Suatu ketika Farah pernah terpikir kalau saja dilaci meja kerjanya di kamar ada mesin waktu seperti yang Nobita miliki. Farah hanya ingin kembali ke satu masa. Saat dimana macet ibukota menyanderanya dalam taksi menuju Bandara Soetta. Seperti dua tahun lalu, pria jangkung berparas sendu itu kini berdiri lagi di depannya. Dengan senyum canggung dan mata teduh yang sama."Kamu apa kabar?" Suara berat itu menyapa setelah sekian lama. Masih dalam berdirinya yang canggung.
Kalimat Mamah setelahnya terdengar kurang jelas bagi Farah. Telinganya sudah dipenuhi bising masa lalu yang mendadak lalu lalang dipikirannya. Agaknya bising itu memiliki frekuensi sama dengan suara berat yang tadi jelas terdengar. Lalu beresonansi dengan sempurna dalam bunyi yang saling menguatkan. Yang Farah tahu, resonansi itu menghasilkan getaran. Atau mungkin memang ada hal lain seperti kenaikan suhu yang membuat kepalanya panas.
"Teh, duduk nak." Mamah menepuk pelan lengan Farah. Ibu dan anak itu beradu pandang. Ada sorot maaf yang tak terucap dari beliau. Farah kemudian menurut. Dengan gerak kaku seperti bukan di rumahnya sendiri, ia duduk berseberangan dengan Heru.
"Silakan diminum dulu tehnya Heru, Mamah tinggal sebentar ya. Tadi kerjaan di dapur teh lagi nanggung."
Farah menunduk. Menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan. Berusaha meredam hawa panas dikepalanya.
"Alhamdulillah aku baik." Farah bersuara setelah hening beberapa saat.
Heru yang juga menunduk tiba - tiba menatap Farah."Ya?" Heru memastikan yang baru saja didengar adalah benar suara Farah.
"Kabar aku baik. Alhamdulillah."
Ulang Farah. Masa lalunya itu lalu tertawa pelan."Alhamdulillah. Mamah sama Fajar damang?" Lanjutnya lagi. Pembuka yang sangat basa - basi.
"Pangestu, Alhamdulillah." Farah mendengar suara yang tidak ia kenali. Nada yang datar dan dingin. Suasana canggung kembali datang. Sesekali mantan calon suaminya itu meliriknya. Farah kembali tarik napas dalam - dalam dan membuangnya perlahan saat kenangan demi kenangan mulai bermunculan.
'Mah, tolong Teteh.' Lirihnya dalam hati. Berharap Mamah muncul secepatnya dari dapur.
"Makeup store kamu kayaknya lancar ya Far?"
Farah balik menatap lawan bicaranya. Terkejut tentu saja. Banyak hal tak terduga yang terjadi dalam waktu kurang dari dua jam. Termasuk Heru yang saat ini rupanya jadi seorang pengamat sosial media. Seingat Farah, ia sudah memutus semua komunikasi dengan Heru. Farah tidak ingin berlaku layaknya abege labil yang memblokir sang mantan dari seluruh sosial media. Dan sepertinya ia sudah membuat pilihan yang salah.
"Aku liat instagramnya kamu." Pria itu senyum canggung lalu mengusap tengkuknya. Sedang Farah sudah tidak tahu lagi ekspresi di wajahnya sekarang seperti apa. Begitupun pikirannya.
"Maaf ya Mamah tadi nanggung masaknya. Hayu atuh Heru diicip kuenya."
Tanpa sadar Farah menghembuskan napas lega.
"Maaf aku ke atas dulu. Capek dua setengah jam di travel." Farah mengemasi tas bawaannya yang ia letakkan di sebelah kakinya.
"Boleh kita bicara sebentar?" Cegat Heru begitu Farah berdiri. Gerakannya terhenti. Diliriknya Mamah yang juga terlihat kaget. Beliau lalu mengangguk pelan, isyarat kalau sebaiknya dengarkan saja apa yang pria ini mau katakan.
"Mohon ijin sebentar ya Mah. Maaf kalau saya lancang." Ucap Heru dengan suara lebih pelan. Ia mencoba tersenyum dalam momen canggung yang makin terasa itu. Sekali lagi Mamah mengangguk menatap putri sulungnya lalu beliau undur diri.
Farah duduk kembali di kursinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] YNWA [BTS Local Fic]
Romance"Terima kasih untuk pertemanan, persaudaraan, dan percintaannya ehe?, cerita ini bukan sekedar kenangan yang kita lalui sama - sama, jadi lebih baik di tulis biar nggak lupa, sekalian bukti si Fajar yang selalu teraniaya , ataupun Bang Reki yang mi...