Berpikir Keras

26 3 0
                                    

Aku berjalan ke depan ke belakang ke samping.  Eits.... ini jalan apa senam.
Abaikan aku benar-benar gabut sekarang. Rasanya seperti ada yang kurang. Aku cheklist satu-satu dulu.
- mandi udah
- makan malam udah
- nonton tv udah
- ngerjain tugas ud...  eh belum.  Ternyata ini masalahnya.

Aku langsung berlari menuju kasurku,  ku raih ponsel semata wayangku.

Nuuttt...  Nuutt....

Angkat napa kampret.

Ku lirik jam dinding yang bergelantung di dekat almari kecil kamarku.

"Gila ini sudah jam 20.00, si Tengik itukan janjinya jam 19.00. Ini nggak bisa di biarin.  Ini menyangkut masa depanku." celetukku.

Aku ambil asal buku di atas meja belajarku.
Tak lupa satu kamus saku yang nggak kalah tengilnya sama Kevin.

Aku langsung ngacir aja.

"Ma, Nanda ke rumah kevin dulu ya Ma" pamitku tergesa-gesa saat melewati ruang tengah.

Mama tidak menyaut.

Nggak denger kali

Ceklek.

Bruk.

"Siapa sih,  nggak tahu orang lagi panik napa?" umpatku asal tanpa melihat ke arah depan.

Pletak

Sebuah jitakkan mendarat mulus di kepalaku.

"Adaw" pekikku.

"Kamu yang nabrak,  kamu yang marah-marah" gerutu Kevin setelah menjitakku.

"Eh,  Tengil.  Ini juga karena kamu kok.  Lama amat.  Telat satu jam nih" omelku nerocos tanpa jeda.

Kevin melirik ke arah pergelangan tangannya. Kemudian melempar senyum tanpa merasa bersalah sama sekalibke arahku.

Aku reflek memonyongkan bibir.

"Ow,  ternyata kalian ta suara rame-ramenya. Tante kira ini rumah di satroni maling" celetuk mama yang entah sejak kapan membaur.

"Yang ada malingnya takut sama Nanda tante, di double kick langsung K.O" cibir Kevin.

"Iya juga ya. Bisa di pake buat nyatpamin rumah ni. Gak perlu keluar duit buat merekrut satpam.  Nggak sia-sia kamu Nan belajar silat" timpal mama.

Aku hanya mendecis.

Sial.

Malah kena bullying

"Udah langsung aja,  keburu malem. Nanti nggak kelar" ujarku sambil berlalu meninggalkan mama dan Kevin yang sedang tertawa renyah pake banget.

**

"Ini 10 soal saja kamu cuma bener 3. Masih niat belajar nggak" celetuk Kevin saat mrngoreksi lembar jawabku.

"Eh, kamu salah kali.. "

"Ulangi.  Kalo udah selesai panggil aku ya" ujar Kevin berlaku pergi menonton Tv bersama mama.

Aku ambil lembar jawabku.

Lha ini di koreksi nggak sih, kok nggak ada tanda benar salahnya.
Terus yang bener yang mana coba.

Terpaksa, mikir ektra lagi.

"Vin, nih udah" teriakku.

Tak lama Kevin datang menghampiriku.
Mengamati dengan cermat tiap jawabanku.
Matanya fokus, dahinya berkerut,  alisnya naik satu dan bibirnya agak di monyongin. Udah di bayangin aja,  jangan di praktrkkan.

"Hmm... benar empat. Tapi... "

Hening.

"Tapi apa woi? " tanyaku setengah teriak karena nggak suka di gantungin begitu.

"Tapi jawaban yang tadi bener jadi salah semua. Kamu ngasal ya? "tanya Kevin sambil melihat ke arahku

Aku reflek memutarkan kedua bola mataku sambil manyun dikit.

"Kerjain lagi.  Kalo tadi kamu nggak asal-asalna udah mending benar 7. Tapi kalo ngasal ya siap aja jawabanmu berubah-ubah terus.  Dengan kemungkinan bisa salah semua" suruh Kevin setengah mencibirku.

Lha dalah.  Apa-apaan ini?
Katanya mau bantuin kok jadi gini ceritanya.

Tentang RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang