Kereta malam membawa geng rinso pulang dari Surabaya ke Jakarta. Setelah merepotkan keluarga Baba Tjan dan calon menantunya selama dua hari, mereka akhirnya pulang. Opik menatap satu persatu wajah tidur sahabatnya. Sepertinya pulas sekali. Apalagi ditengah guncangan pelan gerbong kereta yang setara dengan ayunan TK.Genta juga tertidur. Dengan wajah berpikir yang tercetak jelas di keningnya. Oik dan Aji dengan wajah super polos yang orang tidak akan menyangka bagaimana kelakuan dua bocah besar itu kalau bangun.
"Nggak bisa tidur Aa?" Opik spontan menoleh ke samping kanannya. Tidak menyangka Fajar akan bersuara.
"Nggak ngantuk Jar."
"Penasaran teh yang suka bikin melek nya Aa?" Fajar tersenyum. Sesaat kemudian ia merogoh ponsel disaku celananya.
"Nih. Yang bikin penasaran."
Di depan wajah Opik sekarang ada potret si Teteh yang sejak kemarin kemarin cuma hadir dalam kepalanya.
"Teu boleh lama lama Aa. Dosa." Fajar tertawa pelan."Naon ah Jar." Opik menggaruk tengkuknya. Dalam hati sangat ingin merebut ponsel Fajar lalu foto tadi di send lewat what'sApp. Iseng emang si Fajar.
"Tau urang mah Aa. Aa teh teu pinter ngaboong. Kalo urang mah terserah wae Aa. Kumaha nu baikna menurut si Teteh." Fajar menatap Opik sungguh - sungguh. Tidak lagi dengan muka 'hehehe' nya tadi.
"Ah susah Jar. Urang teh kieu."
"Kieu kumaha Aa maksudna?"
"Kadang masi ngebir. Sholatna bolong-bolong. Maneh punya Teteh meuni sholehah kitu. Teu salah kalau urang deketin?"
"Orang nggak bener sama ikut - ikutan nggak bener mah beda atuh Aa. Urang teh kenal Aa." Jelas Fajar meyakinkan.
"Ikut saha emangna urang teh?"
Tanpa komando dan kode, keduanya menatap Oik, Yogi dan Aji yang duduk tertidur dihadapan mereka. Keduanya lalu tertawa tertahan."Enak aja lu bawa bawa gue."
Opik dan Fajar seketika berhenti tertawa."Koko ngimpi apa Ko?" Tanya Fajar. Yakin kalau Yogi sedang mengigau.
"Lu yang imannya kaya rumput kena angin, orang lain disalahin." Yogi membuka matanya lalu menatap Opik.
Fajar dan Opik bisa apa selain hehehe. Kepalang terciduk ini. Yogi harusnya ganti nama. Prayogi Kiyoshi.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Dering telpon membangunkan Opik yang memutuskan tidur lagi sehabis sholat subuh. Kemping Bromo lumayan membuatnya letih. Mungkin karena perjalanan 18 jam bolak balik dengan kereta, atau karena faktor tua kalau kata Oik. Durhaka memang adik satu itu.
"Assalamu'alaikum Ibu." Mata Opik mulai melek.
"Waalaikumsalam. Aa sudah solat subuh?"
Bagi Opik, setel alarm subuh itu tidak perlu. Karena alarm bisa dimatikan lalu tidur lagi. Alarm nggak ada apa-apanya dibanding telepon si ibu. Suara beliau selalu sukses membuat Opik melek.
"Udah Bu. Ini lagi nyambung tidur episod dua."
"Kapan pulang Aa?"
'Aduh. Sekarang kalo udah ngomong Bandung jadi deg deg an euy urang teh'
Lalu perut Opik berasa aneh.
"Aya naon Bu?"
"Ibu teh kepengen punya kucing Aa. Belasteran kitu. Kemarin teh Ibu liat ti instagram nya Aa. Aduuu meuni lucu. Ibu kan belum ada cucu. Jadiii, Ibu teh pengen piara kucing."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] YNWA [BTS Local Fic]
Romance"Terima kasih untuk pertemanan, persaudaraan, dan percintaannya ehe?, cerita ini bukan sekedar kenangan yang kita lalui sama - sama, jadi lebih baik di tulis biar nggak lupa, sekalian bukti si Fajar yang selalu teraniaya , ataupun Bang Reki yang mi...