Kyungsoo mengedarkan pandangan setelah memastikan jam di pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul 11 siang. Dia mencari presensi Mia yang katanya sudah siap memakai pakaian berwarna hitam.
Setelah ditelpon berkali-kali dan dikirimi pesan, Kyungsoo terus berkelana mengitari mall karena author aneh ini tak juga memberitahukan di mana posisinya berada. Sampai ia bisa melihat siluet gadis yang super heboh di dalam timezone sedang berusaha mendapatkan boneka di dalam kotak permainan.
Pokoknya memalukan, pikir Kyungsoo.
Kyungsoo menelpon dari kejauhan, dia mana mau mendekat di saat author aneh itu sedang heboh-hebohnya. Mia merutuk lalu mengangkat panggilan itu dan menyelipkan ponselnya di antara telinga dan pundak.
“Halo?! Kau sudah sampai?!”
“Bicaramu seperti orang kampung saja. Kenapa harus berteriak?” tanya Kyungsoo dan Mia hanya menghela napas.
“Ayolah, jawab saja!”
“Lihat ke belakangmu atau batal sudah kesepakatan kita.” Mia segera menoleh dan menemukan Kyungsoo dengan wajah –yang selalu- tak berselera. Mia menelan ludahnya, lantas membiarkan pengait bonekanya turun begitu saja tanpa ia pinta.
Gagal, sepertinya harinya sekarang yang bisa ia duga akan gagal pula.
Dengan tampang seperti orang bodoh karena tertawa tanpa alasan, dia mendekati Kyungsoo. Ia sempat melihat ponselnya, ada begitu banyak upaya lelaki itu untuk menghubunginya. Sayang, Mia tadi terlalu asyik bermain. “Oh, kau sudah sampai?”
“Tutup mulutmu dan cepat bantu aku mencari kadonya.” Dengan wajah masamnya, Mia mengekor. Entah kenapa kalau bersama dengan Kyungsoo ia selalu merasa bersalah karena kecerobohan atau sikapnya, tapi entah kenapa pula Mia tak peduli akan hal itu beberapa detik selanjutnya kalau ia mencoba melupakannya.
Sesuai permintaannya, Mia terus diam sambil memperhatikan Kyungsoo mencari kado. Bermenit-menit mereka menjelajahi mall, tapi lelaki itu masih belum menemukan kado yang cocok untuk neneknya.
“Kau ini patung atau apa, sih? Terus untuk apa aku mengajakmu ke sini kalau kau hanya mengekor?” tanya Kyungsoo sewot.
“Tapi tadi kan kau menyuruhku untuk diam—"
“Cepat kasih aku ide!” Mia ingin sekali menunjukkan gestur jengah, tapi kalau itu bisa mengancam kesepakatan kan mana mau. Akhirnya Mia menuruti ucapan Kyungsoo dan melihat-lihat toko yang ia lewati.
Akhirnya mereka sampai di tempat di mana Kyungsoo mengakui ide Mia. Satu set cangkir antik mungkin bisa menyenangkan hati neneknya, pikir Kyungsoo. Tanpa berpikir dua kali, ia segera membeli dan meminta untuk membungkuskannya di kasir.
Sedangkan di sisi lain, Mia sibuk sendiri melihat-lihat ponselnya dan belanja sesuatu. Kyungsoo menatapnya, lalu tanpa diminta gadis itu tersenyum lebar. “Aku juga ingin membeli sesuatu untuk nenekmu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Wall
FanfictionKetika si pengendali mimpi bertemu dengan Author Fanfiction yang mengandalkan mimpi untuk tulisannya. Ada yang tahu jika mimpi sebenarnya bisa dikendalikan? Jika tidak, ayo berkenalan dengan Mia Melody. Gadis pengangguran yang punya pekerjaan sampin...