Obrolan

20 1 0
                                    

Klek.
Suara Kevin menyetandarkan motornya.

Aku langsung ngeloyor masuk.
Bodo amat laper.
Kevin yang udah kelaperan tingkat iblis juga langaung ngeloyor tanpa mencopot helmnya.

Aku memberikan isyarat untuk melepas helm dulu.
Agar nggak malu-maluin.

Berhubung rumah makan disini pake mode prasmanan, aku langsung ambil piring dan nasi yang bisa dibilang menggunung.
Bodo amat pandangam orang, yang penting kenyang.
Bahkan Kevinpun tak mau kalah ia juga menggambil porsi yang sama.
Jika kalian salah paham, ini nampak seperti dua sejoli yang amat teramat R-A-K-U-S.
Tak mengapa emang kita sedang dilanda krisis ekonomi.

"Bang, nasi padang ampela 2 dibungkus ya" pesanku.

"Oke neng" jawab abang nasi padang.

Entah ada berapa pasang mata yang memperhatikan kearah kami.
Dilahat dari sisi manapun, ini nampak tamak.
Udah makan ambil banyak, sekarang masih minta dibungkus.

"Vin ingat Rio nggak kamu?" tanyaku memulai obrolan.

"Rio mana, Rio Harianto, Rio Febrian, Rio..o rio rio..lelaki harus setia" tebak Kevin setengah nyanyi.

"Uh, kalau Rio yang itu mah nggak kenal kamu deh," ledekku.

"Lha Rio yang mana, Rio yang dalam gelas itu?" tebak Kevin nagwur.

"Itumah teh Rio Vin" jawabku sebal.

"Rio yang ini" kuperlihatkan foto Rio yang aku simpan di HP ku.

Nampaknya Kevin masih belum menemukan titik terang, buktinya ia mengernyitkan dahinya.

"Nggak, nggak ingert aku" jawab Kevin.

"Coba deh, kau ingat-ingat lagi Vin" godaku.

"Kalau aku ingat kau mau kasih aku apa?" tantang Kevin.

Aku ternganga oleh taruhan Kevin.
Pasalnya Kevin itu kupret yang bisa merangkap jadi stalker.

"Lupakanlah" jawabku lesu.

"Hahaa, yakin" goda Kevin balik.

Aku tak merespon, cuma fokus makan.

"Aku ingat, Rio yang dulu ngompol dicelana itukan?" tebak Kevin.

Entah aku sedikit sebal, pasalnya sekarang ini kami sedang makan, malah ngomongin ompol.

"Nggak inget deh kalau ompol" jawabku sekenanya.

"Itu lho Rio yang di blok O no 29, yang dulu pindah sekolah" seru Kevin yakin.

Aku langsung menepuk dahinya kencang, sambil mengacungkan jari jempolku.

"Anak pintar" pujiku.

"Muji sih muji Nan, tapi ya nggak usah nabok napa" gerutu Kevin.

Aku ngakak.
Liat ekspresi sebalnya orang yang baru aja antusias, tapi langsung kecewa.

"Ada apa dengan Rio Nan?" tanya Kevin curiga.

"Nggak apa-apa, cuma dia minta bertemu aja" jawabku enteng.

"Cie yang udah taken" goda Kevin.

"Apaan sih,  biasa aja deh" ujarku sebal.

"Emang dia balik kesini?" tanya Kevin yang udah mode kepo.

"Nggak tahu" jawabku singkat.

"Berarti tempe dong" goda Kevin.

Aku hanya mencubit lengannya.
Sebal.
Kalau aku tahu mah nggak bakalan aku nanya Kevin.

Emang cowok itu nggak peka.

Tentang RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang