Lari Pagi

18 1 0
                                    


Setelah seminggu berlalu sejak insiden aku berkelahi, juga insiden seminggu yang tidak aku ceritakan karena itu merupakan sebuah aib.

Intinya seminggu kemaren otakku mblenger.

Dan setelah selama seminggu otakku dijajaki soal-soal latihan, akhirnya hari ini hari Minggu juga.

Tiba akhirnya waktunya menempuh ulangan semester.

Yesss...

Hari minggu ini sebenarnya aku mau mengerahkan seluruh kemampuan otakku untuk belajar.
Secara aku ini bukan anak yang pintar.

Tapi rencana jadi gatot gara-gara Kevin malah ngajak lari pagi.

"Ayo lah, nanti aku traktir es dawet putri ayu deh" goda Kevin.

Niat hari hendak menolak, namun apa daya iman nggak kuat.

"Oke deh" seruku.

"Oi Nan, coba lewat sini yuk" ajak Kevin.

"Emang kamu tahu rute jalan sini?" tanyaku nggak yakin.

Firasatku berkata kita akan nyasar.

"Nanti kalau nyasar tinggal balik lagi deh" ujar Kevin.

Gundulmu.
Balik lagi.
Lha kapan sampainya.

"Oke ya" seru Kevin meminta persetujuaanku.

"Okelah. Demi kekuatan es dawet putri ayu" gurauku.

"Nan, nanti sore mai belajar bareng nggak?" tanya Kevin.

"Eh, bukannya sehari ini kamu istirahat nggak belajar ya" seruku.

"Heleh, inikan ulangan semester. Kalau nilai jeblok bisa dicincang mama" seru Kevin.

"Haha kasian. Musti belajar tiap hari" ledekku.

"Nggak ya" sangkal Kevin.

"Gimana mau nggak. Besok b.ind sama PKN lho" seru Kevin.

Aku memelankan lariku.
Nyaris berhenti.

"Oi Nan, kenapa?" tanya Kevin.

"Oh, nggak cuma jadi ke inget insiden kemaren aja" celetukku.

"Insiden yang mana?" tanya Kevin.

"Oh enggak kok" elakku.

"Eh?"

Sebenarnya aku pengen crita panjang kali lebar kok bisa jadi rumus luas.

Nggak nding.

"Udah nggak usah dipikirin. Demi dawet ayu, ayo lari lagi" teriakku.

"Dasar sledeng" celetuk Kevin.

Kita berlari saling mendahului.
Udah kaya anak kecil yang lagi seneng-senengnya lari.

Tiba-tiba kuhentikan langkah kakiku.

Kutenggok kebelakang, Kevin masih belum nampak.

Kutatap tembok didepanku.

Cih.
Sial gang buntu.

"Oi Nan. Tunggu" teriak Kevin yang udah muncul kepermukaan bumi.

Kuihat Kevin mematung sejenak.
Melirik kekanan dan kekiri.
Kemudian cabut.

Ia balik kanan tanpa aba-aba, karena ia sudah tahu kalau ini gang buntu.

"Yang kalah traktir bakso ea" teriam Kevin.

Busyet dah.
Kampret banget tauk nggak.

Aku susulin Kevin dengan kekuatan kecepatan cahaya.
Aku nyaris berhasil menyusulnya.
Tapi...

Bruk.

Aku kesandung batu krikil yang tak nampak.
Lebih tepatnya yang tak ternotif oleh mataku.

Kevin bukannya menolong malah ngakak guling-guling sambil megangin perut.

Oke kesempatan.

Aku langsung bangkit.
Dan..

Hap.

"Yee aku dulaun" seruku.

Kevin hanya manyun.

"Curang" protesnya.

"Lha situ juga curang ta. Siapa suruh tadi langsung lari tanpa aba-aba" protesku.

"Oke deh, yuk ke taman kota beli bakso" ajakku.

"Kamu yang bayar ya. Aku lupa bawa dompet." seru Kevin sambil nyengir.

Asem.
Aku ditipu.

Aku tersenyum kaku.
Kemudian aku bantai Kevin.

"Dasar Kevin kampret" teriakku.

Kevin hanya terkekeh-kekeh.
Nampaknya ia puas berhasil ngerjain aku.

Tentang RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang