Mia berlari ke pantai yang cukup jauh posisinya dari villa, tak peduli bahwa sebenarnya itu adalah waktu yang sangat berbahaya mengingat angin malam akan membawa ombak ke daerah pasir pantai.
Ia meringkuk, duduk menyedihkan sambil menangis di antara dua lutut yang sedang dipeluknya. Untuk pertama kalinya lagi ia menangis setelah sekian lama. Beberapa masalah tak membuatnya runtuh saat itu juga, Mia bisa lebih tegar dari perempuan manapun di balik keceriaan dan senyum lebarnya.Tapi kenyataan itu tak bisa membunuh fakta bahwa seorang perempuan memang begitu adanya, sensitif dan lebih lemah perasaannya ketimbang laki-laki. Sudah cukup ia berurusan dengan ibu kekasihnya, harus sebaik apalagi sampai Mia diterima? Apa harus sampai orang tak bisa membedakan mana yang namanya baik mana yang namanya kebodohan?
Matanya sembab, bersyukurlah pada Tuhan yang membiarkannya lolos. Kejaran siapapun dari orang villa. Ia memukul dadanya sendiri, efek lama tak menangis dan dadanya menjadi semakin sesak.
Ia benar-benar takut. Menjadikan perlakuan ibu Kyungsoo yang ditonton keluarga kekasihnya tadi alasan, padahal Mia mendapatkan perasaan lain yang lebih mencabik hatinya. Ketakutan ini tak bisa ia tahan untuk persoalan yang tadi dibahas Hyo Jin.
Sosok Nam Jihyun. Sosok yang belum banyak orang tahu apakah ia benar-benar Jihyun atau Boksil. Akan seperti apa Kyungsoo nanti jika tahu apa yang diketahui ia dan ibunya? Akan seperti apa Kyungsoo nanti jika melihatnya? Menjauhinya? Membencinya?
Mia benar-benar mengutuk diri karena sekarang rasanya sudah berbeda. Dulu ia menerima perasaan Kyungsoo dan mau menjalin hubungan dengannya hanya berlandaskan alasan “mencoba”. Lambat laun semangat Kyungsoo untuk mendorongnya menerbitkan buku menjadi hal yang menyenangkan, membantunya dalam segala hal terlebih mengajarinya mimpi menjadi kenangan mendebarkan, dan masih banyak hal-hal yang tercipta sampai membuatnya mulai mengerti.
Mengerti bahwa hatinya hanya ingin Kyungsoo. Alasan yang juga mendorongnya mendapatkan hati ibu sang kekasih.
Ia mengeluarkan tangisannya, kembali menyembunyikan wajah di lutut setelah melihat langit malam penuh bintang untuk sesaat. Ia benar-benar takut walau hanya untuk membayangkan reaksi Kyungsoo.
Lewat cerita dari beberapa anggota keluarganya saja, Mia sudah bisa menyimpulkan sebesar apa cinta Kyungsoo pada Jihyun. Sebaik apa perempuan itu sampai membuat orang-orang menolak lupa dan menjadikan ia istimewa.
Sedangkan apa yang Mia punya?
Apa yang membuat orang-orang menyukainya?
Seakan ia menjadi kecil dan tak berguna. Belum bisa dewasa dan sering mementingkan apapun untuk dirinya sendiri. Mia terlalu jauh untuk menggapai tempat Jihyun, mungkin takkan bisa sekeras apapun usahanya.
“Eomma, aku ingin pulang~” rengeknya dengan bahu yang naik-turun. Terakhir ia menangis karena tetangga terus menanyakan masa depannya dan Mia muak akan hal itu sampai tak bisa menahan diri. Ibunya memeluk gadis itu sambil terus menenangkannya. Dan mengatakan tidak apa-apa jika belum bisa memilih kemana ia harus meraih kesuksesannya.
Mia merindukan itu. Mia ingin dipeluk dan ditenangkan. Ia ingin pulang karena pulau indah bernama Jeju ini sama sekali asing baginya. Ia sendirian di saat jelas-jelas baru keluar dari villa dengan jumlah keluarga yang cukup banyak.
“Eomma~ Appa~ Robot oppa~”
Samar-samar ketika ia memanggil kakaknya dengan panggilan yang lebih baik dari “Robot-nim”, Mia mendengar suara dan napas seseorang mendekat ke arahnya. Saat itu juga beberapa pasir lembut mengenai betisnya akibat gerakkan yang sangat tiba-tiba dan tergesa. Seseorang berlutut di samping kanannya dengan napas yang tersenggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Wall
FanfictionKetika si pengendali mimpi bertemu dengan Author Fanfiction yang mengandalkan mimpi untuk tulisannya. Ada yang tahu jika mimpi sebenarnya bisa dikendalikan? Jika tidak, ayo berkenalan dengan Mia Melody. Gadis pengangguran yang punya pekerjaan sampin...