“Aku mendengarnya,” kata Kyungsoo pelan dalam kesunyian. “saat kau membantuku untuk terbangun, kita sempat bertemu di dunia mimpi dari Jooheon.”
Mia tak menyahut, sejak cerita Kyungsoo selesai dia hanya diam. Separuh dari dirinya sibuk mencerna apa yang dialami mantan kekasihnya, separuh lainnya lagi sedang sibuk merasakan suasana di dalam mobil. Tentunya mengutuk Jooheon yang ternyata diam-diam menceritakan apa yang pernah dialaminya pada Kyungsoo.
“Awalnya aku tak percaya bahwa perempuan bodoh yang sibuk menangis mengutarakan isi hatinya adalah kau yang menyusup ke dalam mimpiku. Aku pikir kau sama saja dengan Jihyun, hanya raga kosong yang tercipta di dunia alam bawah sadarku.”
“Namun aku benar-benar mencoba percaya kalau yang Jooheon katakan adalah petunjuk dari Tuhan untukku bahwa ini bukan hanya omong kosong semata.”
“Kau … benar-benar datang ke dalam mimpiku, bukan?”
Sejujurnya Mia sampai bingung harus memberikan respons seperti apa sekarang. Penjelasan Kyungsoo barusan membuat matanya membulat tanpa ia minta, membuat napasnya tercekat dan dadanya berdebar tak keruan. Dulu ketika ia sempat mempercayai apa yang Kyungsoo katakan, Jooheon sendiri yang bilang itu hanya sebuah kebetulan. Mia tak seharusnya menyangkut pautkan soal pengalamannya bertemu Kyungsoo dan mempercayainya bahwa mereka benar-benar bertemu secara nyata.
Masuk ke dalam mimpi orang lain? Logisnya sebelah mana?
Tapi sekarang ada orang lain yang juga percaya akan asumsi serta keyakinannya, meski keduanya tak tahu kenapa bisa demikian.
Ya, kenapa bisa demikian?
“Tidak ada yang seperti itu Kyungsoo. Dibanding aku, kau jauh lebih hebat soal dunia mimpi. Mana mungkin aku yang saat itu baru saja belajar bisa tahu caranya masuk ke dalam mimpimu?” tanya Mia mulai membuka suaranya meski hanya sebuah tentangan dengan suara yang teramat tidak normal. Kini ia satu-satunya orang yang tahu kebenaran tentang perlintasan dunia mimpi, namun memilih menyembunyikannya.
Kyungsoo tersenyum sinis, ia bilang, “Aku sendiri sebenarnya tak tahu hal semacam ini bisa terjadi.”
“Kalau begitu apalagi yang harus kita bicarakan? Semuanya sudah jelas, kau sendiri tak tahu kenapa itu bisa terjadi. Mungkin benar apa kata Jooheon, itu hanya sebuah kebetulan. Kita berdua hanya bermimpi saat itu dan keadaannya sama, bukan berarti kita bertemu secara sadar meski di dunia yang berbeda.”
“Tapi kau lupa akan dua hal Mia …” sahut Kyungsoo menoleh padanya. “… Di dunia ini tidak ada yang namanya kebetulan. Semua sudah menjadi takdir.”
“…”
“Dan kau lupa bahwa Tuhan adalah pemberi keajaiban.”
“Cukup, Kyungsoo. Aku tidak mau obrolan ini semakin terasa ane—"
“Semua keajaiban terkadang bisa dijelaskan cara kerjanya meski itu menentang kemampuan pikiran manusia.”
Mia memutar bola matanya jengah, dia tak tahu Kyungsoo bisa mendadak ceramah di sampingnya. Sialnya dia tak bisa kabur karena mobilnya terkunci, belum lagi ponselnya tersita. Haruskah Mia melakukan cara terakhir untuk pergi? Berteriak minta tolong dan menuduh Kyungsoo mau memperkosanya?
Sungguh, dia harus ke luar sekarang juga. Mia sudah tak tahan dengan kebenaran yang dipendamnya sendirian. Apalagi kebenaran di luar nalar manusia biasa sepertinya.
Di sisi kejengahan Mia, Kyungsoo kembali menatap ke depan seakan tak peduli dengan rasa tak nyaman yang wanita itu rasakan. Sekuat tenaga ia buang sikapnya yang sebelum ini sama bandelnya dengan Mia. Mereka tidak bisa sama-sama keras kepala, lagipula Kyungsoo menguncinya bukan karena alasan konyol seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Wall
FanficKetika si pengendali mimpi bertemu dengan Author Fanfiction yang mengandalkan mimpi untuk tulisannya. Ada yang tahu jika mimpi sebenarnya bisa dikendalikan? Jika tidak, ayo berkenalan dengan Mia Melody. Gadis pengangguran yang punya pekerjaan sampin...