Essay

10 2 0
                                    


Aku memasuki ruang kelas sambil menenteng sebuah amplop merah tebal.

Entah, sejak kapan Pak Agus sudah berada dikursi guru.
Setahuku beliau tadi tidak mendahuluiku.
Sudahlah tak penting.

Aku serahkan amplop merah tebal nan berat pada Pak Agus.

"Nan, selamat ya" ujar Pak Agus dengan senyum yang merekah seraya menyodorkan tangannya.

Aku malah ngilu dibuatnya.
Bisa jadi ini jebakan.
Seperti murid yang lain, mengucap selamat tapi dengan wajah mirip zombie

"Heloow, masih hidupkan?" tanya Pak Agus sambil mengibas-ibaskan tangannya.

"Ya" jawabku sekenanya.

"Sudah sana duduk, tapi sebelumnya bagikan ini pada teman-temanmu" perintah Pak Agus.

Aku berjalan sambil membuka amplop merah tersebut.
Sengaja aku sedikit mengintip apa yang ada didalamnya.

Seketika.

Deg!

Jantung ini seperti berhenti sesaat.
Aku mengedarkan soal kesana kemari dengan muka pucat bagai mayat.

Dan tiba-tiba.

"Alamak, essay" teriak Asep yang sudah dari tadi menerima soalnya.

Aku hanya dapat memberikan respon senyum yang super kecut saat membagikan sisanya.

Kurasa mereka sudah paham maksudnya.

"Saya beri waktu 60 menit kerjakan dari sekarang" perintah Pak Agus.

Beliau selalu punya cara acar yang fress saat memberikan ulangan.
Cuma memberi 15 soal tanpa ada pilihan, yang artinya soal tipe II alias essay.
Katanya agar kami tak salah pilih jawaban diantara A, B, C, dan D.

Tik tok tik tok.

Waktu tersu berjalan tanpa menunggu kita siap.
Detik berganti ke menit hingga pada akhirnya..

"Waktu habis, kumpulkan segera" perintah Pak Agus.

"Belum selesai Pak" renggek beberapa murid.

"Selesai nggak selesai kumpulkan" imbuh Pak Agus.

Kami berjalan maju dambil tertunduk lesu, menyetor hasil remidial.

"Kalau ini hasilnya jelek, kalian ngulang tahun depan" seru Pak Agus.

Seketika.

"Yahh, nggak mau Pak" jawab para murid serempak.

*_*

"Gimana Nan?" tanya Sisil.

"Paling juga gitu-gitu aja" seru Kevin sambil mainin COC.

Yah memang diantara kami bertiga aku yang paling jeblok.
Tak perlu ditanya.
Otakku emang cuma standar.

"Tak apa, masih semester satu kok" hibur Sisil.

Tentang RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang