"Nanda" teriak seseorang yang tak asing suaranya ditelingaku.
Yaps itu Sisil sobatku yang tak punya urat malu.
Mungkin urat malunya sudah putus sejak kecil.
"Ngapain teriak-teriak?" seruku kesal lantaran suaranya yang cetar membahana merusak keheningan pagi.
Buktinya ia teriak-teriak tanpa memperdulikan sekitarnya.
Walaupun belum banyak murid yang berdatangan sih.
Tapikan malu-maluin pagi-pagi udah teriak-teriak kaya tinggal di hutan saja."Ikut aku,kamu harus liat hasil ulangan kita kemaren." ajaknya sambil menarik tanganku.
Drap Drap Drap
Suara langkah kaki kami yang cenderung sedikit berlari.
Seketika itu mataku terbelalak.
Nanda Ekawati di urutan lima yang masuk kategori remidial."Huh" ujarku lirih.
Nilaiku jeblok pada mapel PKN dikarenakan aku lupa tidak belajar.
"PKN ya Nan? tak mengapa aku juga remidial kok, tapi tematik" hibur Sisil asal.
"Kamu ini" pekikku dengan tampang bak ingin menerkam sebuah mangsa yang ada dihadapanku.
Ini PKN jika kamu remidial, kamu harus maju didepan kelas untuk mendeklarasikan pasal-pasal yang di ajukan oleh Pak Agus.
Dan aku tak mau itu."Huwe...huwe" aku mewek dengan alay.
Kurangkul sobatku itu, dan tangisku pecah membayangkan hukuman yang akan diberikan oleh Pak Agus.
Oh my god
Tolonglah hamba-Mu ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rasa
HumorNanda yang periang, cantik, pintar,suka menolong, dan rajin menabung di warung. Eitss... keceplosan. Maaf. Maaf. Saya ralat. Nanda yang sedikit diatas rata-rata. Iya hanya sedikit, mungkin cuma 5 cm diatas lutut. gak lah diatas rata-rata maksudnya. ...