Sekilas info, ini chapter terjadi sebelum ulang tahunnya Cilok ya :)
Casio di lengan kiri Opik menunjukkan pukul 13 lebih 15 menit. Pulpen yang ia genggam di tangan kanan menyuarakan ketukan pelan dari kaca yang menjadi meja kerjanya.
Sepenggal obrolan telpon dengan Ibu beberapa jam yang lalu rupanya terlalu membekas bagi Opik. Menjadi distraksi yang cukup kuat hingga ia lupa deadline laporan yang membentang didepannya.
"Lusa pulang nya Aa. Kumpul sama Abah. Ajak neng Hani sama Genta sekalian. Ibu umur 50 kan cuma sekali. Kalau ada, kalau ada ya Aa ya, si nengnya Aa atuh lah sekalian. Jadi rame - rame kitu."
Ucapan beliau diiringi tawa riang seperti biasa, tapi Opik tau ada sentilan di sana. Ini memang bukan kali pertama Ibu minta kenalan sama 'neng'nya Opik. Apalagi belakangan, sejak Hani punya pendamping di hampir semua acara keluarga besar mereka, frekuensi pertanyaan itu makin sering mampir ke Opik.
"Kalau ada mah udah diajakin dari kemaren - kemaren atuh Ibu. Dipamerkeun ka sadayana." Opik balas tertawa.
"Si neng Hani kan temennya teh banyak Aa. Meuni geulis - geulis. Kenalan atuh Aa."
Opik senyum, seketika merasa terlalu ngenes.
"Ibu teh tau dari mana temennya si neng banyak nu geulis?"
"Ti instagram atuh Aa. Ibu mah sering liat - liat."
"Ari si Ibu, aya instagram oge?"
Opik tertawa, kaget bercampur geli. Pantaslah belakangan ini si Ibu rutin minta diisikan paket internet.
"Iya atuuh. Dibuatin si neng Hani. Katanya teh Ibu bisa setalking orang kitu Aa. Si Genta isina mah Hani deui instagramna teh. Aa, teu aya gageulisna."
Opik tertawa lagi. Berarti matanya tidak siwer saat mendapati satu akun bernama mirip ibu sebagai follower instagramnya 3 bulan yang lalu.
"Iya deh, besok - besok pasti aya nu geulis di IG nya Aa."
"Janji deui Aa mah." Lanjut Ibu lagi.
"Hampura Ibu." Sahut Opik pelan.
"Nggak apa - apa. Ibu tunggu."
Kalimat yang punya andil terbesar sebagai distraksi seluruh konsentrasi Opik siang ini. Dirinya punya deadline yang lebih dari sekedar laporan eksekusi tender perusahaan tempatnya bekerja. Dan deadline itu bernama cari jodoh.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Memenuhi titah Ibu Negara, Opik saat ini berada ditengah keriweuh an keluarga besarnya di Bandung. Acara makan bersama baru saja usai dan obrolan seru segera terjadi.
Seingat Opik, riuh kumpul keluarga mereka beda tipis dengan riuh pasar yang sedang tawar menawar harga. Tidak ada yang namanya hening.
Aaah iya, terakhir suasana nyaris hening itu terjadi saat Kakek meninggal 5 tahun yang lalu.
"Naha Aa? Adem pisan." Ini Hani yang kali ini hadir tanpa Genta.
'Genta titip salam buat Ibu. Katanya maaf nggak bisa datang soalnya lagi ngurus tender di Malang.' Begitu sebutnya saat ditanya kenapa datang sendiri.
"Nggak kenapa - napa." Opik menatap sekilas sepupu kesayangannya itu.
"Aa masih ingat si Gita?" Mata Hani membulat.
'Hmmm hawa hawa mak comblang'.
Pikir Opik.
"Yang minggu lalu ketemu neng di Meraki Aa. Eta nu mirip cita citata tea." Suara Hani mulai meninggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] YNWA [BTS Local Fic]
Romance"Terima kasih untuk pertemanan, persaudaraan, dan percintaannya ehe?, cerita ini bukan sekedar kenangan yang kita lalui sama - sama, jadi lebih baik di tulis biar nggak lupa, sekalian bukti si Fajar yang selalu teraniaya , ataupun Bang Reki yang mi...