'Ikhlaskan dia! Ikhlaskan dia yang sudah pergi dari kehidupanku. Dan hargai keberadaan seseorang yang saat ini bersamamu.'
**********
Egi mengambil gelas berisi air minum yang ada disampingnya, dan Ia meminum kan nya pada Ara. Rasanya Ara masih penasaran dengan jawaban Egi. "Jawab dong, marah gak nih?" rengek Ara terus mendesak Egi. Egi masih terdiam, otaknya seakan sedang mencerna semua perkataan Ara. Suasana hening, Ara hanya menunggu apa yang akan Egi katakan? Apa dia akan cemburu dan marah? Jika memang Iya, itu hal yang wajar. Tapi jika semua itu tidak terjadi? Apa sebaik itu Egi? Apa hatinya memang tidak merasakan sakit mendengar kejadian itu?
"Okey gini ya," ucap Egi menjeda ucapannya dan semakin membuat Ara penasaran. Ara menarik nafasnya "Bisa-bisa mati penasaran ini," oceh Ara.
"Kaya lirik lagu tuh," canda Egi semakin membuat Ara kesal. "Tau ah sana pergi, kesel lama-lama." Rasanya kekesalan Ara menjadi bertambah.
Egi meraih tangan Ara, Ia mencium punggung tangan Ara "Sama sekali gak marah, malah kayanya Egi harus bilang makasih nih sama Si Angga dan Cindy karna mereka udah selamatin tuan putri Egi." ucap Egi dengan sedikit gombalan, seketika membuat hati Ara meleleh. Rasanya dadanya kembali berdebar. "Serius?" tanya Ara masih tak percaya.
"Iya sayang,"
*********
Malam gelap semakin kelam, hening nya malam selalu menenangkan hati, jiwa dan pikiran. Malam ini, keluarga kecil kembali berkumpul untuk meluangkan waktu bersama. Karna sesibuk apapun aktivitas disepanjang hari, kita harus tetap meluangkan waktu walau hanya sedikit saja untuk keluarga.
Ara berkumpul di Ruang tengah bersama dengan Ayah Beni dan Mamanya ditemani televisi yang menyiarkan film action. Mereka sedang menonton bersama dengan candaan dan hiburan. Keadaan Ara sudah sedikit membaik, sakit karna lebam dikepalanya sudah perlahan menghilang. Hanya saja kakinya belum sembuh total, akibat terkilir tadi jalan Ara jadi belum seperti biasanya, tapi tadi sudah mencoba untuk dipijat agar tidak terlalu parah.
"Kayanya Egi itu bener-bener deh mencintai kamu," ucap Mama Arin mengusili Ara. Ara tersipu malu karna Mamanya mencari bahan tema untuk pembicaraan sangatlah tidak menarik, membuat seseorang gugup saja. "Kalo bercanda ya Ara gak akan mau," cetus Ara, matanya masih menatap televisi.
"Tapi kata Ayah Farid juga sama seriusnya kaya Egi, malah Ayah lebih suka Farid dari pada Egi." ucap Ayahnya berkata apa adanya, tanpa memikirkan ulang kembali ucapannya.
"Ayah, Farid itu udah masa lalunya Ara. Jangan bahas dia." gerutu Ara kesal. "Malah Mama sebaliknya, mending Egi tuh daripada Farid." lanjut Mama Arin menentang pendapat Ayah Beni. Ayah Beni tertawa melihat kekesalan Ara, Ayahnya memang sudah mengenal Farid. Dan sudah tahu bagaimana karakter Farid.
"Udah ah, Ara ngantuk. Night Mah, Yah." Ara beranjak dari duduknya, Ia melangsungkan untuk berjalan tapi nyatanya sulit. Ia tak kuasa untuk berjalan sendiri tanpa bantuan. Mama Arin langsung membantu Ara untuk berjalan, Ara sudah sampai di kamar nya diantar Mama Arin dengan secara perlahan. "Mama tahu perasaan kamu gimana, kamu sangat membenci Farid atas apa yang pernah Ia lakukan ke kamu. Tapi gak ada manfaatnya kamu membenci dia toh kamu sudah bahagia dengan Egi kan? Dengan kamu membenci dia itu hanya akan membuat kamu semakin merasakan luka yang begitu dalam karna nya." ucap Mama Arin seraya mengusap lembut Ara.
"Terus Ara harus gimana?"
"Jadi, ikhlaskan dia! Ikhlaskan dia yang sudah pergi dari kehidupanmu. Dan hargai keberadaan seseorang yang saat ini bersamamu."
Ara tersenyum, Ia memikirkan ucapan Mamanya dengan baik semua perkataannya seakan menusuk kalbu Ara dan menyadarkannya.
"Good night sayang," Mama Arin mencium kening Ara dan mematikan lampu kamar Ara. Setelah itu Mama Arin menutup pintu dan keluar. Mata Ara masih menoleh ke arah pintu. Ia tersenyum "Good night too mom, terimakasih atas pelajaran hidup yang kau ajarkan padaku." desisnya pelan. Matanya kini terpejam.
********
Matahari telah kembali menampakkan sinar dan kehangatannya. Ara berangkat bersama dengan Egi. Ia memaksa ingin sekolah walaupun keadaannya belum terlalu membaik. Mama dan Ayahnya menyuruh Ia untuk istirahat terlebih dahulu karna Ara belum bisa berjalan seperti biasa, Ia masih membutuhkan seseorang yang mau membantunya, tapi begitulah Ara jika Ia masih mampu untuk berdiri Ia tetap mau memaksakan dirinya untuk sekolah.
Mereka sudah sampai disekolah "Ra, kayanya gue gak bisa pulang bareng nanti. Dan kayanya hari ini gue sibuk seharian, persiapan ujian praktek dan lain lain." jelas Egi memberikan penjelasan pada Ara Agar Ia mau mengerti keadaan Egi yang benar-benar sibuk diakhir semester ini, panggilannya memang terkadang gonta-ganti dan selalu menyesuaikan."Iya gak apa-apa Ara ngerti kok," jawab Ara.
"Nanti pulangnya minta jemput aja ke Alif,"
"Iya tenang aja, Ara udah gede kok."
Egi membantu Ara berjalan dan mengantarkannya sampai ke kelas. "Nempel sana sini ya," bisik teman sekelas Ara ketika melihat Ara dan Egi memasuki kelas.
Egi dan Ara mendengar bisikan mereka, Egi menatap nanar wanita itu. "Udah gapapa, Kak Egi ke kelas aja." Ara menahan lengan Egi yang hampir saja akan menghampiri wanita itu. Egi menurut Ia pamit dan menuju ke kelasnya.
Rina baru saja datang, mungkin dia sudah sehat. Maka dari itu, dia sudah masuk sekolah. Namun Rina datang hanya seorang diri tanpa ada seseorang yang bersama dengannya yang sejak beberapa hari selalu mengantarkannya ke hadapan kelas, siapa lagi jika bukan Angga yang saat ini sudah berstatus sebagai kekasihnya. Cindy mendekati Ara dan berbisik padanya "Pacarnya mana tuh?" tanyanya pada Ara, matanya masih menatap datar Rina. Ara menggeleng pelan. Rina terlihat murung hari ini.
Pelajaran dimulai, saat ini kelas Ara sedang belajar pelajaran Bahasa Inggris. Semua siswa dan siswi mencoba fokus untuk memperhatikan pemateri, agar apa yang disampaikan dapat terserap dengan baik.
Setelah 3 jam pelajaran, pelajaran selesai. Semua siswa keluar untuk beristirahat dan mengisi perutnya yang kosong. Tanpa ditemani siapapun Rina beranjak pergi ke kantin. Ara memutuskan untuk diam dikelas, Ia pun diberi bekal roti dan air minum yang dibuatkan Mama tadi pagi, dan Cindy memutuskan untuk menyusul dan menemani Rina.
"Rin, tunggu gue. Lo kenapa sih kusam amat tuh muka." gerutu Rina, Ia berlari mengejar Rina yang tertinggal dari nya.
Langkah Rina terhenti, Ia menoleh seketika ke belakang. Cindy mendekat dan menghampiri Rina. "Mending lo temenin aja tuh sahabat sejati lo." ucap Rina pada Cindy dengan wajah yang sinis.
"Apaan sih lo? Lo kenapa kaya gini? Sifat jahat lo kumat lagi."
"Suka-suka gue," ketus Rina. Diujung koridor Angga sedang berjalan sendiri dan akan menuju kantin. Rina melihat Angga dan memutuskan untuk menghampirinya. Ia berlari dan berdiri disamping Angga. Angga menatapnya datar, tak ada senyuman dan tak ada salam sapaan yang biasa Ia lontarkan kepada kekasihnya.
"Ga, plis jangan cuekin gini dong." ucap Rina memegang tangan Angga, Sedangkan Angga terus melanjutkan langkahnya, membuat Rina harus terus mengikuti langkahnya. "Ga," ulang Rina kembali tangannya menarik tangan Angga agar mau menjawabnya. Angga melerai, Ia melepaskan tangan Rina yang menyentuh tangannya. "Angga" teriak Rina.
Angga tak menganggap Rina ada, Ia berpura-pura tak mendengarnya. Bahkan saat ini Ia meninggalkan Rina sendirian dengan perasaan kesal, marah dan menyesal. Ia menyesal sudah mengusir Angga dan bahkan tidak mau mendengar penjelasannya. Egonyaa sama-sama terlalu tinggi dan tak ada yang mau mengalah satu orang pun.
----------------------
Alur kehidupan
•
•
Gimana rame gak? Baper yaa baper😂
•
Mau tau kelanjutannya?
•
Penasarankan gimana kelanjutan hubungan Angga dan Rina?
•
Hayoo siapa yang penasaran?
Yuk comment⬇•
Follow dulu instagram author
➡@saskyaptr
Dan instagram quotes by author
➡@_sebuahrasaaa
•
See you in the next chapter❤
•
Semoga suka ceritanya
Jangan lupa tinggalkan jejak yahh.
Vote⭐ and comment💬. Pasti bakalan di vomment back kok.
Terimakasih🙏❤Salamsayang
Saskyaputri♥

KAMU SEDANG MEMBACA
Alur Kehidupan [REVISI]
JugendliteraturJalan cerita kehidupan yang berliku Takdir kehidupan seseorang tak pernah bisa ditentukan oleh seseorang itu sendiri. Pasti ada yang berkuasa diatasnya. Dan Alur kehidupanku sudah ditentukan oleh Sang Maha Pencipta, aku hanya dapat menjalaninya dan...