempuan itu menawarkan sesuatu.

Suara itu menawarkan sesuatu yang mustahil dilakukan tanpa kehadirannya.

"Y/n-san, tenanglah." Midoriya terdengar lebih gelisah. Mungkin ia berpikir kalau kau berubah gila, tetapi kau tidak menyangkal bahwa hal itu salah. Setiap detik kau bernapas tanpa kehadiran dirinya di dunia ini, rasanya semakin menguap semua kebahagiaan dan akal sehat yang ada pada dirimu.

Apa kau mau itu? Sejujurnya, tidak.

Kau mau sesuatu yang mustahil. Keajaiban. Persetan dengan segala konsekuensi dan resiko, apakah salah jika ia meminta satu hal saja pada Tuhan untuk dikabulkan?

Satu hal saja, kau mohon..

Apa kau ingin menghilangkan rasa sakit itu?

"Tentu saja." lirihmu pelan, menangis.

Lalu, apa yang ingin kau rasakan?

"Aku ingin bahagia!" teriakmu, melolong menatap langit. Berteriak sekencang mungkin, berharap suaranya dapat menjawab bisikan Tuhan atau siapapun itu tadi yang menawarkan segala keajaiban. Kalau pun itu hanya halusinasi yang bergaung di kepalamu, terserah lah. Kau ingin bersikap egois, kali ini saja. "Aku tidak mau rasa sakit ini, aku ingin tertawa.. aku ingin bebas..!"

"Aku hanya ingin bisa bersama dengannya..!"

...dikabulkan.

Kemudian, angin mulai berhembus lagi.

-----------------------------------------------

WAHAHAHAHAH
GIMANA NIH SAUDARA SAUDARA SEKALIAN RASANYA DIGANTUNGIN TIGA BULAN TANPA KEPASTIAN?? HAYO PADA SALAH PAHAM KALO CHAPTER 79 TUH ENDING YA KWKWKWK 

ya bukanlah >:( masa ending gantung gitu yekali //kan lo yang bikin bego

BTW HAII KANGEN GAK SAMA PENULIS BRENGSEK SATU INI YANG TIDAK MUNCUL MUNCUL SEJAK DESEMBER!!! //gak// U_U JAHAT KELYAN!! //lo yang jahat sinting

intinya ini belom selesai kok. tu buktinya ada lanjutannya ya:D makasih banyak ya buat antusiasmenya kalian uhukuhukhuhk sayang sama kalian <333 maaf ya kalian harus ngehadepin author brengsek satu ini :")

Terima kasih sudah menunggu dan membaca!
Tunggu terus kelanjutannya, ya!

When Frozen Melts [todoroki shouto X reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang