Besoknya, Shin Hye melihat dengan raut aneh kepada anaknya yang sangat tiba-tiba belajar Yoga. Padahal biasanya jika ia mengajak, Mia akan menolak mentah-mentah dan memilih tidur atau berkutat dengan laptopnya.
“Ada angin apa?”
“Aku harus melatih pernapasanku, mommy. Selain karena baik untuk tubuh, ini akan memperlancar keinginanku,” jelas Mia setelah mengembuskan napasnya dengan pelan. “jangan ganggu aku.”
“Siapa juga?” tanya Shin Hye sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Mommy mau ke supermarket dulu.”
“Titip cokelat ya, mommy.”
“Ini harusnya jadi tugasmu.” Mia menggerutu mendengar kalimat akhir Shin Hye, tapi tetap melanjutkan kegiatannya. Ia menyabarkan diri supaya emosinya terkontrol. Bagaimanapun juga, pernapasan dan emosi menjadi salah satu syarat untuk kesuksesan mengendalikan mimpi. Itu yang Kyungsoo katakan padanya.
Tak lama ia melihat Kyungsoo di ambang pintu kamarnya, tanpa sempat bertanya ia menjelaskan kalau Shin Hye yang mempersilakannya masuk.
“Bukannya kau mau datang nanti malam?” tanya Mia heran, ia segera berdiri dan duduk di kasurnya.
“Besok kita datang ke ulang tahun nenekku. Aku sudah mengatakan padamu kalau kau bisa mengendalikan mimpi bahkan sebelum ulang tahunnya tiba,” jelas Kyungsoo buru-buru buka suara lagi saat melihat gelagat Mia yang mau meledeknya. “kau yang bodoh. Susah sekali diajari.”
“Cih.”
Kemudian Kyungsoo menanyakan bagaimana perkembangannya, sedangkan Mia menggeleng pasrah. Padahal pernapasan dan emosinya sudah cukup baik terkontrol, tapi selama ia tidur pun kemampuannya belum mau unjuk diri.
“Pikiranmu bagaimana? Itu langkah terakhir supaya kau bisa lebih bisa masuk ke dalam mimpimu dan mengendalikannya. Kau harus bisa menyadari apa yang kau pikirkan ketika mengerjakan sesuatu.”
“Itu dia masalahnya,” sahut Mia sambil merebah. “aku selalu tak menyadari apa yang aku pikirkan.”
“Memangnya apa yang kau pikirkan?”
“Kau,” jawab Mia dengan intonasi yang datar dan terkesan tak acuh. “tentu saja.”
Kyungsoo melemparkan poster yang ada di meja belajar Mia, sedangkan gadis itu terkejut sambil memeluk benda yang dilemparnya. Segera ia mengomel karena itu poster GD terbaru yang ia punya, tapi belum sempat terpasang.
“Aku salah apa? Memang iya aku memikirkanmu terus!”
Kuping Kyungsoo memerah, ia mengalihkan pandangannya ke arah lain sambil mendecak. Mia ini memang luar biasa, pikirnya.
Tanpa perlu diperintah, Mia segera menutup gorden dan merebah di kasurnya. Rencananya memang hari ini ia akan mencoba untuk benar-benar mengendalikan mimpi bersama Kyungsoo. Untungnya Shin Hye sudah diberitahu oleh Mia kalau lelaki itu akan bertandang walau tidak secepat ini, jadi ia tak perlu takut kena omel.
“Kenapa gordennya harus ditutup segala?” tanya Kyungsoo sewot.
“Kau pikir manusia macam apa yang tidur pagi-pagi begini? Ah, aku perlu menutupnya karena matahari sedang bersiap kerja,” jelas Mia sambil menyimpan speaker di nakasnya. Disusul tawa sinis yang membuat Kyungsoo ngeri sendiri.
“Aku pikir pengangguran sepertimu kerjanya memang tidur tidak kenal waktu.”
“Ish,” Mia mendelik mendengarnya.“aku sudah menyiapkan sesuatu.”
Kyungsoo mendudukkan dirinya di depan Mia, gadis itu sibuk mengoperasikan speaker sampai tak lama terdengar sebuah alunan lagu.
“Kau bilang ini juga bisa membantu, kan?” tanya Mia dan Kyungsoo hanya mengangguk.

KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Wall
FanfictionKetika si pengendali mimpi bertemu dengan Author Fanfiction yang mengandalkan mimpi untuk tulisannya. Ada yang tahu jika mimpi sebenarnya bisa dikendalikan? Jika tidak, ayo berkenalan dengan Mia Melody. Gadis pengangguran yang punya pekerjaan sampin...