Paper Wall - Tujuh Puluh Satu

422 94 89
                                    

“Aku tidak ingin menjawabnya.”






***

Jooheon menghampiri Mia yang terkantuk di depan laptop. Sudah dua jam sejak ia memberikan pertanyaan seputar dunia mimpi dan Kyungsoo, kini perempuan tersebut sedang melawan rasa kantuknya karena kurang tidur.

“Tidur dulu, setelah itu lanjutkan lagi.” Jooheon mengusap kepala Mia lembut, membuatnya tersentak dan menegapkan tubuh secara spontan. Mata keduanya tertuju ke layar laptop, parah, Mia bahkan sudah meracau di tulisannya.

“Ide bagus,” sahut Mia bangkit dari kursinya. Belum lima langkah menuju kamar, ia segera berbalik dan menompang diri di sofa. Menatap ke bawahnya di mana Hyungwon terlelap di sana. Pelan-pelan Mia goyangkan tangannya, berharap Hyungwon mau mendengarnya sebentar. “persiapan fansign buku punyaku sudah selesai?”

Hngg.” Mia mengangguk lalu masuk ke dalam kamarnya. Setelah tiga tahun terus berkarya, Mia akhirnya mau diajak kerja sama untuk event buku barunya. Selama ini, banyak sekali yang ingin tahu siapa sosok penulis buku-buku romance paling top akhir-akhir ini.

Mia memang masih menulis fanficion, tapi sejak buku pertamanya dicetak, tidak ada kegiatan lain yang membuatnya dikenali para pembacanya. Misalnya dulu dia aktif di sosial media semacam twitter, Instagram, dll. Demi mendapatkan banyak informasi seputar dunia Kpop, jadi tak jarang para pembacanya juga ikut berteman di sosial media lain untuk saling bertukar informasi.

Namun sekarang Mia membatasi diri, jadi banyak pembaca baru yang tak mengenal sosoknya.

Dan untuk pertama kalinya setelah tiga tahun berkutat dengan tulisan, Mia mau melakukan event fansign di salah satu toko buku di daerah Seoul. Hal ini dikarenakan buku barunya akan segera naik cetak, sekalian promosi agar para pecinta buku berminat membelinya.

“Tulisannya sudah hampir selesai, bahkan ini hanya tinggal epilog-nya saja,” ucap Jooheon. Hyungwon yang mendengar itu lantas bangkit dan mengerang sebagai sahutan. “kapan terbitnya?”

Deadline bulan depan. Tapi sebenarnya tak masalah mau dicetak kapan saja, aku lebih khawatir pada kondisinya yang akhir-akhir ini seperti … kurang sehat.” Jooheon mengangguk lalu mengeluarkan file yang sudah di-save itu, namun berikutnya ia mengerutkan kening.

Dia bertanya, “Buku ini belum diberi judul?”

Hyungwon tertarik, dia langsung menghampiri Jooheon yang sedang menunjukkan folder tanpa nama di mana tulisan-tulisan bukunya tersimpan di sana.

“Aneh. Biasanya tak begini,” kata Jooheon.

“Tapi dia tidak membuat judul sebelum buku selesai. Mungkin dulu saat dia menjadi author fanfiction, memang Mia selalu menyiapkan judul. Karena sistem penulisannya 'kan di-update, kalau buku … ya sekali rampung.” Penjelasan Hyungwon diangguki setuju oleh Jooheon. “Biasanya dia akan minta saran pada Mira soal judul.”

“Kali ini aku yang akan memberinya judul,” sahut Jooheon yang langsung dijawab gelengan kepala oleh Hyungwon. Matanya memancarkan rasa tak percaya, dia tak mau judulnya aneh-aneh. Biar bagaimanapun Hyungwon ingin buku Mia kali ini pun menarik banyak peminat. “tenang saja. Aku yang paling tahu apa judul yang pas untuk bukunya ini.”

“Memang kau sudah membacanya?” tanya Hyungwon menganggap Jooheon terlalu sok tahu. Lawan bicaranya ini langsung melipat kedua lengan bajunya dan mengerjapkan mata berkali-kali, tak lupa pemanasan simple untuk bersiap.

“Sekarang aku akan membacanya.”


















***

Paper WallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang