"Tidur Tet," Ucap Aji di seberang sana. Bukannya tidur, sehari sebelum wisuda mereka, Aji dan Jeni malah ngobrol ngalor ngidul, mulai dari nostalgia masa kuliah yang akhirnya kelar juga, hingga betapa Jeni memusuhi Aji dulu.Jeni yang tadinya sudah berbaring di tempat tidur kembali ke posisi duduknya, "Tet. . Besok kita officially pengangguran dong ya, abis ini lo mau lanjut kemana?" Tanya Jeni sambil memandangi brosur hadiah ulang tahun dari Aji beberapa bulan yang lalu.
"Pertanyaan lo berat amat sih Tet," Balas Aji sambil terkekeh.
"Iya, mumpung besok wisuda kan, siapa tau lo mikirin apa gitu. ." Jeni menjeda, kemudian kembali melanjutkan, "Misal. . Daftar sekolah pilot."
"Nggak bakal diijinin Ibu mah kalau itu," Meski Aji tertawa, Jeni dapat menangkap nada kecewa.
Jeni tumbuh di keluarga yang amat sangat suportif dengan apapun pilihannya. Termasuk untuk melanjutkan kuliah ke London untuk studi S2.
Orangtuanya mengajarkan Jeni untuk jangan pernah membatasi diri dalam bermimpi. Karena menurut mereka, putri semata wayang mereka itu tampak sangat bahagia ketika satu persatu mimpinya terwujud. Dan kebahagiaan Jeni tentu saja menjadi hal yang mereka prioritaskan.
"Udah ah, gue tidur dulu. Kalau kita nggak ketemu besok, pulangnya gue samper ya." Ucap Aji sebelum menutup panggilan.
"Hmm. . Good night bae," Ucap Jeni.
"Night Tet," Balas Aji kemudian panggilan mereka terputus.
Jeni menatap kertas dalam genggamannya itu. Tiba - tiba dadanya terasa sesak. Pasti sangat berat untuk Aji ketika dirinya tidak dapat mewujudkan mimpinya itu. Dan semuanya sedihnya disimpan sendiri, sampai hari itu. Hari ulang tahun Jeni.
Hatinya pilu ketika mengingat perkataan Aji saat si cantik itu mengutarakan maksudnya untuk melanjutkan S2 dalam waktu dekat.
"Ji. . . Gue nggak apa - apa kan pergi?" Jeni menatap Aji. Mencoba menerka apa yang sedang dipikirkan oleh pacarnya itu. Ketika semua asumsi jelek bermunculan di kepalanya, senyum rectangular Aji membuyarkan semuanya.
"Nggak apa - apa lah, S2 kan cuma dua tahun. Nanti lo S2, gue nyari dana dulu buat lamar elo."
"Kenapa lo liatin kaya gitu? Kaget ya kalau gue sekeren ini?" Goda Aji.
"Gampang banget ngomong ke elo, gue rasanya deg - degan buat hal yang sia - sia Tet," Jeni menatap Aji terperangah.
"Gue tau rasanya gimana kalau mimpi kita dikekang Jen. Dan gue nggak mau lo rasain itu juga." Aji menatap Jeni hangat. Kemudian diraihnya jemari si mbak pacar itu.
"Dua taun doang tapi ya, jangan lelet lo lulusnya. Kalau lelet nanti gue nikah sama yang lain." Dengus Aji.
"Lo kok yakin banget mau nikah sama gue Tet?" Tanya Jeni.
"Gue juga nggak tau Tet, I just got the feel? Asik." Awalnya serius tuh mukanya, belakangnya hehe club lagi.
"Kalau jawaban lo begitu mah, udah pasti ditolak lamaran lo sama Papa," Jeni terkekeh.
Aji mengangguk - angguk, kemudian berkata, "Gue suka merhatiin lo kalau lagi sama Juna. Dan ya. . Kesampingkan imej galak lo, ternyata lo cukup keibuan. Tau nggak lo, pertama kali gue terciduk elo itu, waktu lo nolongin anak ilang di Mall? Yang waktu kita jalan rame - rame sama Ica, Oik, sama si Fajar juga? Dan gue rasa. . Anak gue bakal seberuntung itu kalau ibunya elo."
Perlahan sudut - sudut bibir Jeni tertarik ke belakang. "Oke lulus. . Lulus! Lo cukup qualified buat one on one sama Papa haha," Ucap Jeni kemudian mereka berdua tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] YNWA [BTS Local Fic]
Romance"Terima kasih untuk pertemanan, persaudaraan, dan percintaannya ehe?, cerita ini bukan sekedar kenangan yang kita lalui sama - sama, jadi lebih baik di tulis biar nggak lupa, sekalian bukti si Fajar yang selalu teraniaya , ataupun Bang Reki yang mi...