Hukuman (2)

40 1 0
                                    

"Nanda, bangun sekarang udah jam setengah tujuh", teriak mama di samping telingaku.

"Huwaaa, apa Ma jam tujuh?" tanyaku gugup karena dikagetkan dengan suara toa masjid.

"Kamu ini tidur apa mati, alarm bunyi dari tadi gak bangun bangun." omel mama.

"Cepet mandi, keburu telat!" perintah mama cenderung membentak.

Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini.

Ku langsung ngacir ke kamar mandi.
Mandi bebek, bodo amat yang penting udah mandi, gak ileran plus udah lumayan seger.

Ku langsung berlari-lari kecil menyiapkan buku pelajaran hari ini, tak lupa kuraih ponselku agar tak lupa kubawa

Deg.

Eh, masih jam enam, bukan jam tujuh.

"Mama" teriaku yang gak kalah keras kaya toanya mama tadi pagi.

Samar-samar aku mendengar suara tawa penuh kemenangan.
Iya kemenangan karena berhasil menipu anak semata wayangnya ini.

Aku melangkah ke meja makan dengan muka BT.

"Mama ngerjain aku ta?" tanyaku sebal.

"Kamu lupa Nan, hukumanmu belum berakhir." jawab mama.

Hukuman apa lagi ini, tak bisa kah mama membiarkanku hidup dengan tenang setelah membabu seharian kemaren.

Aku hanya meneguk beberapa kali susu putih buatan mama, tanpa melirik kue bakar untuk sarapan pagi ini.

"Nanda berangkat Ma" pamitku pada mama sambil ngeloyor pergi.

"Gak sarapan Nan?" tanya mama heran dengan sikapku.

"Udah kenyang lari-lari tadi Ma" jawabku agak teriak agar mama mendengar.

Aku berangkat sekolah tadi naik angkot, karena mumpung masih pagi.

Ma, aku udah siap ngibarin bendera perang pagi ini.
Perang dingin karena mama mengerjainku sepagi ini.

Me

Woi, buruan berangkat
Aku bosan

Sisilia

Bentar lagi
Otw.

Sisilia

Kamu kesambet Nan, biasanya masih molor?

Me

Buatin aku bekal.
Aku laper.

Sisil

Y

Aku hampir sampai dekat sekolahan.
Kuberikan aba-aba agar pak sopir memelankan angkotnya.

"Kiri bang, depan situ" ujarku.

Ku turun sambil membayar ongkosnya.

Jam enam sepuluh menit.
Gila ini rekor.
Pertama kalinya aku datang sepagi ini.

Beberapa pasang mata mengamatiku agak aneh.
Mungkin mereka bingung dengan keberadaanku sepagi ini.

*_*

"Woi, ni bekalnya", Sisil menyodorkan sebuah kotak makan.

"Makasih ya" ujarku.

Tak butuh waktu lama untuk menyikat habis isi kotak makan Sisil.

"Kamu udah berapa hari gak makan?", ledek Sisil.

Aku diam tak menjawab.

Kurangkul sahabatku ini.
Aku mulai terisak.

"Nan, ada apa?" tanya Sisil khawatir.

Aku enggan menjawab.

Tentang RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang