Paper Wall - Tiga Puluh Tujuh

403 107 33
                                    

Mia melihat setiap sudut di mana ia sekarang, sekitaran toko dan café-café yang menyediakan makanan. Sejenis minuman segar atau hidangan laut yang menggodanya untuk mampir walau sebentar. Tapi keberadaan Kyungsoo lebih penting sekarang.

Ia tahu kalau kekasihnya sempat menyusulnya beberapa saat yang lalu, tapi Mia dengan gesit mencari persembunyian sampai kini ia di tempat yang begitu menyiksanya. Bukan apa-apa, ia benar-benar tidak membawa uang bahkan ponsel sekalipun. Barang penting jika kau berpergian.

Akhirnya ia memilih masuk ke dalam café ice cream setelah merongoh saku dan menemukan uang yang jumlahnya mengkhawatirkan. Tapi setidaknya untuk satu ice cream dengan cone bisa membuat perasaannya membaik.

Dengan pasrah ia dudukkan pantatnya di salah satu kursi, sambil memperhatikan keadaan di luar kaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan pasrah ia dudukkan pantatnya di salah satu kursi, sambil memperhatikan keadaan di luar kaca. Takutnya Kyungsoo datang.

Hah~ kenapa ice cream ini sedikit sekali? Tiba-tiba habis,” gerutnya sambil menggigiti cone. Lalu ia melihat ke bawah meja dengan wajah yang cemberut. “apa aku menjatuhkannya?”

“Mana ada ice cream-nya jatuh kalau daritadi kau melahapnya?” tanya seseorang sambil terkekeh. Mia mendongak, keterkejutannya sekarang bukan main menjahilinya. Wajah Mia menjadi pucat dan kaku sampai ia sejenak lupa bagaimana caranya bernapas. “Boleh aku duduk di sini? Tempatnya benar-benar penuh. Sayang sekali kalau satu meja ini hanya kau yang mendudukinya, kan?”

Ia masih berdiri dengan senyumnya yang mulai menjadi terasa canggung, Mia terlalu kaku melihatnya. Ia melihat ice cream di cup-nya yang ingin sekali segera ia lahap, tapi Mia masih belum memberinya jawaban.

Sapaan yang terdengar ramah itu ternyata tidak membuat Mia berbaik hati memberikannya satu kursi.

“Maaf, kalau begitu aku pergi dulu.”

“Duduklah,” ucap Mia terbata dan pelan sambil menelan ludah. “duduk saja.”

“Oh, benarkah?” tanya orang itu ragu, dan Mia mengangguk yakin sambil terus memperhatikan gelagatnya yang sedang duduk. Sejenak orang itu merasa kurang nyaman, tapi ia tetap melahap makanannya. Duh, hari ini benar-benar panas.

Setiap inci dari tubuhnya Mia perhatikan, ia benar-benar tak bisa berkata apa-apa.

Ice cream milikmu …” katanya sambil menunjuk ice cream Mia yang hanya sisa sedikit, itupun sudah meleleh dan mengenai tangannya. Mia gugup sendiri sambil mencari tisu, lalu mengelapnya dengan masih memperhatikan orang itu. “… apa aku membuatmu tak nyaman?”

Mia menggeleng. “Abaikan saja aku.”

Mia mengepalkan tangannya yang satu lagi, ia menggigit bibirnya yang berusaha untuk menanyakan sesuatu. Saking gugup dan kagetnya, itu mengharuskan ia bernapas lewat mulut.

“Kau orang sini?” tanya Mia yang dijawab gelengan kepala dari lawan bicaranya. “Lantas?”

“Aku datang ke sini untuk mencari seseorang,” jawabnya tanpa beban. Ujung bibirnya tertarik sambil mengeluarkan suara kekehan. “belahan jiwaku.”

Paper WallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang