'Deadline penelitiannya sebulan lagi Jar. Kata Pak Sam lusa udah harus jadi questionernya.'Begitu isi pesan What's App yang diterima Fajar pagi itu dari Agung, teman seperjuangannya sesama mahasiswa bimbingan Pak Samsuri.
Ada penyesalan muncul saat ia membaca pesan itu.
'Mending tadi nggak usah nanya'
Fajar menggerutu. Entah kenapa otaknya sudah tiga hari stuck. Tak ada satu idepun yang muncul untuk kemudian ditulis dalam bentuk pernyataan pada questioner. Alasannya masih seklasik yang dulu. Lembar questioner yang minggu lalu ia buat dengan darah keringat dan air mata ditolak Pak Sam.
"Pernyataan sama pertanyaannya masih terlalu umum Jar. Coba lebih fokus biar nanti deskripsi data kamu bagus."
Fajar menggaruk kepalanya yang tak gatal. Rambutnya yang belum disisir dari kemarin jadi semakin tak karuan. Matanya menatap layar notebook 12 inch yang menyala sejak 3 jam yang lalu.
"Lo gosok kepala sekali lagi bakalan mirip banget Jar." Oik yang dari tadi memperhatikan Fajar akhirnya buka suara juga. Ia lumayan bosan berada diantara dua sahabatnya yang sedang out of space. Aji tidur terlalu nyenyak untuk ukuran tidur siang. Dari tadi Oik mencoba mengorek - ngorek hidung mancungnya namun gagal. Sedangkan Fajar diam seperti patung di depan notebooknya.
"Mirip naon?" Fajar akan lupa sedang bicara dengan siapa kalau sedang blank. Semua orang yang bicara akan diladeni dalam bahasa sunda.
"Singa gurun Afrika. Rambutnya megar kemana - mana."
Oik tertawa sambil memegangi perutnya. Demi melihat tawa Oik yang terlalu tulus, Fajar menoleh ke arah cermin di kanannya. Oik benar, ia sudah persis singa gurun. Tapi siapa peduli pada rambut megar jika deadline sudah bersuara? Seketika Fajar ingin sehari menjadi 30 jam saja. Bahkan rasanya itupun belum cukup. Pak Sam termasuk dosen yang punya nama baik di TK. Saking baiknya, seluruh mahasiswa bimbingan beliau selalu wisuda paling lama 4 tahun. Inilah sebabnya mereka seringkali di'target' oleh pembimbingnya sendiri. Nasib Fajar sebenarnya beda tipis dengan Aji dan Oik yang dibimbing Trafo. Bisa dibilang Pak Sam adalah Trafo versi protagonis. "Ya Allah. Lieur euy."
Fajar kemudian merebahkan badan lalu menutup kepalanya dengan bantal.
"Mending lo ikut gue dulu aja. Mau dipaksain kayak apa juga percuma Jar. Yang ada lo jadi singa beneran."
"Kemana?" Fajar belum mengangkat bantal dari kepalanya. Suara lesunya makin teredam.
"Nge gym. Kalo gue nungguin si Aji bangun ntar bisa telat ngedate." (Iki sebelum si Oik ulang tahun ya :') )
"Bucin emang maneh mah."
Oik tersenyum manis. Sepertinya ia sudah terlalu kebal dikatai bucin.
"Mau ikut nggak?"
"Gue ganti dulu bentar."
"Nyisir jangan lupa. Gue tunggu depan ya. Kali bidadari gue lewat." Fajar melempar kaos oblong yang baru ia lepas ke muka Oik. Yang dilempar berhasil mengelak dan sambil tertawa puas ia segera melesat keluar kamar.
Sejak kecil, Fajar termasuk anak yang tidak bisa diam. Dia suka segala jenis permainan ala anak - anak. Mulai dari yang sangat laki sampai bola bekel Fajar mah hayu. Bisa dibilang itulah modal besar Fajar sehingga bisa punya teman dari semua lapisan anak. Tapi sejak dua minggu belakangan ini, Fajar seperti tertular Yogi. Dia mager luar biasa. Subuh magrib isya yang selalu menghadap ke masjid seputaran kos sekarang pun jadi bolos.
"Aing ruqyah lah Ji kalo masih begini mah."
Aji mengalihkan pandangan dari webtoon yang sejak tadi khusyuk dibacanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] YNWA [BTS Local Fic]
Romance"Terima kasih untuk pertemanan, persaudaraan, dan percintaannya ehe?, cerita ini bukan sekedar kenangan yang kita lalui sama - sama, jadi lebih baik di tulis biar nggak lupa, sekalian bukti si Fajar yang selalu teraniaya , ataupun Bang Reki yang mi...