Puisi

46 3 0
                                    

Ku lempar kertas kusutku sembarangan.
Kau tahu kenapa kusut?
Aku meremas remasnya.
Aku lupa bahwa besok sudah jadwal Bu Ida menungajar.
Aku mendapat PR menulis puisi.
Yang sebenarntya sudah hampir sepekan berlalu.

Sepertinya otakku sedang tidak singkron.

Kucoba merangakai kata-kata yang sedikit aku campur dengan beberapa diksi, agar tercipta suatu sajak yang 'apik'.

Entah sudah berapa kertas yang aku remas menjadika kertas kusut yang tak berdosa berserakan dilantai kamarku.

Sejak kapan buat puisi sesulit ini.

Ku raih ponselku.
Ku kirimkan pesan ke temanku Sisil.

Mungkin bisa mencarikan titik temu akan 'ruwetnya' membuat puisi.

Me

Sil, kamu sudah bikin puisi?

Tak berapa lama sebuah pesan mendarat di ponselku.

Sisilia

Sdh.
Jgn blg kau blm bkn
Bzk dkmplkn phm.

Sisil itu ratu huruf konsonan apa,
sms singkat-singkat.
Toh mau singkat atau tidak tarifnya tetap sama.

Me

Buatin satu boleh.

Kali ini Sisil tak membalas.
Tak ada satupun pesan yang mendarat di ponselku, termasuk sms dari operator.
Mungkin operatornya paham, jika ia sms'in aku sekarang yang ada malah aku suruh buatin puisi.

Kali ini aku kirim pesan ke Kevin.
Berharap ia mau membantuku membuat puisi.

Me

Woi, sudah sembuh belum,
Bisa buatin puisi.
Ya minimal bantuinlah.

Kevin kamvret

Cari aja diksi yang bagus di google.
Tapi jangan plagiat.

Kenapa tak terfikir olehku kau akan pergi tinggalkanku sendiri.
Bukan nding.
Yang bener itu kenapa tak terfikir olehku untuk tanya mbah google ya.

Dengan lihai, jari-jariku menari- nari di atas kerybord sambil mengais-ngais beberapa diksi cantik nan nyentrik.

Aku padu padakan seolah tutorial baju, nyatanya hanya beberapa diksi agar menjadi sajak yang 'apik'.

Butuh waktu lama aku membuat suatu puisi.

Dan tak lamapun jadi.
Mungkin kira kira butuh waktu satu jam untuk menyelesaikanya.

Ku amati lagi, kuresapi lagi.
Kuciumi teks yang setengah amburadul belum aku salin itu.
Bodo amat yang penting sudah jadi.

Gak sabar mau aku pamerin ke duo semprul yang songong itu.

Aku raih ponselku.
Aku kirim sekaligus untuk dua penerima.

Me

Kita lihat saja puisi mana yang lebih bagus diantara kita.
Hahah.

Entah mengapa kok kezel ya.
Mereka berdua malah gak bales pesanku.

Bodo amat.
Sekarang aku mau tidur siang.

Ketika hendak merebahkan tubuhku ke kasur.
Aku teringat akan mimpi buruk yang aku alami semalam.

Akupun tak jadi tidur siang.
Aku ganti dengan belajar PKN.
Aku melek-melekin mataku yang tinggal setengah watt.

Ampun deh.
Aku kapok nunda-nunda pekerjaan.

Sedikit demi sedikit aku jajaki otak ini dengan pasal-pasal.
Yang dikit demi sedikit pula otak ini lupa.

Oh my god.
Susah amat.
Padahal gak buat lho.
Cuma ngapalin doang.

Mataku yang aku paksaain biat melek buat ngapalin ternyata tetep aja terpejam
Pasalnya aku memang capek banget.

Tentang RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang