"Ji. . Pulang ya. . Gue tau ini berat banget buat elo. Kita semua juga doain dia disini. Dan kita tau doa siapa yang paling dia butuhin Ji.".
.
.
.
.
.
.
.
.Sambil melantunkan doanya, Aji menghapus air mata yang mengalir selama ia melaksanakan shalat subuh.
Raka teman sekamar Aji yang sudah bangun sedari tadi tidak sampai hati bertanya apa yang terjadi pada teman sekamarnya selama masa pelatihan mereka sebagai pilot berlangsung.
Dengan tangan bergetar, Aji berusaha menghubungi Jeni. Berharap jika yang ia dengar dari Reki tadi hanya mimpi buruknya.
Meski sudah berkali - kali mbak operator menjawab panggilan Aji, tetap saja di dial nomor pacarnya itu sampai Aji membanting ponselnya sendiri.
"Woooi Ji! Santai! Jangan marah - marah!" Raka yang sedari tadi sengaja membuat kopi lambat - lambat kaget bukan main.
"Sorry bro." Aji bergumam pelan, kemudian diambil lagi ponsel yang layarnya sudah retak itu.
"Shit!" Aji membanting lagi ponsel yang tidak bekerja sama sekali itu.
"Pake punya gue aja," Raka menyodorkan ponselnya ngeri, karena baru kali ini dia melihat Aji kaya orang kesetanan begitu. Wajahnya mengelam, senyumnya tak ada, kentara sekali perasaannya yang campur aduk dan tak ada satupun perasaan bagus di dalamnya.
"Thanks Ka." Aji kembali menyerahkan ponsel Raka ke pemiliknya. Dahi Raka berkerut melihat portal pemesanan online suatu masakai masih terbuka di ponselnya.
"Lo mau pulang Ji?"
"Iya. Gue mau pulang. Calon istri gue pulang juga soalnya." Ucap Aji dan Raka hanya bisa mengangguk.
"Ka pinjem lagi dong," Raka lalu menyerahkan kembali ponselnya ke Aji.
Di dialnya nomor yang sudah ia hapal diluar kepala dari kapan tahu itu.
"Halo, Jar. . Gue balik ke Jakarta jam 6.30 waktu Bali. Hp gue rusak, lo tunggu aja gue di bandara ya."
Setelah terdengar oke dari Fajar barulah Aji menutup panggilannya dan mengemas ranselnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Satu jam empat puluh menit setelah waktu keberangkatan, Aji sampai di Jakarta dengan selamat. Dan seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, Fajar sudah menunggunya di arrival gate. Tapi fajar tidak datang sendirian. Ada Opik yang menemani. Dari nada suaranya ketika menelpon saja, Fajar tau jika ia tidak akan bisa membawa Aji pulang dengan selamat kalau sendirian.
"Nah eta si Tejo..." Ucapan Opik membuyarkan lamunan Fajar.
Langkah Aji terasa berat. Di satu sisi ia tidak ingin pulang, tapi di sisi lain ia ingin memastikan dengan mata kepalanya sendiri.
"Bro..." Panggil Fajar kemudian memeluk Aji, Opik ikut bergabung dengan mereka kemudian.
"Belom Jar. Belom. Jeni pasti bakal pulang dengan selamat." Aji menggeleng dari balik punggung Fajar.
Selama perjalanan menuju rumah Jeni, Opik dan Fajar sama sekali tak berani mengusik Aji yang tampaknya tertidur di backseat. Ketika pajero Opik sudah terparkir, bendera kuning sudah berdiri di depan pagar rumah Jeni.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] YNWA [BTS Local Fic]
Romance"Terima kasih untuk pertemanan, persaudaraan, dan percintaannya ehe?, cerita ini bukan sekedar kenangan yang kita lalui sama - sama, jadi lebih baik di tulis biar nggak lupa, sekalian bukti si Fajar yang selalu teraniaya , ataupun Bang Reki yang mi...