“Kenapa dadaku … berdebar begini, ya?”
***
“Ya karena kau hidup, bodoh.” Kyungsoo melepaskan tangannya dari Mia dengan sedikit ketus, lalu membangunkan gadis itu dengan paksa. “Jangan-jangan bukannya mau belajar, alih-alih meminjam tanganku kau …”
“Apa?”
“ … kau menyukaiku?”
Mia langsung berpose ogah-ogahan dan merinding sendiri. Dia tak tahu kalau Kyungsoo punya rasa percaya diri yang luar biasa membuatnya ingin muntah untuk hal ini.
“Eii, kau bilang aku harus merasakan sesuatu. Aku hanya mengatakan kalau dadaku berdebar! Memangnya itu bisa kau kategorikan bahwa aku menyukaimu, begitu?” tanya Mia sewot. Kyungsoo mencibir, ia jadi tak bisa bersikap cuek kalau di depan Mia. Entah kenapa untuk hal seperti ini saja ia ingin mempermasalahkannya.
Mia memang membawa pengaruh buruk, pikirnya.
Setelah adu argumen sebentar, Kyungsoo melanjutkan latihannya bersama Mia. Ia menjelaskan bahwa langkah selanjutnya adalah mencicipi. Kenali apa yang dicicipi dari berbagai jenis makanan yang berbeda –apakah manis, asam, pahit, atau hambar. Tapi gadis itu malah merutuk karena Kyungsoo tak menyuruhnya membawa alat bantu seperti makanan yang tadi dia sebutkan, sementara lelaki itu sendiri hanya tak acuh.
Malahan dengan raut datar dia menambahkan penjelasan selanjutnya. Baui, sadari dan bedakan apa yang Mia cium atau baui. Bau parfum, kopi, bawang, bau hujan, apapun itu. Ia menyuruhnya membayangkan secara jelas perbedaan aroma tiap benda tersebut.
“Augh, kau ini merepotkan sekali.”
“Kau sendiri niat belajar tidak, sih?” sahut Kyungsoo saat mendengar Mia merutuk sambil menjauhinya untuk membeli beberapa makanan. Sementara ditinggal sendiri, lelaki itu mencoba menenangkan dirinya sebelum kembali berurusan dengan Mia yang cerewetnya minta ampun.
Tanpa sadar ia mulai melamun, memikirkan kejadian di masa lalu yang memang selalu mampir jika dirinya berdiam sambil menikmati sepi.
Berita itu, berita ketika Nam Ji Hyun celaka di sekitaran pegunungan ketika hendak berlibur bersama teman-temannya. Mobil yang mereka naiki dikabarkan jatuh ke jurang karena cuaca saat itu amatlah buruk. Selain karena hujan lebat yang mengakibatkan jalan licin, malam terlanjur menjemput sebelum mereka sampai di tempat tujuan.
“Kyungsoo, ayo ikut kami!”
“Aku tidak bisa, Ji Hyun. Aku ada pekerjaan, kau sendiri kenapa harus pergi ke pegunungan?”
“Aku ingin suasana yang menyejukkan!”
“Hhhh~ terserah kau saja.”
Kyungsoo yang waktu itu merasa tidak berusaha sedikit lebih keras untuk melarangnya pergi, jadi terjebak menjalani hidup dalam penyesalan. Terbayang dengan jelas ketika ia melihat jasad kekasihnya dibawa ke rumah sakit. Naas di beberapa bagian tubuhnya hancur karena mobil sempat terbakar, mengakibatkan keenam orang yang menaikinya meninggal di tempat. Ia bahkan sampai sulit berkata-kata untuk menunjukkan perasaannya.
Sesak, perasaannya kembali sakit ketika kenangan buruk itu menyapa dengan segudang rasa perihnya. Bayangan tawa dan kebahagiaan yang Ji Hyun lakukan bersamanya hanya menjadi luka. Rasanya Kyungsoo ingin melupakan semua kejadian itu lengkap dengan rasa sakinya, tapi ia pun tak luput dari rasa takut karena akan benar-benar melupakan orang yang dicintainya.
Andai …
“Andai …” bisik Kyungsoo lirih sambil memainkan jari-jarinya. “… andai waktu itu aku tak menolak ajakanmu atau berusaha melarangmu pergi.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Wall
FanfictionKetika si pengendali mimpi bertemu dengan Author Fanfiction yang mengandalkan mimpi untuk tulisannya. Ada yang tahu jika mimpi sebenarnya bisa dikendalikan? Jika tidak, ayo berkenalan dengan Mia Melody. Gadis pengangguran yang punya pekerjaan sampin...