Ketika si pengendali mimpi bertemu dengan Author Fanfiction yang mengandalkan mimpi untuk tulisannya.
Ada yang tahu jika mimpi sebenarnya bisa dikendalikan? Jika tidak, ayo berkenalan dengan Mia Melody. Gadis pengangguran yang punya pekerjaan sampin...
Pagi ini dengan malas-malasan Mia pergi ke tempat pengiriman barang. Seperti biasa, hanya bermodal sandal capit dan masih dengan pakaian tidurnya ia berjalan gontai melewati rumah Seulgi. Kebetulan Chanyeol baru saja keluar dari sana, bersama seorang wanita paruh baya.
Mata mereka bertubrukkan, Mia langsung merutuk habis-habisan. Walau begitu ia langsung merapikan penampilannya sebaik mungkin walau tak membuahkan hasil apa-apa. Memang sial harus bertemu dengan ibu Kyungsoo sepagi ini, gerutunya.
“Pagi, eomma-nim …” sapa Mia ragu sambil tersenyum kaku. Tidak ada keindahannya sama sekali, sangat lengkap dengan penampilanya sekarang.
“Kau baru bangun?”
“Ani, aniya! Saya memang belum berganti baju karena buru-buru untuk mengirim barang!” jawab Mia cepat sambil menunjukkan barangnya. Chanyeol yang memang cukup tahu suasananya berkat cerita Kyungsoo beberapa hari yang lalu hanya menggigit bibir bawahnya gugup di belakang Hyo Jin. “Eomma-nim … sedang apa di sini?”
“Mengantarkan keperluan Kyungsoo, tadi dia buru-buru dan tak bisa ke rumah Chanyeol.” Mia mengangguk mengerti, ia kehilangan kata-kata entah kenapa. Rasanya buntu saja otak Mia untuk berpikir di pagi hari begini.
Jadi pada akhirnya Mia meminta maaf soal kejadian di mana ia pingsan dan membuat kekacauan di rumahnya waktu itu. Sebenarnya bukan sepenuhnya kesalahan Mia, tapi entah kenapa rasanya ia perlu meminta maaf.
Hyo Jin tak menyahut, ia masih betah melihat Mia dari ujung kepala sampai ujung kakinya. Mia yang kurang nyaman dan sudah tak kuat untuk menyampaikan isi kepala dan hatinya sejak lama akhirnya membuka suara lagi.
“Eomma-nim, apa salahku sampai membuat Anda tak suka?” tanya Mia dengan intonasi yang dalam. Ia menatap sendu ke arah ibu kekasihnya. Hyo Jin tersenyum sinis, ia sempat mengalihkan sebentar pandangannya ke sekitar.
“Kau belum sadar?”
“Selama ini aku selalu mencoba menjadi wanita yang bisa kau sukai. Aku memposisikan diri untuk tampak baik di depanmu. Tapi entah kenapa aku masih merasa kau tak menyukaiku karena hal lain,” ujar Mia sebisa mungkin untuk tetap lembut. “Kyungsoo butuh seseorang untuk membuatnya bangkit. Aku yang dipilihnya. Tapi kenapa eomma-nim …-"
“Justru itu aku heran kenapa bisa dia memilihmu,” potongnya membuat Mia meringis pelan. “tidak ada yang bisa aku harapkan darimu untuk menjadi menantuku.”
“Karena aku tak sebaik Jihyun?” tanya Ma sarkas, membuat Hyo Jin sesaat diam lalu mengangguk.
“Kau tahu isi pikiranku?” tanya ibu Kyungsoo membuat Chanyeol segera melerai dengan pergi ke tengah-tengah mereka. Hyo Jin pergi dengan angkuhnya, meninggalkan Mia yang masih terdiam dengan aura tenangnya.
Chanyeol tahu perasaan Mia tak baik-baik saja, tapi ia bingung harus bagaimana. Dan gadis ini langsung pergi berbalik arah, melupakan tujuan awalnya mengirim barang. “Mia, hoi Mia!”
***
Jooheon memutuskan panggilannya dengan Seulgi, ia baru saja selesai makan di café dekat bioskop. Namun ketika ia mendongak, mata sipit Jooheon menemukan presensi Mia yang tak ia sadari kedatangannya.
Gadis itu tengah melamun di ujung ruangan sambil mengaduk minuman dinginnya. Jadi daripada sendirian menunggu, Jooheon memilih menghampirinya.
“Wae? EXO gagal konser? Atau jadwal comeback mereka mundur? Ahh, kalah voting dengan fandom sebelah, ya?” tanyanya sebagai sapaan. Sejauh ini Jooheon hanya mendapati Mia terlihat galau karena urusan idolanya. Sayang sekali, kali ini dia menggeleng lemas.
“…”
“Soal bukumu? Jangan khawatir. Aku membeli dan aku mempromosikannya juga pada teman-temanku. Pasti banyak yang mau. Bukumu bakal laris.” Lagi-lagi Mia hanya menggeleng.
Jooheon menebak sambil memperhatikan raut wajahnya, sampai Mia jengah juga. Dia menghela napas dan cemberut di depannya.
“Astaga, kenapa matamu itu?” tanya Jooheon sambil memegang dagu Mia untuk memeriksa keadaan matanya yang berkantung. Dengan lemas Mia menepis tangannya dan kembali menompang dagu. “Kau kurang tidur?”
“Kebanyakan tidur.” Jawaban Mia yang terasa tak masuk akal itu membuat Jooheon menggeleng. Namun berikutnya ia ingat bahwa Mia sekarang bisa mengendalikan mimpi. Ia juga sempat mendengar dari Shownu kalau Mia sempat sakit karena pola tidurnya yang berantakan.
Tapi bukankah dia baru saja sembuh? Lantas kantung mata darimana itu?
“Aku akan ceritakan, tapi tolong jangan anggap aku perempuan bodoh.”
“Apapun ceritamu, aku akan selalu menganggapmu perempuan bodoh.” Mia mendecak sambil mulai bercerita. Kini bebannya bertambah, bukan hanya menciptakan adegan untuk ceritanya, tapi memperkirakan baiknya jika ia bersikap di depan Hyo Jin.
Sebelum merebut hati ibu sang kekasih, Mia selalu memperagakan adegannya di dalam mimpi. Tentang bagaimana saja respons yang akan Hyo Jin tunjukan padanya. Hal itu membuat pola tidur Mia kembali berantakan di samping kerjaannya yang mulai membuatnya sibuk.
“Mia, jangan tambah bebanmu itu. Pre-order untuk bukumu sudah dibuka, sebentar lagi kau akan sibuk membantu Mira. Jangan siksa dirimu untuk hal yang tak penting,” jelas Jooheon tak habis pikir. “sekarang waktunya kau membuktikan pada semua orang yang selalu mengolokmu, atau pada keluargamu, bahwa sekarang kau bisa menghasilkan uang dari hobby menulismu itu.”
“Ini penting Jooheon,” sahut Mia setelah menghela napas lelah. “aku tak nyaman berhubungan dengan Kyungsoo jika ibunya saja tak menyukaiku.”
“Aduh, memangnya ini cerita lama? Kenapa sih hidupmu sangat drama?” tanya Jooheon sambil menyandarkan punggungnya ke kursi dengan cukup kasar. Mia tak menyahut, menandakan bahwa candaan Jooheon tak berpengaruh padanya.
Kalau boleh jujur, ucapan Hyo Jin tempo hari membuatnya sangat tersinggung. Secara tak langsung ibu Kyungsoo ini membandingkan dirinya dengan Jihyun. Mungkin perempuan lain akan meninggalkannya setelah tahu begini, tapi Mia tak bisa.
Entah sejak kapan mulanya, Mia tak mau melepaskan Kyungsoo. Lelaki yang menerima karakternya dan selalu memberinya semangat agar terus maju menggapai keinginannya untuk menerbitkan buku.
Di samping bahwa lelaki ini sudah mengajarkannya mengendalikan mimpi.
“Kau perlu waktu banyak dengan Kyungsoo hyung. Jangan sendirian terus atau kerjamu hanya akan tidur dan memimpikan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi antara kau dan ibunya,” saran Jooheon sambil mengusap rambut Mia dengan lembut. “aku khawatir. Jangan siksa dirimu, Mia.”
Mia menatap Jooheon sendu, nyaris melembut karena memang ia cukup lelah dengan masalahnya. Hal itu disaksikan Seulgi di luar café yang sibuk mengatur napas serta emosinya.
“Mereka hanya teman, Seulgi …” gumamnya sambil mengepalkan tangan. “ … astaga, tapi kenapa dadaku sakit begini?”
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.