(Monggo diputer dulu sambil baca)
(Biar nggak bingung, timeline nya, chapter ini kejadiannya sebelum Farah ketemu Opik Hani yang ribut masalah foundie ya).
.
.
.
.
.
.
.
.Sepertinya sudah lebih dari setahun. Atau mungkin beberapa tahun sudah berlalu sejak terakhir kali Farah menyibukkan diri dengan kamera dan tripod.
Gadis ayu berkerudung ini seperti lupa akan kebiasaannya mengoceh riang di depan kamera bersama peralatan makeup nya. Rasanya sudah lama sekali Farah tidak autis dengan dunianya sendiri seperti yang dulu orang - orang selalu bilang.
Farah memandangi salah satu sudut kamarnya tak jauh dari tempat tidur. Tempat ia duduk memeluk kedua lutut sejak 2 jam yang lalu. Satu tripod, satu lazy pod dan satu set kamera mirrorless teronggok disana. Debu yang menebal agaknya berhasil memanggil sang empunya untuk sedikit peduli dan ingat bahwa mereka ini siap untuk digunakan kapan saja.
Terlalu banyak hal yang membuat Farah enggan mendekati mereka lagi.
"Ngalamun deui Teh?" Farah terkejut. Spontan ia menengok ke sumber suara yang mungkin sudah dari tadi memperhatikan dirinya.
"Bapak." Sebutnya lembut alih - alih menjawab. Setelah itu ia kembali menunduk.
"Ini sudah kesekian kalinya Teteh nggak ngeh sama ketukan di pintu. Kalau yang tadi teh rampok kumaha atuh?" Pertanyaan kedua Bapak rupanya mampu membuat putri sulungnya tersenyum untuk beberapa saat.
"Bapak sebenernya mah nggak apa - apa Teh. Cuma kebanyakan makan bala - bala sama sate kambing. Ya udah, tensinya jadi naik. Cuma pusing. Udah segitu aja. Si Mamah mah lebay." Terdengar suara tawa pelan Bapak. Farah kembali tersenyum. Ditatapnya wajah teduh penuh wibawa yang dari dulu membuatnya kagum.
"Bapak teh nggak apa - apa. Jadi kalo Teteh mau balik deui ka Korea mah sok atuh."
Farah mengangkat wajah memandang Bapak. Saat itu ia melihat ketidak sinkronan antara ucapan dan hati beliau. Farah tau sejak awal Bapak kurang setuju ia merantau sampai ke negeri Kpop. Namun akhirnya beliau tetap memberi izin. Mata Farah memanas, membuat pandangannya kemudian kabur.
"Maafin Teteh Pak." Ucap Farah diiringi lelehan air mata yang dari tadi sudah menggenang. Bapak menepuk nepuk pelan punggung putri sulungnya.
"Stok maaf Bapak bisa abis Teteh mintain terus." Sebut suara berat nan menenangkan itu.
"Teteh pasti udah sering denger. Allah itu ngasih apa yang kita butuh, bukan apa yang kita mau. Jadi apa yang kita punya sekarang pasti udah yang terbaik. Siapa lagi yang paling tau kalo bukan yang punya. Kita siapa yang punya? Ya Allah."
Farah terdiam. Jauh dalam hati ia setuju apa kata Bapak. Namun apa hendak dikata jika hati dan logika tidak bisa diajak kerja sama? Stuck!
"Selalu ada langit biru setelah hujan Nak. Bahkan kadang suka ada pelangi. Dan pelangi setelah hujan tu jauuuuh lebih cantik." Bapak mengusap pelan kepala Farah lalu melangkah keluar kamar, membuat sepi kembali bertaut.
.
.
.
.
.
.
."Teteeeeeh! Teteeeeeh tolong! Teteh!"
Farah segera berdiri tanpa melepas mukena lalu berlari menuju kamar Bapak."Rumah sakit tolong telpon cepat." Lagi lagi Mamah bicara setengah teriak sambil tetap menepuk pelan pipi Bapak.
Auto pilot Farah kembali berlari ke kamar, mengambil handphone dan menghubungi rumah sakit dengan tangan yang bergetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] YNWA [BTS Local Fic]
Romance"Terima kasih untuk pertemanan, persaudaraan, dan percintaannya ehe?, cerita ini bukan sekedar kenangan yang kita lalui sama - sama, jadi lebih baik di tulis biar nggak lupa, sekalian bukti si Fajar yang selalu teraniaya , ataupun Bang Reki yang mi...