Hari ini genap lima hari Mia menghindari Kyungsoo setelah pengumuman Paper Wall akan dibuat versi film, entahlah di mana perempuan itu sekarang. Dia sudah bolak-balik menemui Hyungwon dan kru yang akan terlibat, bertanya tentang dirinya yang harus bertemu Mia dengan iming-iming membahas pekerjaan.
Sayangnya sampai sekarang Hyungwon sendiri tak bisa menghubungi wanita tersebut. Sejak terakhir dia menelponnya, Mia hanya mengatakan akan menemui dan menyelesaikan pekerjaannya dalam waktu dekat.
Gila!
Kalau ada yang mengatai Kyungsoo gila sekarang, dia akan menerimanya tanpa protes. Makin lama ia makin merasa dirinya memang demikian, tidak butuh deskripsi lain. Selain gila, anggap saja dia frustrasi menghadapi semua yang Mia lakukan padanya.
Kabur 3 tahun-bertemu-kabur lagi-menggantungnya.
Di saat-saat tertentu jika memikirkan Mia dengan keras, maka ia sungguh menyesal kenapa dulu harus kenal dengannya. Dari awal kemistri mereka memang tidak bagus, Kyungsoo pasti merasakan paling tidak sekali, di mana darahnya serasa naik ke ubun-ubun.
Ini karena dia saking jengkelnya pada perempuan keras kepala bernama Mia Melody tersebut.
Author konyol yang sibuk fangirling-an dengan menyalurkan halusinasinya ke dalam tulisan.
“God! Harusnya aku tahu kalau berurusan dengan Mia adalah sebuah keputusan yang absurd,” rutuk Kyungsoo memijat keningnya. Rasanya seperti dilempar ke masa-masa di mana mereka baru kenal. Kyungsoo kelabakan menghadapi Mia yang sifat dan tindakannya bagai meloncat-loncat alias tak bisa diam.
Bedanya hanya umur dan kedewasaan mereka saja, cara Mia sekarang tidak setengil beberapa tahun yang lalu.
“Padahal hanya soal Mia, tapi pikiranmu lebih banyak dari aku yang akan menikah besok,” celetuk Chanyeol memetik gitarnya dengan pelan. Kyungsoo diajak untuk menginap semalam karena Chanyeol merengek padanya. Katanya gugup.
“Harus ya mengurusi hidupku di saat harusnya kau memikirkan diri sendiri untuk besok?” tanya Kyungsoo sewot sambil merebahkan diri di kasur lipat yang ibu Chanyeol siapkan untuknya. “Aku tidak mau nantinya kau kencing di celana saking gugupnya. Mengingat kau begitu jatuh cinta pada Mira dan selalu memujinya tiada ampun sejak dulu itu.”
“Berhenti meledekku! Aish, bocah ini…” Chanyeol hampir saja melemparkan bantalnya kalau tidak melihat sorot mata Kyungsoo yang selalu lebih tajam darinya. “… augh! Untung saja aku baik hati tidak menimpukmu.”
Kyungsoo mengambil ponselnya, memperhatikan kolom chat antara dirinya dengan Mia yang tak kunjung mendapatkan balasan. Belum ada pemberitahuan atau tanda bahwa pesan yang dikirimnya sampai ke sang empu.
“Di mana sih dia ini? Menyusahkan saja,” gumam Kyungsoo termenung.
Tidak, ini bukan hanya soal kejengkelannya yang makin hari makin terasa. Jauh di lubuk hatinya, Kyungsoo tak mau Mia kembali pergi dan menggantung perasaannya. Dia takut. Beberapa kali ia merutuk karena memaksakan opininya soal keajaiban tuhan yang membuat mereka saling terhubung di dunia mimpi. Padahal bisa saja Mia tak setuju.
Walau sebenarnya saat itu memang tak setuju dengan kalimat elakkannya.
Kyungsoo tahu caranya amat menyebalkan untuk membuat Mia kembali jatuh ke pelukannya, tapi ia benar-benar tak punya cara lain yang lebih baik. Sebaik apapun yang sudah ia pikirkan, pada akhirnya Mia tetap akan menjauhi Kyungsoo.
Mau tak mau ia ikutan keras kepala dan sekarang baru merasa bahwa dirinya sungguhan bodoh karena memaksakan perasaan seseorang.
Mau bagaimana lagi? Kyungsoo sudah jatuh cinta pada Mia, ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk memperjuangkan wanitanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Wall
फैनफिक्शनKetika si pengendali mimpi bertemu dengan Author Fanfiction yang mengandalkan mimpi untuk tulisannya. Ada yang tahu jika mimpi sebenarnya bisa dikendalikan? Jika tidak, ayo berkenalan dengan Mia Melody. Gadis pengangguran yang punya pekerjaan sampin...