Seusai film diputar, tepuk tangan dan beberapa ungkapan kepuasan terdengar di penjuru ruangan. Para aktor, sutradara, penulis dan beberapa orang penting berdiri menghadap para penonton beruntung yang bisa mengikuti gala premiere.
Tiba waktunya Mia mengungkapkan rasa terima kasih untuk para penonton juga pembaca buku yang selalu mendukung karya miliknya. Bahkan matanya sampai berkaca-kaca karena saking terharunya akan respons antusias para khalayak.
Baginya, menjadi seorang penulis yang karyanya diterima baik oleh para pembaca adalah kebahagiaan yang luar biasa menyenangkan. Ia takkan bisa menjadi seorang penulis yang bahkan karyanya bisa diangkat ke layar lebar tanpa dukungan orang-orang di sekitarnya.
Sesaat ketika ia mengucapkan banyak kalimat terima kasih, bayangannya dulu yang sibuk misuh-misuh karena ditagih update terlintas di depan matanya.
Ya tuhan … lucunya ia dulu. Hanya seorang penulis fanfiction bermodal imajinasi dengan idolanya sendiri yang pembacanya pun tidak lebih dari satu juta.
Kepalanya menoleh ke sebelah kanan, Kyungsoo di sana dengan senyuman bangganya. Mia menahan haru sekuat tenaga, hatinya mengucap syukur akan kehadiran pria tersebut. Kalau saja Mia tak mengenalnya, impian author fanfiction ini untuk menjadi seorang penulis novel sampai karyanya dibuat film takkan bisa tercapai. Mungkin sampai kapanpun ia hanya terus menjerit bak orang gila melihat idolanya di atas panggung, membayangkan mereka bisa menjadi bagian dari dirinya namun tanpa melakukan usaha apa-apa. Kyungsoo sungguh merubah kehidupannya.
“… terima kasih untukmu …” kata Mia lembut, mengundang cuitan godaan dari beberapa orang di sekitarnya. “… juga untuk semuanya. Aku sungguh berterima kasih.”
Setelah bagiannya selesai, MC kembali mencairkan suasana ruangan.
Hingga tindakan Kyungsoo merebut fokus semua orang, termasuk Mia yang awalnya sibuk sendiri mengendalikan diri untuk tak menangis seperti di gala premiere bioskop sebelumnya. Mengingat ini kali terakhirnya ia menonton bersama dengan para penggemar Paper Wall.
“Halo semuanya,” sapa Kyungsoo tersenyum manis namun terkesan sopan dan ramah. Seperti yang sudah dilatihnya sebelum ini, Kyungsoo mengucapkan banyak terima kasih dan mengungkapkan rasa syukur atas selesainya film dibuat. Namun itu tak berlangsung lama, posisinya kini menghadap ke Mia meski bicaranya ditunjukkan untuk banyak orang. “kalian tahu bukan akhir dari film Paper Wall dengan bukunya berbeda?”
“Nee!” sahut semuanya penasaran.
“Kalau di buku open ending, ketika membacanya saja aku gemas sendiri,” sahut Ong di sebelah Mia untuk membantu penonton menjelaskan atas pertanyaan Kyungsoo. “kalau di film, ini ending yang sebenarnya. Di mana perasaan lead female masih ada untuk lead male meskipun bertahun-tahun mereka berpisah. Berkat mimpi-mimpi yang bermunculan dan menghubungkan keduanya. Yah… takdir Tuhan siapa yang tahu…”
Seusai itu, Mia menatap Kyungsoo penuh tanda tanya. Sedangkan sang empu masih mengangguk-angguk membenarkan penjelasan Ong yang membantunya.
“Tapi sebenarnya ada ending lain yang aku harapkan,” kata Kyungsoo melembutkan tatapannya hanya untuk Mia seorang. Sorotnya seakan-akan mengatakan bahwa di ruangan di mana mereka berada hanya ada keduanya, tak ada orang lain.
Tim yang mengelilingi Mia sudah senyam-senyum seakan tahu apa yang akan terjadi berikutnya, lagipula memang mereka sejak awal tahu bahwa Paper Wall ini diangkat dari kisah nyata penulis serta kekasihnya.
Kyungsoo mengeluarkan sebuah kotak cincin merah dari saku jasnya, membuka dan menunjukkan isinya kepada Mia yang sekarang hanya bisa terkejut di tempat. Penonton yang melihatnya walau dari kejauhan saja sudah memekik tertahan, tiba-tiba saja disuguhi lamaran seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Wall
FanfictionKetika si pengendali mimpi bertemu dengan Author Fanfiction yang mengandalkan mimpi untuk tulisannya. Ada yang tahu jika mimpi sebenarnya bisa dikendalikan? Jika tidak, ayo berkenalan dengan Mia Melody. Gadis pengangguran yang punya pekerjaan sampin...