Senormal Mungkin

31 2 0
                                    

Pagi itu, suasana kelas agak riuh,
Ada yang bergosip, ada juga yang bercuap-cuap ria curhat dengan teman yang lainya.

"Woi, tumben udah dateng, biasanya masih juga molor penuh iler" ledeku ketika disamping Nanda.

Yang diajak ngomong diam tak merespon.

"Ngomong napa. Itu mulut masih dipake gak? Kalau gak jual aja ke tokopedia.com. "ocehku tanpa jeda.

"Husst.., bisa diam gak kamu Vin," bentak Sisil padaku.

Aku hanya berlalu saja tanpa berkomentar.
Pagi ini aku seperti bukan diriku yang biasanya.
Iya bukan biasanya, aku sudah berbohong pada diriku sendiri seolah ini normal.

Tak berapa lama kemudian bel sekolah telah berbunyi.

Kulihat Pak Eko datang sambil menenteng tas kerjanya itu.

"Assalamu'alaikum, pagi anak anak" sapa Pak Eko dengan ramah.

"Waailukumsalam wr.wb" jawab kami serentak.

Ku lirik Nanda dengan mata ayamku yang duduknya tak berjauhan denganku.
Ia hanya duduk disebrang tempat dudukku.
Berjarak satu setengah meter saja.

Dia berbeda hari ini.
Tampak lebih diam dari biasanya.

Mungkinkah karena remidial PKN kemarin?.

Hari ini pelajaran sekolah hanya mencatat materi materi saja.
Yang akan diterangkan pada pertemuan minggu depan.

Tak terasa bel istirahatpun telah berbunyi.

Ku hampiri dua sobatku itu.
Sisil dan Nanda.

"Ke kantin yuk", ajakku pada dua insan yang masih berada di habitatnya.

Tadinya kupikir mereka tak mau merespon ajakanku.
Makanya aku langsung aja ngeloyor pergi.

"Kevin.." teriak Nanda.

Kau sudah kembali Nan, kembali seperti semula.

"Aku ditraktir ta" iba Nanda.

"Gak lah" jawabku asal, sambil melirik Nanda dengan mata ayamku.

"Aku gak bawa uang jajan, kamu tega melihatku gak punya daya saat pelajaran setelah jam istirahat. Kau suka liat ruhku yang beterbangan gak karuan karena kelaparan hah?"  omel Nanda tiada henti.

"Oke aku traktir" jawabku datar sambil berlalu.

Dibelakang sana kumendengar suatu teriakan heboh.
Iya itu teriakan Nanda karena aku traktri.

Tiba-tiba saja muncul ide usil untuk menjahilimu.

Kevin POV.

Tentang RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang