Bab 57

218 26 1
                                    

'Mengapa masalah dan ujian tak henti-hentinya menghampiri Ara?'

*********

Entah muncul dari mana, Rina tiba-tiba datang menarik lengan Angga dan membawa Angga ke samping lapang basket yang kini mulai sepi. Ara hanya menatap sinis pemandangan itu, dan segera memasuki kelasnya. Rasanya malas sekali melihat Rina yang pasti akan bertengkar dengan Angga.

"Ga," lirih Rina.

"Apa sih Rin? Narik-narik segala." kesal Angga, Ia tak suka dengan cara Rina memperlakukannya.

"Tapi Ga!"

"Gue males berantem yah, gue balik ke kelas dulu." Angga melepaskan tangannya dari genggaman Rina, dan berbalik badan untuk kembali ke kelas meninggalkan Rina yang kini terdiam kaku. Rasanya begitu sakit diacuhkan oleh orang yang Ia cintai, padahal baru saja tadi pagi Angga bersikap manis padanya, Namun dengan sekejap saja semuanya hilang. Angga kini acuh dan sama sekali tak menghiraukannya.

Hari mulai sore, piringan mataharipun telah hilang dari cakrawala. Sore ini sepulang sekolah, hari pertama mulai latihan drama bagi kelompok Ara. Dan tempatnya dirumah Angga. Semua teman-teman sudah bubar untuk pulang, langkah Ara tertahan oleh Angga.

"Gue anterin lo!"

"Gak usah! Gue bisa pulang sendiri."

"Ra plis! Ini udah sore. Gue khawatir kalo lo pulang sendiri." bujuk Angga.

"Ga plis! Jangan paksa gue."

Angga berlari ke dalam mengambil kunci motor, Ia menarik Ara dan langsung menyuruhnya untuk menaiki motornya. Ara sangat mengetahui sifat Angga, jika keinginannya tak terpenuhi, Angga akan terus memaksa dengan beribu caranya. Lagi pula rasanya malas sekali jika harus meluangkan banyak waktu untuk berdebat dengan orang seperti Angga. Jalan keluarnya hanya menurut.

**********

Kini mereka sudah sampai didepan gerbang rumah Ara. Biasanya Angga mampir terlebih dahulu, Namun karna hubungan mereka yang masih kurang baik, walaupun banyak waktu yang mereka luangkan untuk berkomunikasi saat Latihan. Tetap saja semua kekesalan Ara masih tak bisa ditutupi.

"Makasih." ucap Ara dengan malas. Angga hanya membalasnya dengan senyuman tulus.

Suasana kini hening. Ara dan Angga saling beradu pandang, mereka mendengar suara histeris dari dalam rumah Ara. Suara tangisan keras, suara jeritan, semuanya terdengar jelas keluar. Dan satu kata yang terdengar "Ayah." kata itu disertai jeritan dan isakan tangis. Membuat Ara berpikiran negatif, rasanya kaki Ara mulai melemas.

"Mama," Ara berlari ke dalam, Angga menyusulnya. Mereka mencari-cari orang yang ada dalan rumah itu.

Ara membuka pintu kamar orang tuanya, dilihatnya Ayah Beni yang terbaring lemah dipelukan Mama Arin dengan tangannya memegang dada, dan Mama Arin yang menangis tersedu-sedu "Ara, Ayah Ra, Ayah udah gak bisa apa-apa." suara parau Mama Arin yang disertai isak tangis. Kata gak bisa apa-apa, rasanya sudah mewakili semuanya. Ayah sudah tak bisa bernafas, apa pertanda semua ini?

Ara berlari mendengar perkataan Mamanya yang membuat hatinya bergetar dan menghampiri Ayahnya.

"Ayah, Ayah jangan tinggalin Ara Yah, Ayah!" Ara menjerit, Ia menggoyang-goyangkan tubuh Ayahnya. Rasa takut kehilangan saat ini Ia rasakan. Kehadiran Ayahnya sudah sangat melengkapi kehidupannya. Dan jika kini Ayah tiada, bagaimana kehidupannya dan Mamanya kelak?

Angga berlari keluar dengan panik dan bertujuan untuk mencarikan taksi, Ia kembali ke dalam setelah apa yang Ia cari telah didapati.

"Ayo Tan, kita bawa Om Beni ke Rumah Sakit." Mama mengangguk, wajahnya sayu dan suaranya parau. Angga membantu untuk membawa Om Beni kedalam taksi. Setelah itu, Angga tak lari dari tanggung jawab. Ia berniat mengikuti taksi hingga sampai ke Rumah Sakit. Dan bahkan mungkin Angga akan mendampingi Ara disana.

Alur Kehidupan [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang