Paper Wall - Enam

594 140 12
                                    

Malamnya, Mia sedang berkutat dengan laptop sambil menarikan jari-jarinya dengan lincah. Tak ada suara yang bisa membuatnya pecah konsentrasi, ide cerita yang ada dalam pikirannya tak bica dicegah untuk terus mengalir.

Napasnya memburu, ia mengabaikan beberapa typo dalam tulisannya. Ia tak mau setiap rinci kejadian yang sudah tersusun hancur hanya karena soal sepele. Sebentar lagi jarum jam akan menunjukkan pukul delapan malam, itu berarti ia tak punya waktu banyak untuk mempublikasikan ceritanya.

TOK! TOK!

“Mia! Ada tamu!”

Untungnya kamar Mia dikunci, jadi ia tak harus merespons panggilan ibunya. Tamu? Siapa juga yang akan bertamu padanya? Dia bukan orang penting yang akan dicari, pikirnya.

TOK! TOK!

“Mia! Cepat, Nak! Dia ada perlu denganmu!”

Augh, berisik sekali,” ujar Mia sambil bergeming. Dia tetap enggan beranjak untuk membuka pintu, sebagai author ia harus professional. “nanti aku turun!”

TOK! TOK!

Lalu sampai di ketukan ketiga …

“Ke luar atau aku mengurungkan niatku untuk membantumu.”

… Mia langsung menghentikan kegiatannya dan berlari ke arah pintu. Membiarkan kursi meja belajarnya jatuh.

BRAK!

Mia tersenyum paksa setelah membuka pintu dengan tak sabar, ia mendapati Kyungsoo dengan tatapan tajamnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mia tersenyum paksa setelah membuka pintu dengan tak sabar, ia mendapati Kyungsoo dengan tatapan tajamnya. Walau raut lelaki itu tak mengenakkan, setidaknya ia punya firasat pertemuan ini membuahkan sesuatu yang begitu menguntungkan baginya. Mia menutup pintu lalu mengikutinya untuk ke ruang tamu, melewati Shownu yang sedang minum dengan raut bingungnya karena sang adik mengekor tamu bak orang baru gila.

Mereka duduk dalam diam, mengabaikan Shin Hye serta Jung Suk yang mengintip di balik dinding perbatasan antara ruangan yang mereka tempati dengan meja makan. Sebelumnya Shin Hye sudah menyiapkan minuman, jadi Mia tak perlu repot-repot berlaku manis dan sopan.

Ah, lagipula Kyungsoo sudah cukup tahu dirinya. Begitu pikir Mia.

“Ada yang mau kau bicarakan, Kyungsoo-ssi?” tanya Mia sambil duduk tegap dan memamerkan senyumnya. Kyungsoo memejamkan matanya sebentar supaya bisa mengontrol diri di depan Mia, lalu menghela napas.

“Bantu aku.”

Dalam lubuk hati Kyungsoo yang paling dalam, memohon seperti ini adalah aib bagi dirinya. Apalagi hanya untuk urusan menghindari keluarga besarnya yang sore tadi sempat hampir membunuhnya dengan berbagai pertanyaan serta ancaman soal Mia.

Terbayang jelas bagaimana nasibnya kalau ia membiarkan hal itu terus terjadi. Paling tidak Kyungsoo harus membereskan masalahnya dengan Mia dan bernapas untuk sesaat.

Paper WallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang