Salah Kira

23 0 0
                                    

Kriiiiiiiingg.... Kriiiiingg...

Aku mode off jam bekerku tanpa membuka mata.
Walaupun sering aku banting, ia tetap saja sehat walafiat.

Aku kembali kedunia kapuk.

"Nanda..." teriak mama.

Suaranya lebih keras dibandingkan suara jam bekerku.
Itupun mama masih diluar kamar.

Segera aku bangun, aku nggak mau lagi disiram air es.

"Hoaem.."

"Cepet mandi sana, abis itu sarapan. Jangan sampe enggak" ancam mama.

"Iya. Iya" ujarku sambil mengeliat.

Oh my, ini masih terlalu pagi.
Aku musti ngumpulin tekad dulu.

"Cepetan Nan, ngimpi mulu" ejej mama.

"Iya, ini baru ngumpulin keyakinan" elakku.

"Emang kalau nggak yakin kamu nggak mandi apa" cibir mama.

Aku hanya manyun.

Akumah selalu mandi, yah walaupun lebih sering mandi bebek.

*_*

"Ayo buruan" ajak Kevin.

"Bentar, aku minta uang jajan dulu" ujarku sambil berlaku.

Kupandangi wajah Kevin yang nampak sebal.

Pengen aku cakar-cakar deh.
Pagi-pagi udah BT gitu.
Kan nggak enak dipandang.

"Buruan" desak Kevin.

"Ok cus" kataku.

*_*

"Eh, eh sekolah belok sana, kenapa malah luruh" protesku.

"Bentat, isi bensin dulu. Kamu mau dorong apa kalau habis bensinnya" celetuk Kevin.

Aku manyun.

Klek.

"Lha ayo buruan" desakku.

"Nggak, aku mau ngobrok denganmu disini" ujar Kevin.

Tunggu.

Disini.

Kita berdua.

"Nanti dikira mau bolos coy" ujaeku setengah berteriak.

Kevin buang muka nggak mengubris.

"Kemaren kenapa menjauh?" tanya Kevin dingin.

Aku manyun sambil mumutar bola mataku.
Seolah berpikir.

"Nan".

"Ho'oh"

"Kenapa?"

"Hmm".

"Aku nggak marah kok, kitakan udah temenan sejak kecil Nan, kenapa nggak blak-blakkan aja sih" ujar Kevin.

"Kamu sendiri juga nggak blak-blakkan ta" tudingku.

Kevin hanya mengernyitkan dahinya.

Aku tatap tajam ia, tepat di manik mata coklatnya.

"Eh, kok jadi aku" elak Kevin.

"Iya. Kamu pacaran nggak bilang-bilang." jawabku.

"Siapa yang..."

"Kamu salah sangka. Ceritanya tak begitu" ujar Kevin.

Sekarang gantian aku yang mengeryitkan dahi.

"Bodo ah. Kita harus latihan upacara ta" ujarku mengalihkan topik.

"Eh, siapa bilang?" tanya Kevin.

"Kak Aldo" jawabku.

"Aku juga bilang. Kenapa nggak disebut" maki Kevin.

"Oi, lha ini jadi latihan nggak" teriakku.

"Latihannya nanti pulang sekolah, nanti pulangnya bareng aku. Awas kalau enggak" ancam Kevin.

"Heleh, berani ngancam aku. Apa udah nggak takut sama bogem mentahku" cibirku.

"Enggak tuh, selama masih disekolahkan nggak boleh. Terlebih lagi di luar gelanggang kamu bisa kena sangsi" cibir Kevin.

Heleh, gitu amat.

*_*

"Nanda..." teriak Sisil.

"Apa"

"Me-mejamu" ujar Sisil gugup.

"Mejaku kenapa Sil?" tanyaku bingung.

"Liat aja ndiri deh" ujar Sisil sambil berlalu duluan.

Aku dan Kevin membuntutinya.

"Hah, apaan beginian. Kuno amat sih" ujarku sebal.

"Nanda" panggil Atun.

"Hmm" responku.

"Udah, bersihin aja dulu. Keburu masuk" ujar Atun.

Segera aku menuju kantor meminta serbet.

Apaa sih. Masak iya pake liptik gini nyoret-nyoretnya.
Susah ilang tauk.

"Sepuluh menit lagi. Ganti meja aja Nan" seru Kevin.

"Setuju",seruku.

"Ridho bantuin dong. Angkatin meja di UKS" pintaku.

"Oke. Sebagai ketua kelas yang mengayomi aku mau membantu.."

"Udah deh, nggak usah berargumen" potongku.

Yah, kenapa aku jadi korban bully sih.
Nggak asyik.


Tentang RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang